curugjenggala – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Thu, 30 Mar 2017 01:58:40 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png curugjenggala – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Wisata Plus Lestarikan Hutan https://stg.eppid.perhutani.id/wisata-plus-lestarikan-hutan/ Thu, 30 Mar 2017 01:58:40 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46055 KOMPAS (30/3/2017) | Bersepatu bot warna hijau tua, mengenakan celana panjang penuh saku serta tas pinggang, Purnomo (40) berjalan meniti jalur bebatuan sambil membawa parang. Kaus oblong warna merahnya basah oleh keringat. Dia baru saja selesai kerja bakti bersama beberapa warga desa memperbaiki pipa saluran air bersih di tepi sungai.

Kerja bakti dan gotong royong warga Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itulah yang kini mengubah wajah lingkungan, sosial, dan ekonomi desa. Melalui proses panjang sejak 2008, Pumomo yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita Desa Ketenger perlahan mengajak warga menggali potensi religi dan budaya. Warga juga diajak mengangkat keindahan alam desanya, terutama dengan wisata alam Curug Jenggala

Desa Ketenger di lereng Gunung Slamet sisi timur dikaruniai pemandangan alam yang lengkap. Perbukitan dengan pohon-pohon pinus dan hutan yang rimbun memberikan kesejukan udara. Hamparan sawah warga berjejer membentuk teras-teras bertindak yang rapi Air sungai yang bening dan deras mengalir dari air terjun menyusun bebatuan.

Sejumlah situs sejarah, seperti situs Lemah Wangi Batur Lurnpang atau Padepokan Galuh Purba dan situs Batur Semende juga ada di sana Untuk menjaga kearifan lokal, setiap dua tahun sekali ada ritual baritan. Dalam ritual itu, warga yang memiliki hewan peliharaan menari bersama penari lengger untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.

Kemudian, pada 2015-2016, Purnomo bersama sejumlah warga desa berinisiatif memanfaatkan aliran air terjun dengan ketinggian sekitar 15 meter, yang merupakan pertemuan antara Sungai Banjaran dan Sungai Mertelu, sebagai obyek wisata.

Didukung Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur dengan modal untuk membangun jembatan dan “dek cinta”, yaitu papan berbentuk hati untuk wisatawan berswafoto, Pumomo mengajak warga bergotong royong menata lokasi sekitar 0,25 hektar agar dapat menarik wisatawan. “Awalnya hanya empat orang yang membantu, tapi kemudian bertambah jadi 28 orang, lalu sekarang sedikitnya ada 50 orang yang terlibat mengelola wisata ini,” kata Pumomo, Rabu (22/3).

Warga desa butuh waktu sekitar dua minggu untuk membangun jembatan, membuat jalan setapak sepanjang 500 meter dengan ratusan anaktangga dari tanah yang ditahan bambu, membangun gapura selamat datang, serta membersihkan pohon rengas dan kemadu yang bisa mengakibatkan gatal pada kulit “Ada sekitar 10 pohon rengas dan kemadu yang kami tebang, tapi kemudian kami menanam 500 bibit pohon nagasari, tembagan, dan klengsar yang merupakan tanaman endemik di lereng Gunung Slamet,” kata Pumomo.

Masyarakat sejahtera

Kendati ada cemoohan dari beberapa warga yang meragukan usaha mengelola wisata Curug Jenggala, Pumomo tetap meneruskan membangun tempat itu. Dengan misi hutan lestari masyarakat sejahtera. Pumomo yakin manfaat wisata alam itu bisa dirasakan bagi semua warga di desa itu.

Melalui promosi di media sosial, Curug Jenggala yang baru dibuka pada Oktober 2016 mampu mendongkrak pengunjung secara drastis. Kalau biasanya pengunjung sekitar 2.000 orang per bulan, kini jumlahnya bisa mencapai 10.000-13.000 orang per bulan. Pemasukan dari wisatawan mencapai Rp 50 juta-Rp 67 juta per bulan. “Saat ini sedikitnya ada sembilan pelataran rumah warga yang dijadikan tempat parkir. Warga yang tadinya berburu burung di hutan ada yang beralih menjadi tukang ojek atau mengurus taman dan ibu-ibu rumah tangga juga membuka warung makanan ringan,” tutur Purnomo yang sehari-hari bekerja sebagai operator pintu jaga air PLTA Ketenger.

Menurut Purnomo, aneka jenis burung yang banyak diburu warga antara lain burung percit, depyu mini, kutilang hijau, dan kanis jenggot Hasil tangkapan itu dijual dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 300.000 per ekor. “Biasanya warga memburu dengan getah atau jaring,” ujarnya

Sejumlah warga mengapresiasi usaha dan kerja keras Purnomo dalam mengelola wisata alam di desanya tersebut.

Joko (45), warga desa yang dulu sering berburu burung di hutan, misalnya, kini turut mengelola lingkungan sekitar tempat wisata curug. “Dulu saat cari burung harus berjalan kaki ke dalam hutan sampai delapan jam dan menginap di hutan. Paling banyak dapat lima burung. Sekarang tidak usah masuk ke dalam hutan, bersih-bersih di sini juga sudah dapat pemasukan,” kata Joko.

Warga lain, Kusno (29), kini menjadi tukang ojek dengan pemasukan Rp 30.000-Rp 50.000 di hari biasa, sedangkan di hari libur bisa mencapai Rp 100.000 – Rp 150.000. Sebelumnya, dia menjadi buruh bangunan dan buruh tani dengan upah Rp 60.000 per hari. “Jadi buruh tenaganya terperas seharian. Sekarang lebih baik,” kata Kusno.

Uang pemasukan dari penjualan tiket ujar Pumomo, dibagi dua bagian, yaitu 40 persen bagi Perhutani sebagai pemilik area hutan dan 60 persen bagi LMDH Gempita Pemasukan bagi LMDH Gempita itu kemudian dibagi-bagi lagi, masing-masing untuk upah tenaga kerja, pengembangan, kas LMDH, kas desa, dana bina lingkungan desa dana bina budaya dan religi, serta untuk dana-dana sosial.

Setidaknya ada 30 pengurus LMDH Gempita yang mengelola tempat wisata itu. Mereka berbagi tugas, antara lain menjaga loket masuk, mengembangkan usaha, dan menjaga keamanan. Pendapatan mereka per bulan berkisar Rp 1 juta – Rp 13 juta. Selain dampak ekonomi, setidaknya 160 keluarga di Dusun Kalipagu juga sudah mulai sadar wisata, antara lain bagaimana menyambut pengunjung dengan ramah serta tidak sembarangan menjemur pakaian dalam di depan rumah.

Selain terlibat aktif dalam mengembangkan wisata dan menjaga hutan di desa. Purnomo pernah mengikuti Semiloka Nasional Hutan Indonesia di Jakarta pada September 2016. Purnomo juga pernah menjadi pembicara pada diskusi publik bertema “Kearifan Masyarakat Lokal Lereng Gunung Slamet dalam Menghadapi Ancaman Bencana” yang digelar Korps Mahasiswa Pecinta Alam FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada 2009.

Purnomo menyampaikan, dek cinta yang dibangun di Curug Jenggala bukan sekadar papan berbentuk hati yang dipakai untuk berswafoto. Fasilitas itu, katanya, juga sebagai pengingat bagi warga dan semua pengunjung tentang semangat handuweni (memiliki). “Dengan semangat handuweni, orang akan ikut mencintai dan menjaga lingkungan serta sesamanya,” ujar Purnomo.

Sumber: Kompas, hal. 16

Tanggal: 30 Maret 2017

]]>
Berswafoto di Curug Jenggala https://stg.eppid.perhutani.id/berswafoto-di-curug-jenggala/ Mon, 27 Mar 2017 01:12:49 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46042 KOMPAS.COM (27/3/2017) | Mendung menggantung di lereng kaki Gunung Slamet. Sepasang muda-mudi menaiki ratusan anak tangga berupa tanah berundak yang ditahan bambu-bambu.
Meski tinggal berjarak 100 meter dari Curug Jenggala, karena hujan lebat turun, mereka pun sabar menanti di sebuah pondok sederhana.
”Penasaran ingin lihat Curug Jenggala yang ramai di media sosial,” kata Melinda (18) yang datang bersama Audy Dwi (19), kekasihnya, Jumat (3/2/2017) siang.
Mereka berasal dari Kabupaten Cilacap dan khusus datang ke wisata alam di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, untuk mengisi waktu liburan kuliah.
”Rabu kemarin sudah sampai di Dusun Kalipagu, tapi keburu hujan deras lalu pulang lagi. Sekarang hampir sampai baru hujan deras,” tutur Audy.
Curug Jenggala berjarak sekitar 17 kilometer dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, dengan waktu tempuh 45 menit hingga 1 jam menggunakan kendaraan bermotor.
Setibanya di Dusun Kalipagu, pengunjung dapat membeli tiket masuk Rp 5.000 per orang. Sekitar 800 meter sebelum curug, karena akses jalan terbatas, kendaraan roda dua harus diparkir di halaman rumah warga dengan ongkos Rp 2.000 per motor.
Dari parkiran, pengunjung dapat berjalan kaki menyusuri jalan bebatuan dan setapak selebar 1 meter di tepi pipa air PLTA Ketenger.
Sambil berjalan, pengunjung dapat menikmati sawah, alam perbukitan, dan hutan alami di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur. Jalan yang terjal dan curam itu dapat ditempuh sekitar 30-45 menit.
Alternatif lain adalah menyewa jasa ojek warga setempat dengan ongkos Rp 10.000 sekali antar hingga kompleks Rumah Jaga Kolam Tando Harian Muntu Sub PLTA Ketenger.
Rumah jaga itu hanya 300 meter sebelum curug. Jadi, pengunjung hanya tinggal berjalan kaki menyusuri bukit dan menyeberangi sungai dengan waktu tempuh 15 menit sebelum tiba di curug.
Dek cinta
Ikon khas wisata alam Curug Jenggala adalah dek cinta yang disusun dari kayu berbentuk waru atau hati. Di dek itu, para pengunjung bisa berswafoto dengan latar belakang empat buah jeram dari air terjun Jenggala.
Bila ingin mendapatkan foto dengan komposisi utuh dek cinta serta pemandangan air terjun, telah disediakan pula sebuah panggung setinggi 1,5 meter di depan dek cinta.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan Gempita Desa Ketenger Purnomo mengatakan, di balik dek cinta ada makna untuk mengingatkan seluruh pengunjung dan warga tentang semangat handuweni atau memiliki.
”Dengan semangat memiliki, orang akan ikut mencintai dan menjaga lingkungan serta sesamanya,” kata Purnomo.
Curug Jenggala kini dikelola warga sekitar. Modal untuk membeli kayu untuk membuat deck cinta dan jembatan disediakan Perhutani, sedangkan warga bergotong royong menata tempat itu. ”Misi yang diangkat adalah hutan lestari, masyarakat sejahtera,” ujar Purnomo.
Setidaknya ada 30 orang yang dilibatkan untuk mengelola tempat wisata itu. Mereka berbagi tugas, antara lain menjaga loket masuk, pengembangan usaha, dan keamanan. Tiap bulan rata-rata pendapatan mereka berkisar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per orang.
”Dari sisi ekonomi, warga mendapatkan pemasukan tambahan. Dari segi sosial, warga mulai sadar bagaimana menyapa pengunjung serta tidak lagi menjemur pakaian dalam di depan rumah,” papar Purnomo.
Dwiyana (21), salah satu petugas loket, bersyukur mendapatkan pekerjaan di kampung halamannya itu setelah selesai SMA.
Sementara Suprapto (43), yang sehari-hari membersihkan lahan, kini mulai jadi tukang ojek. ”Sehari dapat Rp 70.000 sampai Rp 100.000,” kata Suprapto.
Di wilayah itu terdapat pula obyek wisata Curug Penganten, Curug Muntu, Situs Batur Lumpang, dan Bukit Cinta. Namun, dengan dibukanya obyek wisata Curug Jenggala pada 22 Oktober 2016, kata Dwiyana, jumlah pengunjung meningkat.
”Sebelum curug ini dibuka, jumlah kunjungan per bulan tidak sampai 2.000 orang. Setelah dibuka, pengunjung bertambah sampai 10.000 bahkan 13.000 orang per bulan,” kata Dwiyana.
Tokoh masyarakat Dusun Kalipagu, Nur Sanjaya (47), mengatakan, Curug Jenggala ada di pertemuan antara Sungai Banjaran dan Sungai Mertelu.
Di sana juga terdapat Situs Batur Semende yang menjadi penanda tempat pelatihan para prajurit Kerajaan Jenggala pada tahun 1040. ”Di sini para prajurit utama atau para senopati berlatih ilmu keprajuritan dan kanuragan,” kata Nur.
“Air surga”
Menurut Nur, Curug Jenggala diapit dua bukit, yakni Bukit Cipokol dan Bukit Ciangin. Cipokol berarti air pokok, sedangkan ciangin berarti embun. Air yang mengalir di Curug Jenggala, kata Nur, bermakna ”air surga”.
”Air itu memberi kehidupan bagi warga. Itu terbukti dengan tumbuhnya perekonomian seiring pertambahan pengunjung,” ujarnya.
Nur menambahkan, untuk menjaga keharmonisan dan kelestarian alam sekitar, warga ataupun pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan, tidak berbuat mesum, serta menghargai kearifan lokal.
Demi keselamatan, pengunjung dilarang turun dan bermain air di sekitar curug yang tingginya sekitar 15 meter saat hujan dan mendung di bagian hulu karena rawan banjir.
Sayangnya, fasilitas dasar seperti toilet belum dibangun. Selain itu, kualitas jalan terutama 2 km juga masih harus ditingkatkan pemerintah setempat. (MEGANDIKA WICAKSONO)
 
Sumber: kompas.com
Tanggal: 27 Maret 2017

]]>
Kamu Harus Nikmati Tiga Air Terjun Keren di Banyumas Ini https://stg.eppid.perhutani.id/kamu-harus-nikmati-tiga-air-terjun-keren-banyumas/ Wed, 01 Mar 2017 08:37:07 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45581 750x500-kamu-harus-nikmati-tiga-air-terjun-keren-di-banyumas-ini-170228uMERDEKA.COM (28/2/2017) | Kabupaten Banyumas layak disebut sebagai Negeri Beribu Mata Air. Pasalnya, terdapat lebih dari 1.000 mata air besar maupun kecil yang mengalir di wilayah ini.

Sebagian kecil berubah menjadi 209 sungai yang mengalir dari Gunung Slamet dan memecah menjadi ratusan sungai kecil, sungai, ngarai atau jurang dan air terjun. Di antara ratusan air terjun itu, ada tiga curug yang populer di masyarakat, yaitu Curug Gomblang, Curug Jenggala dan Curug Lawang. Ketiganya, wajib dikunjungi saat melepas penat akhir pekan.

Curug Gomblang

Pertama, Curug Gomblang berlokasi di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini bisa dituju dengan perjalanan sekitar 45 menit dari Kota Purwokerto dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 50 meter ini berada di kawasan hutan damar yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur. Pemandangan alam dan vegetasi yang masih rapat membuat pengunjung pasti betah berlama-lama.

Menurut Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, sejak 2015, objek wisata ini mulai dibenahi agar memikat wisatawan.

Sebagian besar pengunjung kerap berselfie dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan. Oleh karena itu, pengelola menyediakan selfie deck, musala, toilet dan tempat kuliner dan gazebo untuk berteduh.

“Sekarang sudah ada layanan antar jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lainnya bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” ujar Sapto, Selasa (28/2).

Di lokasi ini, kata dia, juga disediakan area Camping Ground. Wisatawan yang berminat bisa berkemah dengan memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp 15.000 per orang. Dari arena ini, pengunjung bisa melihat keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak.

Curug Jenggala

Di timur Curug Gomblang terdapat curug ke dua yaitu Curug Jenggala, yang berlokasi di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.

Curug yang bernama asli Tempuan itu juga dilengkapi selfie deck, bedanya fasilitas swafoto ini berbentuk simbol cinta di atas tebing.

Untuk menuju ke air terjun ini membutuhkan sedikit perjuangan. Kendaraan roda dua hanya boleh terparkir di pemukiman warga Dusun Kalipagu, sekitar 3 kilometer dari pintu masuk gerbang Desa Ketenger.

Pengunjung harus menempuh 30 menit dengan berjalan kaki melintasi sawah yang luas juga intalasi gorong-gorong Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ketenger. Tetapi, rasa lelah itu akan terlunasi setelah melihat tiga bagian Curug Jenggala yang jatuh dari ketinggian sekitar 25 meter.

“Tarif untuk pengunjung hanya tiket masuk Rp5.000,” kata Ketua LMDH Desa Ketenger, Purnomo.

Meski masih dalam tahap pengembangan. curug yang dikelola bersama Perum Perhutani KPH Banyumas Timur dan LMDH Ketenger ini selalu ramai dikunjungi setiap akhir pekan.

Curug Lawang

Berbeda dengan dua curug lainnya, Curug Lawang di Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata setempat. Seperti namanya, air terjun ini memiliki bentuk yang unik, karena mirip sebuah gua dengan dinding menyerupai pintu.

Dua buah terjunan air setinggi 25 meter dari balik gua membentuk kolam kecil lalu menjadi aliran Sungai Pelus. Bebatuan besar di sekitar curug menambah cantik lokasi tersebut.

Untuk menempuh tempat ini membutuhkan waktu perjalanan sekitar 30 menit ke arah timur dari pintu gerbang Mandala Wisata Baturraden menunju Desa Karangsalam.

Sesampainya di gerbang desa wisata, hamparan sawah dan ladang menjadi pemandangan yang menarik. Beberapa gubug yang ada di areal persawahan bisa menjadi tempat bertanya para wisatawan yang ingin berpetualang di empat air terjun yang masih asri. (suk)

Sumber: merdeka.com

Tanggal: 28 Februari 2017

]]>
Curug Jenggala, Destinasi Wisata Desa Kalipagu https://stg.eppid.perhutani.id/curug-jenggala-destinasi-wisata-desa-kalipagu/ Fri, 09 Dec 2016 09:04:24 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=43445 31curug-jenggalaSATELITNEWS.CO (9/12/2016) | Bagi Anda yang sudah bosan berwisata ke kota-kota besar dan bosan dengan polusi udara di perkotaan. Bisa datang ke sebuah objek wisata di Baturraden yang berada di Desa Kalipagu, Kecamatan Baturraden. Di desa yang akses jalannya cukup bagus ada sebuah air terjun yang diberi nama Curug Jenggala.
Sekretaris Tim Pengembangan Wisata, KPH Perhutani Wilayah Banyumas Timur, Sugito mengungkapan, lokasi Curug Jenggala berada di lahan milik Perhutani, di mana lokasi tersebut memiliki akses jalan yang cukup baik. Bukan hanya keindahan air terjun dan jernihnya air yang ada di sana, suasana sejuk dan spot-spot menarik untuk berfoto-foto juga ada di Curug Jenggala.
“Curug ini baru diresmikan pada Kamis (10/11, red) lalu. Di sini (Curug Jenggala, red), selain menikmati keindahan alam, dan air terjun yang bagus, juga ada selfie deck berbentuk hati yang sudah kami sediakan untuk pengunjung,” ujar Sugito.
Bagi Anda yang membawa kendaraan sendiri, jangan khawatir, walaupun belum disediakan lahan parkir yang luas, pengunjung bisa memarkirkan kendaraan di pelataran rumah warga. “Dari parkirkan biasanya pengunjung harus menempuh jarak sekitar 45 menit. Jangan khawatir mereka tidak akan merasa bosan karena banyak pemandangan bagus. Tetapi kalau pengunjung ingin membawa kendaraan roda duanya bisa sampai ke DAM Jepang,” kata dia.
Selain Curug Jenggala, pengunjung juga bisa datang ke lokasi Curug Pengantin. Lokasinya berada di atas Curug Jenggala.
Setiap harinya jumlah pengunjung di Curug Jenggala mencapai 100-200 orang. Namun, saat hari-hari libur pengunjung bisa mencapai 600 orang. “Untuk tiket masuk pengunjung, kami hanya menarik sebesar Rp 5 ribu, dan parir Rp 2 ribu. Kalau untuk parkir itu murni dikelola oleh penduduk setempat,” ujar Sugito.
Curug Jenggala merupakan wisata rintisan yang dikembangkan bersama antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat dengan sistem bagi hasil, 40 persen untuk Perhutani dan 60 persen untuk masyarakat.
Dari pantauan SatelitPost, Curug Jenggala menjadi viral di berbagai media sosial. Di mana para pengguna media sosial khususnya yang berdomisili di Banyumas, mulai memamerkan wisata alam di Baturraden tersebut. (san)
 
Sumber : satelitnews.co
Tanggal : 9 Desember 2016

]]>
KPH Banyumas Timur Kembangkan Sejumlah Destinasi https://stg.eppid.perhutani.id/kph-banyumas-timur-kembangkan-sejumlah-destinasi/ Tue, 15 Nov 2016 03:55:54 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42343 28sm15k16bms-034-300x278SUARAMERDEKA.COM (15/11/2016) | Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur mengembangkan sejumlah destinasi wisata alam di wilayah Banyumas Raya.
Objek wisata tersebut dikelola bersama masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ”Sejumlah destinasi yang sudah dibuka antara lain Bukit Pangonan di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Gunung Selok di Cilacap, Watumeja, Curug Gomblang, Curug Cipendok dan yang terakhir dibuka Curug Jenggala di wilayah Banyumas.
Sebentar lagi Curug Tanalum di Purbalingga,” kata Administrator Perum Perhutani KPH Banyumas Timur Wawan Triwibowo saat membuka objek wisata Curug Jenggala, pekan lalu.
Menurut dia, pembukaan destinasi ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Diharapkan, sektor pariwisata menjadi mata pencaharian alternatif.
Sudah Populer
Terkait Curug Jenggala, dia mengapresiasi kalangan pengguna media sosial. Pasalnya, meski belum dibuka, air terjun yang berada di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, ini sudah cukup populer. Di desa tersebut, terdapat sejumlah objek yang menarik. Di antaranya situs purbakala Watu Lumpang, Curug Pengantin dan jalur pendakian Gunung Slamet dari arah Baturraden.
Dia mengharapkan jalur pendakian Gunung Slamet dari arah Baturraden itu bersifat eksklusif atau tidak bersifat massal. Hal ini diakui oleh LMDH Desa Ketenger, Purnomo.
Dalam kurun waktu hampir setahun, air terjun ini sudah dikunjungi lebih dari 3.000 wisatawan Nusantara. ”Kami juga menyediakan selfie deck untuk wahana berfoto bagi pengunjung.
Sekarang pengunjung cukup membayar tiket Rp5.000,” katanya. Purnomo menambahkan, pihaknya akan melengkapi fasilitas di sekitar objek wisata, seperti toliet dan tempat kuliner. Kawasan ini dikelola dengan menggunakan sistem bagi hasil dari pendapatan tiket.
 
Sumber : suaramerdeka.com
Tanggal : 15 November 2016

]]>
Curug Jenggala, Wisata Alam dengan Wahana Selfie Deck https://stg.eppid.perhutani.id/curug-jenggala-wisata-alam-wahana-selfie-deck/ Mon, 14 Nov 2016 03:30:18 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42270 foto-a-curug-jenggalaRADARBANYUMAS.CO.ID (12/11/2016) | Satu lagi wisata alam yang asik untuk santai di akhir pekan, Curug Jenggala. Terletak di Dusun Kalipagu, Kecamatan Baturaden, curug tersebut yang dilengkapi selfie deck itu, tengah menjadi viral di media sosial.
Meski baru diresmikan Kamis (10/11) kemarin, ratusan pengunjung memadati tempat wisata di lahan milik Perhutani itu. Lokasi Curug Jenggala sendiri tidak jauh dari Curug Pengantin, tepatnya berada di bawah jalan menuju Curug Pengantin. Jika Anda pernah ke Curug Pengantin, sebenarnya Anda juga pernah melewati Curug Jenggala.
“Kalau bawa kendaraan bisa parkir di rumah warga. Dari parkiran jalan kaki ke lokasi sekitar 45 menit. Tetapi kalau berani, pengunjung bisa membawa kendaraan motornya sampai ke DAM Jepang,” kata Sekretaris Tim Pengembangan Wisata, KPH Perhutani Wilayah Banyumas Timur, Sugito, Jumat (11/11).
Curug Jenggala menyuguhkan keindahan alam yang cukup menarik. Di sana para pengunjung bisa menikmati kesejukan udara pegunungan dan suara gemuruh air terjun. Bahkan pengunjung juga bisa bermain air dan berfoto bersama keluarga, saudara atau teman dekat di wahana selfie deck berbentuk hati yang telah disediakan.
“Yang menarik di sana, kami menyediakan selfie deck berbentuk hati, dimana para pengunjung bisa berfoto di tempat itu dengan background curug. Mereka juga bisa menikmati udara segar pegunungan sambil mendengarkan suara gemuruh air terjun,” kata dia.
Jumlah pengunjung pada hari biasa mencapai sekitar 100-200 orang. Sementara saat weekend mencapai 600 orang. Sedangkan untuk tiket masuk, pengunjung hanya dikenakan tarif masuk kawasan wisata Kalipagu sebesar Rp 5 ribu, dan tarif parkir Rp 2 ribu.
“Tetapi untuk parkir murni dikelola oleh penduduk setempat. Karena warga setempat dirumah membuka lokasi parkir,” katanya.
Curug Jenggala merupakan wisata rintisan yang dikembangkan bersama antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat dengan sistem bagi hasil, 40 % untuk Perhutani dan 60% untuk masyarakat.
“Meski bagi hasil, untuk pembangunan dan fasilitas kami juga terus mensuport. Seperti kemarin petugas dibuatkan baju seragam. Jadi kami tidak hanya mengambil hasilnya saja, tetapi ikut bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengembangannya,” ungkapnya.
Sumber : radarbanyumas.co.id
Tanggal : 12 November 2016

]]>