Clean Energy – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Thu, 04 Apr 2013 01:59:21 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Clean Energy – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Siap Mandiri Energi https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-siap-mandiri-energi/ Thu, 04 Apr 2013 01:59:21 +0000 http://perhutani.co.id/?p=6763 JAKARTA—Perum Perhutani tengah bersiap untuk mandiri energi melalui pengembangan energi listrik terbarukan melalui energi air, energi matahari, dan energi biomassa, yang diperkirakan dapat mulai dibangun pada medio 2014—2015.

Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto mengku proyek tersebut belum akan mulai dibangun pada tahun ini, tetapi dia optimistis proses feasibility study dapat mulai dilakukan pada akhir tahun ini setelah pendataan potensi selesai. “Ini rencana jangka panjang karena juga membutuhkan investasi yang cukup besar. Rencananya kami akan usahakan agar energi ini akan dipakai untuk Perhutani sendiri supaya kita tidak perlu lagi bergantung pada PLN [PT Pembangkit Listrik Negara] dan minyak bumi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/4). Selanjutnya, apabila energi yang dihasilkan dapat melebihi kapasitas kebutuhan seluruh lini bisnis Perhutani, maka kelebihan energi rencananya akan disalurkan bagi kebutuhan masyarakat sekitar, atau pun dijual kepada PLN.

Bambang menilai hal ini menjadi krusial mengingat tingginya kebutuhan energi di Indonesia yang belum dapat dipenuhi oleh PLN. Belum lagi persoalan energi tidak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara yang dapat habis, belum termasuk persoalan emisi gas buang yang disisakan.

Dia melanjutkan, pengelola energi terbarukan tersebut nantinya bukan Perhutani secara langsung karena Perum ingin fokus pada pengembangan bisnis utama berupa produk hutan baik kayu maupun nonkayu. Nantinya pengelolaan energi tersebut akan dilakukan oleh pihak ketiga.

Meski belum jelas siapa yang akan mengelola, karena Perhutani belum melakukan penandata nganan nota kesepahaman, tetapi Bambang mengaku lebih memilih untuk bekerja sama dengan badan usaha milik negara (BUMN).

Adapun salah satu perusahaan yang dilirik Perhutani adalah PT Indah Karya. Bambang merinci, Indah karya dapat menjadi rekanan dalam pembangunan energi terbarukan tenaga air berupa microhydro. Dia memperkirakan untuk pembangunan microhydro yang menghasilkan 1 megawatt, akan dibutuhkan investasi sekitar Rp20 miliar—Rp 30 miliar.

Sejauh ini, sebelum dilakukan inventarisasi potensi energi terbaharukan dengan seksama, potensi utama Perhutani untuk membangun energi microhydro adalah keberadaan 122 air terjun dan 1.167 mata air alami di wilayahnya yang berada di Pulau Jawa saja.

Hasil inventarisasi tersebut nantinya tidak hanya digunakan untuk penggalian potensi bagi energi terbarukan, tetapi juga kemungkinan pengembangan kawasan wisata. Dia berharap kawasan wisata yang akan dibangun nantinya juga yang pertama-tama menggunakan energi terbarukan dalam operasional nya. (Rika Novayanti)

Penulis : Rika Novayanti
Bisnis Indonesia : 04 April 2013 hal. 26

]]>
Perhutani Lestarikan Air Hutan Didukung AS https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-lestarikan-air-hutan-didukung-as/ Thu, 17 Jan 2013 01:37:07 +0000 http://perhutani.co.id/?p=6181 Pengelolaan hutan yang baik harus berdampak terhadap kesejahteraan manusia, mendukung kelestarian alam dan menguntungkan bagi perusahaan. Untuk itu Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, dan Chief of Party IUWASH Louis O’Brien menandatangani nota kesepahaman kerjasama untuk mendukung pengembangan konservasi sumberdaya air dan adaptasi perubahan iklim, disaksikan oleh USAID Mission Director Indonesia, Andrew Sisson, di Jakarta, Rabu (16/1).

Bambang Sukmananto menyatakan konservasi alam merupakan kewajiban semua pihak bukan hanya tanggungjawab Perhutani saja. Sinergi dengan IUWASH dilakukan untuk membantu konservasi alam melalui pembuatan rorakan-rorakan di dalam hutan Perhutani. Resapan ini akan memperbaiki neraca sumberdaya air yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna air di wilayah hilir. IUWASH sebagai bagian USAID mendukung ketersediaan air baku bagi masyarakat sehingga akses masyarakat terhadap air bersih. Kegiatannya diwujudkan meliputi survey dan kajian terhadap suatu wilayah tangkapan mata air, pembuatan rorakan, pembangunan sumur resapan, penanaman pohon, seminar/ workshop, promosi dan diseminasi hasil-hasil kegiatan dalam bentuk website atau leaflet serta media komunikasi lainnya.

Program Air, Sanitasi dan Kebersihan Perkotaan Indonesia atau Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH) adalah proyek lima tahun yang pembiayaannya didanai oleh Badan Pembangunan International Amerika Serikat atau United States Agency For International Development (USAID) dalam pengembangan program konservasi sumber daya air dan adaptasi perubahan iklim. [PR/M-6]

Suara Pembaruan hal. 18 ::: Kamis, 17 Januari 2013

]]>
Perhutani Ekspansi Bisnis Air Kemasan https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-ekspansi-bisnis-air-kemasan/ Tue, 03 Jul 2012 01:49:29 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5049 Perusahaan Umum (Perum) Perhutani bakal melakukan ekspansi pengembangan bisnis air minum dalam kemasan di wilayah Banyuwangi menyusul sukses bisnis sebelumnya di Pegunungan Cikeas Bogor Jawa Barat (Jabar). Sekretaris Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (Jatim), Yahya Amin, mengatakan pengembangan bisnis air minum dalam kemasan tersebut akan dilakukan pada tahun depan.

“Bisnis air minum dalam kemasan di Jatim masih menjanjikan kendati persaingannya cukup ketat,” katanya di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Senin (2/7). Keyakinan ini, ujarnya, juga didasari oleh tumbuh dan berkembangnya produsen air mineral di provinsi tersebut. Selain itu jika mendatangkan bahan baku dari Bogor biayanya relatif mahal. Namun begitu, pihaknya enggan menyebut darimana sumber air yang akan dikelola di Banyuwangi tersebut.

Juru Bicara Perum Perhutani, Susetiyaningsih, mengatakan produksi air minum. di Pegunungan Cikeas Bogor dimulai Perhutani sejak 1993 dan ditopang debit mata air sebesar 36 liter per detik bersumber dari 29 sumber air permukaan. “Sejak 2011 kami sudah melakukan ekspor air minum kemasan ke Jepang.”

Pada 2012, lanjutnya, Perhutani menargetkan kapasitas ekspor meningkat menjadi 4 juta liter dari sebelumnya 2 juta liter. Dia mengklaim air minum kemasan produksi Perhutani tersebut telah memenuhi standar kesehatan karena proses produksinya melalui tujuh tahapan sterilisasi. Selain Jepang, ungkapnya, sejumlah negara di Eropa dan Amerika juga tertarik untuk mengimpor air mineral produksi Perum Perhutani tersebut.

Diversifikasi Usaha
Saat ini, Perum Perhutani melakukan diversifikasi usaha dengan tidak hanya menjual pohon dan hasil pengolahan hutan, melainkan juga mulai mengembangkan bisnis lain termasuk produksi air mineral, ekowisata, produk makanan dan minuman sehat, hingga produksi energi baru terbarukan seperti mikrohidro, serta pengelolaan wisata alam.

Khusus untuk wisata alam tersebut, lanjutnya, terdapat 122 tujuan wisata di Jawa dan Madura. Selain itu, Perum Perhutani juga menangkarkan aneka jenis flora dan fauna. “Termasuk aneka satwa dilindungi seperti buaya, rusa, dan monyet. Penangkaran tersebut dilakukan untuk kebutuhan penelitian,” katanya. Dalam upaya melestarikan hutan, Perum Perhutani juga menggandeng Pesantren untuk mewujudkdn hutan lestari dalam pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). (k25)

BISNIS INDONESIA :: Selasa, 3 Juli 2012 HaL. i.1

]]>
Yang Diunggulkan Dibiarkan Tertatih-tatih https://stg.eppid.perhutani.id/yang-diunggulkan-dibiarkan-tertatih-tatih/ Mon, 02 Apr 2012 03:16:30 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3958 Berbagai upaya mengatasi tantangan pemenuhan kebutuhan energi, pangan, dan pelestarian lingkungan, telah digenjot semua pihak termasuk berbagai program penunjangnya. Sosialisasi pembudidayaan sejumlah tanaman bernilai tambah pun dilakukan oleh pemerintah selaku pencetus awal program. Hanya, belum semua program ditunjang kebijakan pengembangan industri secara terintegrasi hulu sampai hilir. Padahal hasilnya dapat sekaligus memenuhiketahanan lingkungan hidup, ketahanan energi, serta ketahanan pangan, sekaligus pernberdayaan masyarakat.

Peluang mengatasi persoalan sebenarnya sudah ada di Jawa Barat dan Banten sejak tahun 2008, banyak terdapat pohon MPTS (multipurpose tree species) dapat mendatangkan hasil serba menguntungkan. Adalah pohon-pohon pohon kemiri sunan, nyamplung, kosambi, dan sorgum, yang jika dikelola baik dan terencana mampu menjadi pemasok menguntungkan bersifat terbarukan.

Pangsa pasar potensial pengusahaan tanaman-tanaman serbaguna tersebut, di antara muncul sebagai pasokan bahan bakar nabati (BBN) atau disebut biofuel. Apalagi pemerintah sejak tahun 2006, sempat menyosialisasikan penggunaan bahan baku nabati, dengan mengampanyekan pembudidayaan beberapa tanaman potensial sumber bahan baku. Dasar hukumnya, Inpres No.1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN, Perpres NO.5 Tahun 2006 tentang Energi Nasional, dan SK Dirjen Migas No. 3674 dan 3675 Tahun 2006 tentang Penambahan Biofue1 ke BBM 10%.

Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Juli 2006 mengatakan, tujuan pertama pengembangan BBN adalah keamanan pasokan energi, menciptakan lapangan kerja di pedesaan sehingga kemiskinan berkurang, dan penghematan devisa impor BBM. Tentang pengusahaan pohon kemiri sunan dan nyamplung, di Jabar, saat ini ada sekitar 2.000-an ha lahan sparadis. Baik yang ditanam atau tumbuh sendiri, berpopulasi lebih dari 100 ribu pohon dimana sebagian sudah menghasilkan pada tahun 2012 ini. Namun keberadaan pohon-pohon kemiri sunan dan nyamplung tersebut tengah menunggu konsistensi kebijakan pemerintah, mendorong industrialisasi pedesaan berbasis pangan dan energi. Melalui kebijakannya, pemerintah seharusnya turut berperan mempercepat pembangunan ketahanan dan kedaulatan sumber pangan serta energi.

Harapan besar di antaranya mengatasi ketergantungan terhadap minyak bumi, karena semakin tingginya kebutuhan pemenuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Paling tidak, mencoba meredam gejolak setiap kali pemerintah berencana menaikkan harga BBM, seperti yang terjadi baru-baru ini. Secara alami papulasi pohon kemiri sunan dan nyamplung banyak terdapat pada lahan-lahan kritis, daerah aliran sungai, maupun pekarangan. Banyak manfaat diperoleh, tanpa harus mengeluarkan biaya ekstra dibandingkan dengan mengusahakan tanaman lain.

Kemiri Sunan
Komoditas pahon kemiri sunan (Aleurites trisperma) aslinya berasal dari Filipina, banyak tumbuh secara alarni di Jawa Barat dan sudah dikembangkan di Kabupaten Sumedang, Kab. Bandung, dan Kab. Garut. Tumbuh sebagai tegakan, tinggi dapat mencapai 15 meter atau lebih, hidup hingga usia di atas 75 tahun.

Kanopi yang rapat dan lebar pada pahon kemiri sunan, mampu menahan tetesan air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah, sehingga bisa mengurangi erosi dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Begitu pula akara tunggangnya, mampu mencegah tanah longsor, mempunyai daun lebat, mampu mengikat karbondioksida, dan menghasilkan oksigen dalam jumlah banyak.

Pebisnis agro asal Bandung, Hendra Natakarmana, selaku pihak yang mengenalkan berbagai manfaat kemiri sunan, mengatakan, potensinya ada pada buah bagian inti biji dan inti cangkang (kulit). Bagian-bagian ini diproses menjadi minyak kemiri sunan dan digunakan sebagai sumber energi alternatif, pengganti solar (biodiesel) melalui proses lanjutan.

Inti dari buah mampu menghasilkan minyak rendemen sebesar 56 persen. Namun untuk mendapatkannya harus diperah terlebih dahulu. Minyaknya berwarna bening, yang komposisinya terdiri dari asam palmitic 10 persen, asam stearic 9 persen, asam oleic 12 persen, asam linoleic 19 persen dan asam aelaeostearic 51 persen (khusus yang ini, ada kandungan racun pada minyak).

Disebutkan, minyak kemiri sunan hasil perahan diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Selain itu, digunakan pula produk industri, misalnya membuat pemis, cat, sabun, linoleum, minyak kain, resin, kulit sintetis, pelumas, kanvas rem, dan campuran pada pembersih/pengilap. Juga digunakan sebagai bahan pembuat pelindung kontainer makanan dan obat-obatan, melapisi/rnelindungi permukaan kawat dan logam lain seperti pada radio, radar, telepon, serta perlengkapan telegraf. Sisa ekstraksi berupa bungkil, mengandung 6 persen nitrogen, patasium (1,7 persen), fosfor (5 persen). Bungkil juga dapat diolah lebih lanjut menjadi biogas, di mana 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas atau setara dengan 1 liter minyak tanah.

Menurut Hendra, jika diasumsikan produktivitas/pohon pada usia di atas tujuh tahun mencapai 300 kg biji kering/tahun, setiap rumah tangga mampu mencukupi sendiri kebutuhan biogas/tahun hanya dengan menanam 15 pahon kemiri sunan. Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah, sehingga penjarahan hutan untuk kayu bakar dapat ditekan.

Untuk usaha pertanian, limbah bungkil sisa biogas kemiri sunan dapat digunakan sebagai pupuk dengan perbandingan 1 ha tanaman padi dibutuhkan pupuk urea sebesar 150 kg (kandungan N 45 persen). Jika diasumsikan dalam 1 kg bungkil limbah biogas mengandung N sebanyak 6 persen, maka per ha diperlukan sekitar 7,2 ton bungkil limbah biogas.

Hendra menjelaskan, karena karakteristiknya itu, jika terdapat populasi secara banyak, pohon kemiri sunan dapat memunculkan manfaat berantai. Selain rehabilitasi lahan kritis, juga sebagai bahan bakar altematif yang harus didukung Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui diversifikasi dan konservasi energi. ”Minyak kemiri sunan selaku bahan bakar nabati sebenarnya tak lebih irit dibandingkan dengan solar. Namun tetap ada daya tarik bagi konsumen jika diproduksi secara besar, yaitu harganya lebih murah apalagi ramah lingkungan,” ujarnya,

Namun dalam pembudidayaan, ia menyarankan sebaiknya tetap dipertahankan sebagai tanaman pohon secara efek berantai populasi sporadis oleh masyarakat. Ini lebih berdasarkan memotivasi masyarakat, terutama mengisi lokasi-lokasi kawasan kritis, peneduh lingkungan, pekarangan, daerah aliran sungai dll., sebaiknya diarahkan sebagai agroforestry.

Meskipun demikian, katanya, potensi pasokan biodiesel berbahan kemiri ini tetap akan sangat besar dengan jumlah dapat mencapai sekitar 10 miliar pohon. Soalnya, pohon kemiri sunan dapat ditanam pada seluruh lahan kritis, hutan, serta pengisi lahan kurang produktif di Indonesia. Hendra menilai, sejauh ini upaya pembudidayaan maupun produksi minyak nabati biodiesel, pupuk, biogas, dll, dari pohon kemiri sunan, cenderung belum diperhatikan pemerintah.

Ada kesan, pemerintah lebih tergiring menyosialisasikan komoditas lain, dimana nilai ekonomisnya justru masih di bawah. Hendra mencontohkan, pemah ditolak oleh Pusat Penelitian Perkebunan Kementerian Pertanian. Dengan alasan lembaga tak ada dana, ia terpaksa mengeluarkan biaya sendiri untuk melakukan uji laboratorium.

Nyamplung
Sementara itu biji pohon nyamplung, menurut Kasi Tanaman Biro Rehabilitasi Usaha Pengembangan Hutan Rakyat (RUPHR) Perum Perhutani unit III, Asep Surahman, sangat banyak di Pulau Jawa. Apalagi di Jawa Tengah sudah dilakukan uji coba penggunaan untuk bahan bakar mobil, bahkan di Kabupaten Purworejo sudah siap memproduksi 6.000-an liter.

Sumber bahan bakunya memang sudah disiapkan di lahan Perum Perhutani, yang tinggal ditingkatkan populasinya jika pengembangan produksi bahan bakar biodiesel nabati ditunjang kebijakan pemerintah. Apalagi, penggunaan biodiesel dari minyak nyamplung, sudah umum digunakan masyarakat, baik di Jateng bahkan kini pada sebagian wilayah di Jabar.

Khusus biodiesel nabati berbahan baku minyak kemiri sunan maupun nyamplung, menurut Hendra dan Asep, sebenarnya merniliki pasar sangat potensial untuk berbagai sektor. Secara adaptasi mesin, relatif tak masalah, karena lebih diperlukan kontinuitas pasokan industri dengan memerlukan kelancaran pasokan dari pembudidayaan.

Mereka mencontohkan dari sektor perikanan laut, yang belakangan ini banyak kekhawatiran banyak kapal nelayan terpaksa tak melaut. Rencana pemerintah mengurangi pasokan solar bersubsidi untuk bahan bakar kapal nelayan, dapat diganti bahan bakar nabati dari minyak kemiri sunan atau nyamplung.

”Memang tak mudah menjadikan kemiri sunan dan nyamplung sebagai salah satu tanaman rehabilitasi lahan kritis sekaligus sumber penghasil minyak bahan bakar terbarukan. Namun untuk menjamin ketersediaan bibit pohon, bahan baku, produksi minyak secara kontinu, dibutuhkan pemilihan sistem yang tepat dan terarah dari pemerintah,” kata Hendra. (Kodar Solihat/”PR”) ***

Pikiran Rakyat :: 2 April 2012, Hal. 25

]]>
Jumlah Produksi Akan Ditingkatkan https://stg.eppid.perhutani.id/jumlah-produksi-akan-ditingkatkan/ Mon, 02 Apr 2012 01:24:59 +0000 http://perhutani.co.id/?p=4064 Produksi biodiesel nyamplung Purworejo tergolong sudah bisa dipertanggungjawabkan untuk pemakaian secara umum. Sehubungan itu, jumlah produksinya akan ditingkatkan dari 200 liter/ hari menjadi 400 liter/ hari. Usai uji coba awal Maret lalu, petugas Puslitbang Kementerian Kehutanan dan dari ESDM (energi sumber daya mineral) Pusat menyempatkan mengevaluasi ke Purworejo. Beberapa waktu kemudian, petugas dari Purworejo diundang ke Jakarta untuk pemaparan biodisel nyamplung.

Kabid Kehutanan pada Dinas Pertanian dan Kehutanan Purworejo, Ir Argo Prasetyo menuturkan, upaya meningkatkan kapasitas produksi akan dilakukan melalui revitalisasi mesin. Karena peralatan yang dimiliki masih perlu peningkatan kualitas. Menurut rencana akan dilakukan penggantian vacum drying untuk menghilangkan kandungan air.

Saat ini, alat tersebut terbuat dari pelat besi akan diganti dengan stainles. Kecuali itu akan mengupayakan pemasangan listrik untuk menggerak mesin. Selama ini menggunakan generator set (genset). Dengan menggunakan listrik diharapkan produksinya lebih cepat dan hemat biaya. Ir. Argo Prasetyo menuturkan, produksi biodisel nyamplung itu bermula ketika akhir 2009 Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menghibahkan alat pengolah biofuell seharga Rp 650 juta kepada LMDH Wana Lestari, Desa Patutrejo, Grabag, Purworejo. Semula peralatan tersebut hanya untuk sarana penelitian.

Tetapi, bersamaan dengan itu Dirjen RLPS (rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial) melalui SK Nomor 22/VBPS/2010 menunjuk Pemda Purworejo menjadi klaster unggulan nasional bidang HHBK (hasil hutan bukan kayu) untuk komoditas nyamplung. Selain itu ditunjuk sebagai demplot desa mandiri energi. Hingga akhirnya dipikirkan bagaimana cara menghidupkan pabrik biodisel berbahan baku nyamplung.

Tiga Bulan
Ketika itu, pabrik hanya mampu berproduksi selama tiga bulan. Hingga akhirnya digandenglah CV Cahaya Khatulistiwa, Bantul (DIY), untuk penyempurnaan teknis, serta LSM Relung, Yogyakarta, untuk penataan kelembagaannya. Dengan demikian produksi biodisel itu merupakan hasil kerja sama dengan beberapa pihak, termasuk dengan Perhutani dan LMDH Wana Lestari, Desa Patutrejo.

Dalam usaha tersebut Perhutani sebagai penyedia buah nyamplung. Di wilayah Purworejo tanaman nyamplung milik Perhutani ada 132 ha, dengan jumlah pohon 36.114 buah. Dari jumlah itu sekitar 10 ribu pohon yang siap dipanen. Sisanya baru berumur rata-rata tiga tahun.

Selain itu, tanaman nyamplung milik warga ada sekitar 50 hektare. Saat sekarang tanaman serupa di daerah tetangga juga cukup banyak. Misalnya saja di Kebumen ada sekitar 800 ha usia 5-6 tahun, dan di Cilacap sekitar 900 ha belum siap panen. Tanaman nyamplung bisa dipanen sejak umur 6 tahun hingga 50 tahun. Setiap pohon bisa menghasilkan sekitar 200 kg/panen. Untuk harga beli buah nyamplung dari masyarakat, yang kering dibeli Rp 700-750/kg.

Harga jual biodisel untuk saat sekarang, jelas Ir. Argo, berkisar Rp 8.500 – Rp 9 ribu/liter. Sedangkan harga biokerosin pengganti minyak tanah Rp 6-7 rib/liter. Kalau jumlah produksi meningkat, kemungkinan harga jualnya lebih murah. Menurut Argo, harga solar tanpa subsidi sekitar Rp 9.300/liter. Maka kalau subsidi dicabut harganya lebih mahal dari biodisel nyamplung.

Dikatakan, saat sekarang sudah banyak pesanan biodisel nyamplung. Antara lain dari Puslitbang Kementerian Kehutanan pernah memesan untuk membeli seluruh hasil produksi. Selain itu Bupati Drs H Mahsun Zain M.Ag akan meminta seluruh industri di Purworejo untuk membeli biodisel nyamplung. Kendala yang masih menghadang untuk menjual kepada masyarakat umum. Sebab, harus dijalin kerjasama dengan Pertamina sehingga perlu dibahas bagaimana pemasaran dengan Pertamina.(Eko Priyono-52)

SUARA MERDEKA :: 01 April 2012 Hal. 18

]]>
Biodiesel Harus Lebih Ekonomis https://stg.eppid.perhutani.id/biodiesel-harus-lebih-ekonomis/ Thu, 08 Mar 2012 03:31:57 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3715 Pemerintah harus menjual bahan bakar nabati biodiesel lebih ekonomis untuk bisa mengalihkan penggunaan solar. Harga bahan bakar nabati itu tentunya harus lebih rendah dibandingkan solar. Sebab, pendapatan masyarakat umumnya terbatas sehingga mereka akan melirik biodiesel apabila harganya murah dan bahan bakarnya berkualitas. Sejauh ini, harga resmi solar bersubsidi di pasaran mencapai Rp 4.500/ liter.

”Jika masyarakat disodori pilihan penggunaan bahan bakar dengan harga lebih murah, ini bisa menjadi alternatif bagi mereka. Sebaliknya, bila harga biodiesel tak lebih ekonomis dari solar maka pengalihan bahan bakar tidak bisa berjalan sesuai harapan,” kata anggota Komisi D DPRD Jateng Wahyudin Noor Aly, Rabu (7/3).

Diberitakan kemarin, Gubernur Bibit Waluyo menerima rombongan road test kendaraan mobil berbahan bakar biodiesel nyamplung yang dipimpin Bupati Purworejo Mahsun Zain di kantor gubernuran, Selasa (6/3). Rombongan menggunakan kendaraan bermesin diesel itu melaksanakan perjalanan lintas Jateng-Yogyakarta. Menurut Wahyudin, dengan keterbatasan solar, pemerintah nantinya bisa memberi alternatif lain lewat penggunaan biodiesel. Meskipun demikian, ketersediaan bahan baku berupa pohon nyamplung juga harus melimpah untuk menjaga ketersediaan biodiesel.

Produksi massal untuk satu kilogram nyamplung basah kini harga jualnya Rp 750/ kilogram. Bahan baku itu selanjutnya diolah menjadi bahan bakar nabati. Bila diproduksi massal, anggota Fraksi PAN itu meyakini harga biodiesel tentunya bisa lebih murah lagi.

Sebelumnya, Bibit Waluyo mengimbau kabupaten/kota di Jateng yang berpotensi membudidayakan pohon nyamplung untuk turut serta memberdayakan bahan baku biodiesel tersebut. Tanaman itu kini berkembang di sejumlah daerah, seperti Purworejo dan Karimunjawa.

Perlu diketahui, biodiesel ini merupakan program pemerintah Indonesia dalam menyikapi kelangkaan energi di masa mendatang melalui program Desa Mandiri Energi (DME). Desa ini berdasarkan rencana strategis (renstra) 2009-2014 program DME masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60 persen kebutuhan energinya (listrik dan bahan bakar).

Bahan bakar itu dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumber daya setempat. Dalam renstra terdapat delapan potensi program, salah satunya bahan bakar nabati (BBN) nyamplung sebagai bahan baku biodiesel. Salah satu unit pabrik pengolah BBN terdapat di Desa Patutrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo.

Bupati Purworejo Mahsun Zain menyatakan, pabrik ini merupakan salah satu unit pengolah biodiesel yang mengalami kondisi stagnan sejak berdiri tahun 2009. Menurutnya, kondisi tersebut membuat beberapa stake holders, seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purworejo, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Serayu-Opak-Progo, Perhutani KPH Kedu Selatan, dan CV Cahaya Khatulistiwa Yogyakarta sejak akhir 2011 berinisiatif merevitalisasi kembali mesin produksi pengolah buah nyamplung. Pabrik biodiesel di Desa Patutrejo sebelumnya rata-rata mampu memproduksi bahan bakar tersebut dengan kapasitas 2.600 liter per bulan.

Jika perbaikan mesin produksi dilakukan, maka unit pengolahan minimal dapat memproduksi 6.000 liter per bulan. Dia menjelaskan, satu liter biodiesel membutuhkan rata-rata empat kilogram buah nyamplung kering. Adapun, kebutuhan bahan baku 6.000 liter/bulan adalah 24 ton buah nyamplung kering per bulan. “Angka ini masih sangat kecil dibandingkan potensi buah tersebut di Purworejo,” jelasnya. (J17-77)

Suara Merdeka :: 8 Maret 2012, Hal. 10

]]>
Outbond di Hutan Pinus https://stg.eppid.perhutani.id/outbond-di-hutan-pinus/ Sun, 12 Feb 2012 17:44:54 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3530 Tempat wisata yang dikelola Perum Perhutani ini, dibuka sekitar tahun 1980-an. Awalnya, di atas lahan 10 hektar ini diperuntukkan sebagai bumi perkemahan. Baru pada tahun 2010, dikembangkan dengan ditambah wahana petualangan untuk outbond, jungle track, paintball, ATP, dan olahraga berkuda.

Disediakan pula 17 cottage dengan 1 hingga 12 kamar plus fasilitas meeting. Ke depan tempat ini akan dijadikan kawasan terpadu dengan menambahkan food court. Di kaki Gunung Tangkupan Perahu, seluruh kegiatan outbond benar-benar dilakukan di hutan pinus alami. Inilah yang menjadi kelebihan Cikole Resort & Adventure Park dibandingkan dengan lokasi sejenis. Selain mudah dijangkau karena Cuma berjarak 28 km dari kota Bandung hanya perlu waktu setengah jam kawasan ini juga sangat strategis karena berdekatan dengan objek wisata lain seperti Tangkupan Perahu dan Sariater.

Anda juga bisa mengunjungi Air terjun (Curug) Cimahi yang jaraknya 15 menit dari tempat ini. Di Curug ini, kita bisa bertemu sekitar 200 ekor monyet ekor panjang. Tak perlu takut, karena monyet di sekitar curug Cimahi ini terkenal jinak alias tidak suka menyerang seperti di tempat-tempat lain.

Sekitar 7 km dari sini juga bisa menjumpai Curug Cibareubey yang sering dikunjungi oleh wisatawan manca negara. Sebelum mencapai air terjun setinggi 100 meter ini, dalam perjalanan Anda akan disuguhi pemandangan hutan pinus, kebun kopi, sungai bambu dan juga bentangan sawah milik penduduk setempat. Airnya yang bening dan tempatnya yang sejak dijamin bisa membasuh semua lelah selama perjalanan.

Majalah BUMN TRACK :: No. 55 TAHUN VI, FEBRUARI 2012, Hal. 118-121

]]>
Perhutani Cianjur Dukung Pembangunan Pembangkit Listrik Hidro https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-cianjur-dukung-pembangunan-pembangkit-listrik-hidro/ Fri, 20 Jan 2012 03:22:39 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3334 Adanya rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan Pumped Storage, di antara wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, oleh pihak PT PLN (Persero) Unit induk Pembangunan pembangkit Hidro Jawa Bali. Membuat sebagian kawasan hutan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur terendam.

Menurut Administratur KPH Cianjur Hezlisyah Siregar, melalui Edi Sukmawan selaku Kaur Hugra, saat dikonfirmasi Pelita Kamis (19/1) kemarin, membenarkan hal tersebut. Bahwa memang benar ada sebagian kawasan hutan milik Perum Perhutani, yang selama ini untuk pengelolaannya masuk kedalam wilayah KPH Cianjur akan terkena genangan air. Bila nantinya PLTA sudah dibangun.

“Kaitannya dengan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Hidro Jawa Bali, Perhutani KPH Cianjur siap membantu dan mendukung pelaksanaan, sepanjang proses tukar menukar tanah pengganti dari PT. PLN-nya tidak bermasalah dan harus clear and clean, tidak dalam sengketa,” terang Edi.

Masih menurut dirinya pula, kawasan hutan yang dikukuhkan dan di inventarisasi tegakan, seluas kurang lebih 382.21 hektar. Di wilayah BKPH Ciranjang Selatan dan BKPH Sukanagara Utara. (ck-55)

PELITA :: 20 Januari 2012, Hal. 12

]]>
Perhutani : Kembangkan Biofuel dari Biji Kesambi https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-kembangkan-biofuel-dari-biji-kesambi/ Wed, 05 Oct 2011 03:38:15 +0000 http://perhutani.co.id/?p=1928 Perum Perhutani siap mengembangkan sumber energi organik (biofuel) yang berasal dari biji kesambi.  Hal tersebut terungkap dalam acara penandatanganan MoU Pengolahan Buah/Biji Kesambi antara Perum Perhutani dengan PT. J Cool Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2011 di Kantor Pusat Perum Perhutani, Jakarta.  MoU ditandatangani langsung oleh Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto dan Presiden Direktur PT J Cool Indonesia, Akihiko Morita.
Melalui kerjasama ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengembangkan teknologi dan industri pengolahan biji kesambi menjadi biofuel.  Kerjasama ini juga ditujukan untuk mensukseskan kampanye global “go green” yaitu dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif non fosil.
Kesambi (Schleichera oleosa), selama ini banyak ditanam di hutan jati sebagai tanaman pengisi.   Selain itu di beberapa lokasi, seperti Probolinggo, Perhutani mengembangkan Kesambi untuk memproduksi lak.

]]>
Keseriusan Melahirkan Kepercayaan https://stg.eppid.perhutani.id/keseriusan-melahirkan-kepercayaan/ Thu, 29 Sep 2011 08:51:05 +0000 http://perhutani.co.id/?p=1873 Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, total luas kawasan kehutanan di provinsi ini tak kurang dari 800.000 hektare. Dari jumlah tersebut, 200.000 hektare dikelola oleh Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya  Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan. Sementara itu, 600.000 hektare merupakan kawasan hutan lindung dan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit  III.
Sobirin Supardiyono, anggota Dewan Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan Tatar Sunda (DPLKTS), mengungkapkan bahwa dari ketiga kelompok tersebut, kawasan hutan taman nasional dan konservasi berada pada lokasi paling tinggi pada suatu wilayah pegunungan. Sementara itu, hutan lindung dan produksi berada di lokasi paling bawah dalam suatu kawasan. Kedua jenis hutan itu berada dalam zona yang sama dengan perkebunan.
Karena lokasinya itulah, kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan perkebunan rentan terhadap gangguan keamanan dan kerusakan lingkungan. Efeknya pun paling langsung terasa bagi kemampuan pasokan air, situasi sosial-lingkungan, berkurangnya sumber perekonomian, dan sebagainya. ”Belakangan, setelah pemulihan hutan lindung dan produksi agresif dilakukan dengan mengusung falsafah ngajaga lembur manfaatnya mulai terasa. Masyarakat pun mulai sadar. Paling tidak, perubahan iklim global yang terjadi coba ‘diakali’ dengan menciptakan kembali iklim-iklim mikro hutan yang bermanfaat bagi sekitamya,” katanya.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Oo Sutisna  melontarkan apresiasi terhadap kelestarian dan terjaganya keamanan hutan di berbagai wilayah Jabar, Ia mencontohkan, di selatan Jabar, sejumlah petani sangat berterima kasih atas  adanya kepedulian dan keseriusan  berbagai pihak dalam perlindungan dan  pelestarian hutan.
Oo juga mengaitkan dengan ketahanan pangan di pedesaan dekat hutan yang dalam dua tahun terakhir relatif terjaga, Sejak pulihnya pasokan air dari kawasan hutan, belum diperoleh kabar adanya kondisi rawan daya beli atau krisis cadangan beras pada musim kemarau tahun 2011 ini. “Soalnya, di sana terdapat lebih banyak lahan yang dimungkinkan untuk ditanami padi. Saya berharap agar masyarakat ikut menjaga kelestarian dan keamanan hutan di sekitar mereka karena manfaatnya kini begitu terasa,” ujarnya.
**
Wahyu, Ketua Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Kemitraan (GP3K), menyebutkan bahwa Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga memercayakan sebagian pengusahaan padi, palawija, dan sebagainya di kawasan kehutanan lindung. Hal itu dilakukan secara kemitraan berdasarkan perhitungan jumlah cadangan air yang masih memadai. Walau efek kemarau masih terasa, penanaman padi dan palawija dilakukan pada akhir tahun. Soalnya, pemanfaatan sela di antara tegakan pokok sejumlah kawasan hutan lindung dan produksi sudah memungkinkan.
Sementara itu, pengaruh timbal-balik, berkaitan dengan kelestarian dan keamanan hutan-hutan lindung dan produksi di Jabar, kini mulai dirasakan manfaatnya. Tak sekadar menjaga pasokan air, tetapi juga muncul kepercayaan dan peluang bisnis lain yang, tentu saja, menguntungkan pengelola ataupun masyarakat yang terlibat.
Kepercayaan sudah muncul dari pihak luar, misalnya Jepang dan Taiwan yang meminati produk-produk dari hutan Jawa Barat, khususnya yang dikelola oleh Perhutani. Pada akhir tahun 2011 ini, mereka memesan banyak ragam produk, diantaranya kopi, air minum dalam kemasan, dan kayu-kayuan.
Pebisnis agro asal Jepang, Katsuhito Sagawa, mengatakan bahwa negaranya berani berbisnis produk-produk hutan Jawa Barat karena melihat perkembangan kawasan-kawasan hutan Jabar terus dipulihkan. Ia menilai, upaya-upaya pelestarian dan pengamanan hutan negara di Jabar tergolong paling serius di kawasan Asia, apalagi adanya dukungan banyak pihak.
Ia mencontohkan, di antara hasil nyata yang terlihat adalah kualitas dan volume air dari KPH Bogor memenuhi persyaratan di Jepang, baik kualitas kontinuitas pasokan. Terjaganya kelestarian hutan di Kab. Bogor, temyata mampu menstabilkan pasokan air dan sumber pertanian bagi masyarakat sekitar Jakarta. “Jika kondisi hutan di Jabar terutama sumber-sumber air rusak dan terganggu, kepercayaan pihak luar terhadap pembukaan bisnis berbasis lingkungan akan minim, Melihat perkembangan terakhir, motivasi pelestarian dan pengamanan hutan di Jabar membuat kami percaya terhadap produknya,” kata Sagawa.
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal           : Selasa, 27 September 2011, Hal. 25
Penulis            : Kodar Solihat
TONE               : POSITIVE

]]>