Getah Pinus – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Sun, 20 Nov 2016 00:56:11 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Getah Pinus – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Sekarang Perhutani Bidik Getah Pinus Setelah Produksi Kayu Susut https://stg.eppid.perhutani.id/sekarang-perhutani-bidik-getah-pinus-produksi-kayu-susut/ Sun, 20 Nov 2016 00:56:11 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42714 getah-pinus_20161121_125137BANJARMASINPOST.CO.ID (20/11/2016) | Perum Perhutani mulai melirik bisnis non kayu sebagai tumpuan pendapatan ke depan. Upaya ini sebagai siasat atas tren penurunan produksi kayu.Sekretaris Perusahaan Perum Perhutani John Novarly menjelaskan, produksi kayu Perhutani terus menurun akibat makin kencangnya isu kelestarian lingkungan. Apalagi, pasar kayu internasional sangat kritis terhadap kayu hasil produksi Indonesia.

Situasi ini diperkirakan John bakal terus berlangsung dalam jangka panjang sehingga produksi kayu pun akan makin tergerus di masa mendatang. Makanya, sebagai alternatif, Perhutani akan menyusutkan produksi kayu secara bertahap.

Sebagai gambaran, pada kuartal III-2016, produksi kayu perusahaan ini sebesar 577.000 meter kubik, turun 27% dibandingkan produksi kuartal III-2015 yang mencapai 791.000 meter kubik.

Bahkan, penurunan tahun ini bakal terasa semakin besar yakni sebesar 37% jika dibandingkan dengan produksi kuartal III-2014 yang mencapai 920.000 meter kubik. “Penurunan produksi ini berbanding lurus dengan pasar kayu yang tengah mengalami kelesuan,” ujar John kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Sekedar informasi, kebanyakan kayu bulat yang dihasilkan Perhutani dipasarkan ke dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan industri kayu olahan di Jawa Tengah. Adapun, produk kayu olahan berupa mebel dan furnitur langsung diekspor.

John menyebut dengan lesunya pasar dan penurunan produksi, maka sulit rasanya bisa merealisasikan target penjualan kayu tahun ini yang ditargetkan sebesar Rp 2,5 triliun. Mulai tahun depan, Perhutani tengah berancang-ancang untuk masuk dalam bisnis olahan getah pinus.

Produk itu menjadi pilihan karena memiliki banyak peminat. “Olahan getah pinus merupakan bahan baku industri ban, makanan, dan kertas,” ujarnya. Untuk menunjukkan keseriusan di bisnis barunya, perusahaan ini menyiapkan dana Rp 208,7 miliar untuk pembangunan pabrik olahan getah pinus ini.

Sumber : Tribunnews.com
Tanggal : 21 November 2016

]]>
Perhutani Pangkas Ekspor untuk Jaga Harga Produk Getah Pinus https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-pangkas-ekspor-jaga-harga-produk-getah-pinus/ Thu, 03 Mar 2016 07:40:16 +0000 http://perhutani.co.id/?p=34134 Bali, CNN Indonesia — Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengelola hasil hutan, Perum Perhutani akan mengurangi ekspor produk turunan getah pinus berjenis gondorukem (gum rosin) melalui agen-agen penjualan demi menjaga harga gumrosin dunia.

Perusahaan berniat untuk menjual komoditas tersebut secara langsung (direct selling) kepada korporasi pengguna utama produk gum rosin, tanpa melalui agen penjualan.Direktur Utama Perhutani Mustoha Iskandar berharap sistem penjualan langsung ini bisa mengurangi perang mencari konsumen antar agen gum rosin di seluruh Indonesia.

Ia beralasan saat ini persaingan antar agen penjualan gum rosin terbilang sudah tidak sehat lagi.Selama ini satu agen gum rosin menjual ke satu buyer, di situ terjadi perang harga karena masing-masing agen berebut konsumen. Mulai sekarang kami akan atur agen distributor sehingga agen tidak saling berebut buyer dan kami akan lakukan direct selling kepada mitra-mitra kami, jelas Mustoha di Nusa Dua, Bali, Kamis (3/3).

Ia menambahkan, upaya direct selling juga bertujuan untuk meningkatkan hubungan perusahaan dengan pembeli produk Perhutani. Pasalnya, sampai saat ini ada beberapa pelanggan gum rosin ada yang belum berkomunikasi langsung dengan perusahaan.Selain bisa memonitor harga gum rosin, kami bisa bertemu langsung dengan pembeli. Harapannya semoga pelanggan juga bisa dapatkan harga yang lebih murah dibanding beli melalui agen, jelasnya.

Sumber : cnnindonesia.com
Tanggal : 3 Maret 2016

]]>
Tingkatkan Kualitas, Uji Mutu Getah di Hutan https://stg.eppid.perhutani.id/tingkatkan-kualitas-uji-mutu-getah-di-hutan/ Wed, 26 Nov 2014 07:44:52 +0000 http://perhutani.co.id/?p=15737 2014-11-26-pkb-TPG

Dok.Kom-PHT/PKB @2014

PEKALONGAN, PERHUTANI (26/11) | Perhutani Pekalongan Barat dan Perhutani Kesatuan Bisnis Mandiri Gondorukem dan Terpentin I (KBM GT I) Pabrik Getah dan Terpentin (PGT) Winduaji bersama dengan adakan pengujian bersama mutu getah secara manual di Tempat Penimbunan Gerah (TPG) Tambakserang Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tambakserang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bantarkawung.

Pengujian mutu getah ini di lakukan oleh tim penguji Perhutani Pekalongan Barat dan KBM GT I Winduaji, yang terdiri Teguh Pramono ; M. Ali Heriyanto dari Perhutani pekalongan Barat dan Trimo Daryanto dan Supriyono dari KBM GT I dengan disaksikan oleh Kaur Humas Tofikpurwa, dan Penguji Tk II Sail .
Diikuti 5 mandor Sadap/TPG, 2 orang perwakilan penyadap dan beberapa mandor Polter.
Administratur Perhutani Pekalongan Barat, A. Fadjar Agung Susetyo mengatakan bahwa maksud dan tujuan diadakan pengujian mutu getah secara manual ini untuk mengetahui kadar kotoran getah dengan melakukan uji mutu sehingga para mandor sadap atau mandor TPG dan penyadap tahu apa yang harus dilakukan dan untuk memperoleh getah dengan mutu getah baik.
Sementara Penguji Tk I Perhutani Pekalongan Barat, Teguh Pramono menyatakan bahwa Kegiatan uji mutu getah ini akan dilakukan di seluruh BKPH, setelah sebelumnya dilaksanakan di BKPH Salem.” Kata Teguh
Penguji Tk II dari KBM GT I – PGT Winduaji, Trimo Daryanto di dalam pengujian menerangkan, tahapan-tahapan pengujian untuk memperoleh getah kualitas/mutu prima
Dari hasil pengujian getah secara laborat (manual) di BKPH Bantarkawung diketahui dari 5 TPG yang diuji dapat disimpulkan hasil uji baik yakni sesuai standart.

Standart getah dikatakan kualitas 1 (mutu A) jika warna getah putih bening dan kadar kotorannya ? 14 %, kualitas II (mutu B) jika getah berwarna putih sampai keruh kecoklat-coklatan dan kadar kotorannya 14 < Kadar Air + Kadar Kotoran ? 18%.

Sedangkan untuk memperoleh getah premium diperlukan upaya-upaya perlakuan khusus sejak dari proses awal sadapan oleh penyadap dilapangan, dengan metode sadapan sesuai SOP yang berlaku di Perhutani, dan diperlukan kepedulian dari penyadap, mandor sadap , mandor TPG dan juga KRPH. @Kom-PHT/Pkb/tofikpurwa.

Editor  :  Dadang K Rizal

@copyright 2014

]]>
Kemarau Saat yang Tepat Kejar Target Getah https://stg.eppid.perhutani.id/kemarau-saat-yang-tepat-kejar-target-getah/ Tue, 30 Sep 2014 04:42:18 +0000 http://perhutani.co.id/?p=14123 Kejar Target

Dok.Kom-PHT/Pkb @2014

Slawi – Perhutani (30/9) –  Banyak cara bisa dilakukan untuk mengetahui dan melihat langsung kondisi lapangan, untuk menambah keakraban dan kebersamaan sekaligus membentuk karakter rimbawan Jujur, Peduli, dan Profesional dalam bekerja, salah satunya dengan kegiatan Trabas.

Trabas yang dilakukan Administratur diikuti Waka Adm, Kasi PSDH, Asper, KRPH sampai mandor lapangan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui prestasi kerja sekaligus membangun karakter rimbawan Pekalongan Barat yang Jujur, Peduli, dan Profesional di bidang keamanan, persemaian, tanaman, pemeliharaan, tebangan, dan sadapan.

Belum lama ini Administratur Perum Perhutani Pekalongan Barat, Anton Fadjar Agung bersama tim trabasnya singgah dilokasi sadapan petak 14 RPH Igirklanceng BKPH Paguyangan. Rombongan bertemu dari dekat dua orang penyadap Darmo dan Rukin yang sedang melakukan pembaruan quare dan mandor sadap Nurafid. Ia menyempatkan diri untuk berdiskusi mengenai sadapan serta cara-cara melakukan sadapan yang benar. Disaksikan Waka Haris Setiana, Asper Bumijawa Slamet Rio, Asper Paguyangan Wahyudin dan anggota trabas yang lain.

“ Ini adalah moment yang tepat untuk kejar target, musim kemarau merupakan waktu yang tepat untuk mengejar produksi getah. Masih ada waktu sekitar tiga bulan kedepan untuk memacu produksi, namun harus tetap waspada mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan ayo tingkatkan semangat kerja kita,” kata Anton.

“Dukung kemauan dan greget penyadap yang sudah aktif nyadap, kita harus bisa mempertahankan semangat penyadap dengan mengawal dan menyediakan sarpra sadapannya. Setiap Asper harus menyediakan dana yang cukup untuk membayar getah mereka, jangan sampai tidak bisa membayar getah yang sudah disetorkan penyadap di TPG.” Kata Anton lebih lanjut.

Target produksi getah menurut RKAP 2014 adalah 9.236 ton. Sedangkan target NPS S/D Tri Wulan III sebesar 81% atau 7.481 ton dan realisasi sampai dengan I – September baru 5.093 ton atau 55%, masih kekurangan 2.388 ton (26%). Ini menempatkan KPH Pekalongan Barat Ranking ke 5. (Kom-PHT/Pkb/ Tofik).

Editor  :  Ruddy Purnama

@copyright 2014

]]>
Pinus yang Menggiurkan https://stg.eppid.perhutani.id/pinus-yang-menggiurkan/ Wed, 20 Aug 2014 12:55:16 +0000 http://perhutani.co.id/?p=13453 Keberadaan hutan pinus atau populer disebut hutan cemara, menjadi salah satu ikon di sejumlah kawasan di Jawa Barat. Populasi hutan pinus tersebar di sekitaran Bandung utara dan Bandung Selatan, Sukabumi, Sumedang, Bogor, dll. Di Jawa Barat, keberadaan hutan pinus bukan hanya terdapat di sejumlah kawasan kehutanan, juga terdapat di beberapa unit perkebunan. Pohon-pohon pinus dimanfaatkan dari berbagai aspek kepentingan, mulai dari aspek ekonomi, ekologi, serta wisata alam.

Keberadaan populasi hutan pinus di sebagian wilayah, populasinya berdampingan dengan pohon damar. Dari segi produksi, pohon pinus disadap getahnya sebagai bahan baku gondorakem dan minyak terpentin, sedangkan pohon damar untuk produksi kopal. Populasi hutan pinus terdapat di beberapa unit perkebunan di Jawa Barat. Namun, pohon-pohon pinus lebih ditujukan untuk kawasan hutan cadangan yang biasa disusun secara teknis oleh para pengelola perkebunan.
Dari sisi bisnis, saat ini penyadapan pohon pinus di berbagai kawasan hutan pinus di Jawa Barat terus digenjot. Apalagi, saat ini harga gondorukem dan minyak terpentin di pasar dunia, cukup tinggi. Indonesia sendiri, saat ini kini menjadi produsen utama gondorukem dan minyak terpentin dunia. Tak heran, kegairahan produksi gondorukem dan penyadapan getah pinus, saat ini cukup tinggi. Apalagi bagi masyarakat yang terlibat dalam penyadapan, kondisi ini bisa menambah penghasilan yang cukup tinggi.
Gondorukem merupakan residu atau sisa dari hasil destilasi alias penyulingan getah pinus yang berbentuk padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Faktor utama yang menentukan mutu gondorukem adalah warna, titik lunak, dan kadar kotoran. Menurut informasi Perum Perhutani selaku produsen terbesar gondorukem di Indonesia, penggunaan gondorukem di antaranya untuk bahan perekat warna pada industri percetakan, khususnya tinta dan cat, juga untuk bahan perekat plester, serta campuran perban gigi. Gondorukem juga bisa sebagai campuran perona mata, dipasok untuk industri bulu mata. Begitu pula para pembatik orisinal, rata-rata menggunakan gondorukem sebagai tinta untuk membuat gambar.
Minim tenaga lokal
Pengamat kehutanan di Jawa Barat, Ukin Prawirasutisna, mengatakan, keberadaan pohon-pohon pinus di Jawa Barat akan sangat terasa manakala dikelola jauh lebih baik serta dimanfaatkan secara jeli, termasuk bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan pinus. Upah penyadapan per orang, bisa mencapai Rp 34 juta per bulan.
“Hanya, potensi untuk bisa memperoleh pendapatan tersebut, sejak lama banyak terlewatkan oleh masyarakat lokal sekitar hutan pinus itu sendiri,” ujar Ukin yang juga mantan administratur kehutanan.
la menilai, kondisi ini lebih disebabkan kultur masyarakat lokal yang belum berubah sejak lama. Warga lokal yang bekerja pada sektor pertanian, biasanya hanya bekerja setengah hari. Untuk menutupi kekurangan tenaga kerja penyadap getah pinus, Perhutani sejak lama mendatangkan para penyadap dari Majenang, Jawa Tengah.
Mereka biasanya mau bekerja hingga petang sehingga mereka rata-rata bisa meraup pendapatan lebih dari Rp 4 juta/bulan, di atas upah minimum sektor industri. Menurut Ukin, potensi tenaga kerja lokal yang terampil menyadap getah pinus, sebenarnya terdapat di Leuwiliang dan Kareumbi Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Karena hutan tersebut kini dijadikan hutan konservasi oleh pemerintah, akhirnya para tenaga potensial tersebut sebagian beralih ke hutan lain dan sebagian lagi beralih profesi.
Industri nonkayu
Gondorukem dan minyak terpentin yang dihasilkan getah pinus, termasuk di antara kelompok produk kehutanan nonkayu. Usaha hutan non kayu adalah usaha kehutanan hutan yang tak bersifat tebangan, tetapi lebih kepada pemanfaatan sumber daya dari suatu kawasan.
Namun, secara umum, menurut Sekretaris Eksekutif Sekretariat Nasional Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Agus Setyarso, Pemerintah Indonesia belum serius menggarap potensi nonkayu yang terdapat di hutan-hutan nusantara, padahal nilai ekonominya lebih tinggi daripada kayu.
la membandingkan, pendapatan negara Indonesia dari produk kayu 8 miliar dolar AS/tahun, sedangkan potensi pendapatan dari produk hutan nonkayu mencapai 17 miliar dolar AS/tahun. Bandingkan dengan Tiongkok, pendapatan negara itu yang bersumber dari komoditas nonkayu dari hutan tropis saja mencapai 11 miliar dolar AS per tahun.
“Namun, selama ini pengelolaannya tidak sesederhana mengurus Hak Pengusahaan Hutan atau HPH. Belum lagi kegiatan produksi hutan nonkayu sebagian besar ada di masyarakat dan lokasinya jauh dari jangkauan birokrasi pemerintahan,” ujar Agus, dilansir Antara, pekan lalu.
Hal ini membuat pemerintah sulit menaata produk kreatif nonkayu, termasuk potensi pendapatan dari produk-produk tersebut.
Pada sisi lain, produk nonkayu asal Indonesia ternyata terdapat bahan-bahan yang sangat dibutuhkan industri di luar negeri. Misalnya, Tiongkok yang jika diasumsikan seperempat bagian saja bahan baku produk obat-obatan negara itu yang berasal dari hutan tropis Indonesia, nilainya sudah mencapai 3 miliar dolar AS/tahun.
la juga mencontohkan pendapatan negara dari penjualan kayu dari hutan Papua, satu juta meter kubik senilai 200 juta dolar AS/tahun. Nilainya lebih kecil dibandingkan dengan penjualan getah gaharu dari masyarakat dengan produksi mencapai 80 ton/tahun. Dengan produksi 80 ton getah gaharu dengan asumsi harga 10.000 dolar AS/kg, pendapatan dari produk nonkayu itu mencapai 800 juta dolar AS/tahun.
Menurut dia, pengelolaan hasil hutan nonkayu juga memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan nonkayu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. la mencontohkan KPH di Yogyakarta seluas 16.000 hektare dan seperempat luasannya difokuskan untuk pengembangan tanaman kayu putih, di mana KPH tersebut sudah menghasilkan 10 miliar dolar AS/tahun. (Kodar Solihat/”PR”)
Hutan Pinus di Jabar Perlu Ditata Ulang
Sosok hutan pinus seringkali dijadikan ciri keberadaan suatu kawasan yang sejuk dan nyaman pada suatu wilayah, termasuk di Jawa Barat. Walaupun tak semua keberadaan hutan pinus berada di wilayah perbukitan, juga ada wilayah mendatar dan lebih rendah. Koordinator Dewan Pakar Dewan Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin Supardiyono, mengatakan, secara teknis, keberadaan sebagian hutan pinus di Jawa Barat, perlu dibenahi dan ditata kembali. Hal ini lebih terkait upaya optimalisasi kemampuan menyimpan cadangan air suatu wilayah melalui hutan pinus serta memberikan panduan bagi masyarakat yang melakukan pengasahaan tanaman di hutan melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
la mengatakan, untuk sebagian wilayah, populasi pohon-pohon pinus yang diusahakan secara monokultur, disarankan dapat diarahkan menjadi multikultur. Alasannya, hal ini berlatar belakang bahwa secara teknis keberadaan hutan pinus dapat dioptimalkan secara apik untuk fungsi optimalisasi kawasan resapan air.
Khusus pembudidayaan tumpang sari dengan aneka komoditas yang kini banyak dilakukan melalui PHBM, Sobirin, menyarankan agar tak dilakukan pada kawasan hutan pinus.
Untuk menyimpan air memang bagus, tetapi menurutnya, kurang cocok ditanami komoditas perkebunan jenis konsumsi, terutama tanaman kopi.
la menyebutkan, ada karakteristik pohon pinus yakni banyak mengandung minyak yang berasal dari batang atau daun pohon pinus. Oleh karena itulah, hutan pinus yang kawasannya secara teknis lebih cocok dilakukan tumpangsari, sebaiknya lebih diarahkan kepada aneka komoditas tahunan nonkonsumsi.
Sobirin juga menyarankan, kawasan hutan pinus cocok dikombinasikan dengan pohon kayu yang berfungsi menahan penguapan air, misalnya rasamala, puspa, dan agathis alias damar. Ini terutama di kawasan yang memiliki curah hujan 1.5002.000 mm/tahun, untuk menjaga bahkan meningkatkan kemampuan penyimpanan cadangan air pada kawasan hutan bersangkutan.
Menurut Sobirin, kawasan hutan pinus barulah aman secara monokultur pada suatu wilayah dengan curah hujan minimun 2.000 mm/tahun. Lain halnya untuk wilayah dengan curah hujan lebih tinggi, yaitu minimal 100 mm/hari di kawasan curam seperti di sebagian wilayah Garut, dia mendesak dilakukan pencampuran dengan tanaman lain agar mampu berperan sebagai pencegah banjir bandang atau longsor.
la mencontohkan, negara Fiji menggenjot sektor pariwisata dengan cara menciptakan banyak hutan pinus secara monokultur sejak sepuluh tahun lalu. Namun, populasi hutan pinus malahan menjadi bumerang bagi wilayahnya karena Fiji merupakan negara kepulauan kecilkecil dan dataran rendah dikelilingi laut. Keberadaan hutan pinus secara monokultur justru menjadikan daerah ini menjadi tujuan pariwisata yang defisit air.
Berwisata Sambil Menimba Ilmu di Hutan Bongkor
Wisatawan yang mengunjungi Hutan Bongkor melihat pemandangan Kota Bandung dari ketinggian. Hutan Bongkor boleh dikatakan salah satu lokasi hutan pinus yang tergolong lengkap dengan tegakan pokok serta tanaman dan tumbuhan lain secara sinergis.
Potensi hutan pinus yang belakangan ini menjadi daya tarik adalah dari sektor wisata alam. Paling tidak, kawasan Bandung utara dikenal paling banyak terdapat hutan pinus yang menjadi tujuan wisata masyarakat untuk mencari kenyamanan dan kesejukan suasana.
Potensi pengembangan hutan pinus untuk sektor wisata di Bandung utara, dilakukan di kawasan hutan lindung Bongkor, di kawasan Saung Daweung, Arcamanik, kaki Gunung Manglayang Barat, Kota Bandung. Masyarakat mengenal wilayah itu sebagai kawasan Caringin Tilu, dan hanya berjarak 8 km dari Kota Bandung, dengan jalur masuk dari Padasuka, Cicaheum.
Salah satu daya tarik utama adalah melihat alam pemandangan Kota Bandung dari kaki Gunung Manglayang, baik saat siang maupun malam hari. Saat musim hujan pun, banyak pelancong memasuki kawasan Hutan Bongkor untuk mencari suasana sejuk sekaligus suasana khas berkabut.
Dilihat dari sosoknya, Hutan Bongkor boleh dikatakan salah satu lokasi hutan pinus yang tergolong lengkap dengan tegakan pokok serta tanaman dan tumbuhan lain secara sinergis. Misalnya, di Hutan Bongkor terdapat beberapa pohon agathis yang berusia tua, bahkan ada yang berusia ratusan tahun.
Tak heran, Hutan Bongkor memiliki manfaat lain yang dapat diandalkan bagi lingkungan sekitarnya. Terutama, terkait sebagai pengendali sumber air, baik untuk suplai air minum dan produksi pertanian, sekaligus mengurangi risiko ancaman longsor dan banjir.
Sejak sepekan menjelang Lebaran lalu, kawasan Hutan Bongkor tengah dilakukan penataan oleh Perum Perhutani KPH Bandung Utara selaku pengelola. Penataan dilakukan untuk pemanfaatan hutan dengan berbagai aspek, khususnya wisata hutan.
Menurut Administratur KPH Bandung Utara, Wismo Tri Kancono, optimalisasi pengelolaan kawasan Hutan Bongkor untuk wisata, selain bersifat mengembangkan potensi bisnis sekaligus sebagai upaya penataan kawasan hutan pinus yang lebih baik lagi. Misalnya, dari semula banyak dijadikan tempat wisata secara tak tertib, kini dikembangkan menjadi kawasan resmi wisata hutan yang diimbangi penerapan tata tertib.
“Hutan Bongkor sangat bermanfaat untuk dijadikan kawasan wisata lintas hutan indah yang ditunjang aspek wisata pendidikan, baik pengetahuan umum maupun aspek sejarah. Mereka yang berwisata ke Hutan Bongkor, sepulangnya diharapkan memperoleh halhal positif dan apresiasi terhadap keberadaan hutan, tak sekadar bersenangsenang,” ujarnya.
la menunjukkan sejumlah potensi dari Hutan Bongkor yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Misalnya, aktivitas penyadapan getah pinus tergolong aktif, dengan tempat penampungan getah yang mudah dilihat oleh pengunjung.
Dari aspek nilai sejarah, Hutan Bongkor diketahui merupakan akses menuju Patahan Lembang dan situs bersejarah Batu Loceng. Bahkan, juga sering dijadikan rute olah raga bersepeda.
Menurut Wismo, dengan dijadikannya Hutan Bongkor sebagai kawasan wanawisata resmi, konsekuensinya harus diimbangi tata tertib yang diterapkan, berdasarkan kesepakatan antara Perum Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), dan pihak desa, misalnya dilarang membuang sampah sembarangan, dilarang membawa minuman keras, dan menjaga nilai-nilai susila.
Pada pertemuan dengan pihak desa dan LMDH, juga disepakati kawasan pintu masuk Hutan Bongkor agar tak dijadikan tempat berjualan. “Tujuannya agar fungsi hutan dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” ujar Wismo.

Sumber  :  Pikiran Rakyat, Hal. 25

Tanggal 20 Agustus 2014

]]>
Produksi Getah Kayu Turun https://stg.eppid.perhutani.id/produksi-getah-kayu-turun/ Tue, 12 Aug 2014 02:07:44 +0000 http://perhutani.co.id/?p=13363 SEMARANG—Produksi getah kayu di Jawa Tengah per Juli baru mencapai 23,6 ton di bawah normal progress schedule 26 ton akibat gangguan hujan ekstrem yang terjadi di daerah hutan produksi.

Kepala Seksi Produksi Non Kayu Perum Perhutani Divisi Regional Jateng Luckyarto mengatakan produksi getah dalam setahun menjangkau 52.000 ton getah pinus dan 217 ton getah kopal atau damar.
“Totalnya 52.217 ton, sampai Juli getah pinus baru 23.427 ton dan kopal 129 ton. Masih di bawah NPS [normal progress schedule] karena kendala hujan ekstrem dibanding tahun lalu,” ungkapnya kepada Bisnis, Sabtu (9/8). 
Perhutani regional memperkirakan produksi getah mampu dipacu melalui efisiensi proses penyadapan getah menggunakan alat khusus.
Langkah itu diambil untuk mengantisipasi perubahan cuaca ekstrem seperti curah hujan tinggi dan mengakibatkan proses manual penyadapan terhenti.
Lucky mengatakan upaya lain sedang disusun melalui penyiapan asuransi menggandeng swasta untuk menjamin pekerja Perhutani khususnya untuk menyadap getah yang bekerja saat cuaca kurang normal.
“Untuk mempercepat penyadapan Perhutani menyiapkan alat khusus, juga upaya menjamin keselamatan tenaga kerja melalui asuransi dan menyiapkan insentif khusus untuk target tertentu.” (Pamuji Tri Nastiti)

Sumber  :  Bisnis Indonesia, Hal 22

Tanggal  :  11  Agustus 2914

]]>
Perhutani Tingkatkan Produksi Pinus https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-tingkatkan-produksi-pinus/ Fri, 11 Jul 2014 02:26:26 +0000 http://perhutani.co.id/?p=13116 SEMARANG, suaramerdeka.com – Guna meningkatkan produksi getah pinus, Perum Perhutani melakukan peremajaan seluruh pohon pinus di Pulau Jawa. Peremajaan ini sekaligus menambah jumlah pohon pinus menjadi dua kali lipat dari sebelumnya.
“Program kami menanam pohon pinus muda sebanyak-banyaknya. Saat ini yang ada rata-rata berumur 30-40 tahun, produksinya sudah tidak bagus. Produksi bagus bila usianya antara 15-25 tahun,” tuturnya.
Diakui, Indonesia tertinggal dalam peremajaan pohon pinus. Sebab dulu pohon pinus tidak diambil getahnya tapi hanya diambil kayunya, jadi tidak ditebang. Saat ini di Jawa Tengah realisasi produksi getah pinus mencapai 45% dari target 52.000 ton. Guna mendorong produksi getah pinus dibutuhkan efisiensi, inovasi, peningkatan harga, dan penyediaan alat angkut cepat.
Dalam hal sumber daya manusia juga dilakukan peremajaan diantaranya SDM yang menyadap berbeda dengan SDM yang mengambil getah. “Yang tua-tua biar menyadap saja. Memang biayanya lebih banyak, tapi harga jual getah akan lebih tinggi,” tuturnya.
Dalam mengolah getah pinus, Perum Perhutani mendirikan Perhutani Pine Chimical Industry (PPCI) di Pemalang. Pabrik derivat terpadu ini terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara, yang menempati lahan 6,3 hektare dengan bangunan seluas 2,5 hektare, dan didukung oleh 80 tenaga kerja langsung.
Getah pinus diolah di pabrik melalui proses melting, scrubber dan pemasakan menghasilkan produk gondorukem atau gum rosin dan terpentin. Proses lanjutan destilasi terpentin akan menghasilkan produk turunan Pinene (Alphapinene), Bethapinene, D-limonen, D-carene. Sedangkan proses lanjutan produk gum rosin melalui esterifikasi dan flacking menghasilkan glycerol dan rosin ester.
PPCI di Pemalang saat ini mempunyai kapasitas bahan baku feed stock 24.500 ton per tahun getah pinus. Kapasitas produksi terpasang gondorukem (gumrosin) 17.150 ton per tahun; turpentin 3.675 ton per tahun; Alphapinene 6.000 ton per tahun, Betapinene 112,5 ton per tahun; Gliserol Rosin Ester 18.000 ton per tahun; terpineol 1800 ton per tahun.
“Proses produksi Alphapinene ini teknologinya sederhana, tetapi Perhutani justru memperoleh nilai tambah cukup tinggi dibandingkan bila hanya mengekspor dalam bentuk terpentin,” terangnya.
Alphapinene telah diekspor ke India sebesar 13,6 ton, dengan kualitas kemurnian minimal 97,5 %. Perhutani mengelola hutan seluas 2.4 juta hektare di Jawa, terdiri atas hutan jati 1.261.465,81 hektar (52%), hutan pinus 876.992,66 hektar (36%) dan sisanya damar, mahoni, akasia, sengon, kesambi, dan lain-lain.   ( Fani Ayudea / CN34 / SMNetwork )
Sumber  :  www.suaramerdeka.com
Tanggal  :  11 juli 2014

]]>
Perhutani Ekspor Perdana Produk Kimia Getah Pinus https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-ekspor-perdana-produk-kimia-getah-pinus/ Fri, 09 May 2014 03:50:40 +0000 http://perhutani.co.id/?p=12593 JAKARTA – Perhutani Pine Chimical Industry (PPCI), pabrik baru Perum Perhutani yang berlokasi di Pemalang, melakukan ekspor perdana 13,6 ton alphapinene atau produk kimia getah pinus dengan kemurnian minimal 97,5 % ke India. PPCI diharapkan dapat berproduksi sesuai kapasitas produksi terpasangnya sehingga nilai tambahnya maksimal.
Dirut Perum Perhutani Bambang Sukmananto menyatakan, sebagai urutan ke tiga produsen derivatif gondorukem dan terpentin di dunia, BUMN kehutanan itu baru mampu berkontribusi 10% dari total kebutuhan dunia. Angka itu jauh lebih rendah ketimbang Tiongkok yang mencapai lebih dari 70%.
“Kami juga harus bersaing dengan Brasil yang saat ini memasok 11% dari kebutuhan pasar dunia,” kata Bambang Sukmananto di Jakarta, baru-baru ini. Teknologi untuk memproduksi alphapinene sederhana, namun mampu memberi nilai tambah cukup tinggi dibanding jika produk hanya dijual dalam bentuk terpentin. Kebutuhan pasar alphapinene dan bethapinene di dunia mencapai 600 ribu ton per tahun dan di dalam negeri 19 ribu ton per tahun.
“Dengan potensi bahan baku getah pinus dan industri pengolahan produk derivatifnya, kami optimistis ke depan kami akan menjadi pelaku bisnis industri pine chemical penting di dunia,” kata dia.
Dia memaparkan, dengan industri pengolahan gondorukem dengan investasi Rp 208,7 miliar itu akan menghasilkan nilai tambah derivatif gondorukem sebesar 20-30% dan terpentin 50-60% lebih tinggi.
Harga produk derivatif gondorukem US$ 2.000-4.000 per ton, bahkan ada yang mencapai US$ 15 ribu per ton. Saat ini, Perhutani mengelola hutan di Jawa seluas 2,4 juta hektare (ha), terdiri dari hutan jati 1,2 juta ha (52%), hutan pinus 876.992 ha (36%), dan sisanya damar, mahoni, akasia, sengon, kesambi, dan lain-lain.
Pohon pinus yang disadap menghasilkan getah pinus dan diolah di pabrik melalui proses melting, scrubber, dan pemasakan yang menghasilkan produk gondorukem (gum rosin) dan terpentin.
Proses lanjutan adalah destilasi terpentin yang menghasilkan produk turunan alphapinene, bethapinene, D-limonen, D-carene. Proses lanjutan produk gum rosin melalui esterifikasi dan flacking menghasilkan gliserol dan rosin ester.
PPCI di Pemalang saat ini mempunyai kapasitas bahan baku 24.500 ton per tahun getah pinus. Sedangkan kapasitas produksi terpasang gondorukem 17.150 ton per tahun, terpentin 3.675 ton per tahun, alphapinene 6.000 ton per tahun, betapinene 112,5 ton per tahun, gliserol rosin ester 18 ribu ton per tahun, dan terpineol 1.800 ton per tahun.
Perhutani memulai studi kelayakan untuk pabrik derivatif gondorukem Pemalang pada 2010.
Sumber  :  investor Daily,  Hal. 7
Tanggal  :  9 Mei 2014

]]>
Pasar Ekspor Getah Pinus Sangat Besar https://stg.eppid.perhutani.id/pasar-ekspor-getah-pinus-sangat-besar/ Thu, 24 Apr 2014 05:23:59 +0000 http://perhutani.co.id/?p=12491 Kebutuhan pasar produk kimia berbahan baku getah pinus, termasuk jenis alphapinene dan bethapinene, dunia mencapai 600.000 ton per tahun, dan dalam negeri mencapai 19.000 ton per tahun. Indonesia melalui Perum Perhutani baru memenuhi sekitar 10 persen kebutuhan dunia yang harga produknya 2.000 dollar AS-4.000 dollar AS per ton dan tertinggi 15.000 dollar AS.
Menandai era hilirisasi industri di negeri ini, Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto, Selasa (22/4), meluncurkan ekspor perdana 13,6 ton produk -pinene (alphapinene) ke India dari Perhutani Pine Chimical Industry (PPCI), pabrik baru Perhutani di Pemalang, Jawa Tengah. Produk ini masih memiliki kualitas kemurnian minimal 97,5 persen.
Dengan bahan baku getah pinus yang ada, Perhutani ke depan ditargetkan akan menjadi pelaku bisnis industri pine chemical penting di dunia. Mulai studi kelayakan tahun 2010, pabrik derivatif gondorukem dan terpentin Pemalang ini disetujui Kementerian BUMN selaku pemegang saham. (DMU)
Sumber  :  Kompas, Hal. 18
Tanggal  :  24 April 2014

]]>
PERHUTANI JATENG Optimistis Target Pendapatan Rp1,6 Triliun Bisa Tercapai https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-jateng-optimistis-target-pendapatan-rp16-triliun-bisa-tercapai/ Fri, 16 Aug 2013 00:32:44 +0000 http://perhutani.co.id/?p=8632 Bisnis-Jateng.com, SEMARANG – Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah menargetkan pendapatan perusahaannya tahun ini sebesar Rp1,6 triliun.
Kepala Perum Perhutani Unit I Jateng, Teguh Hadi Siswanto mengatakan hingga saat ini target itu baru terpenuhi 58% dan optimistis target akan tercapai pada akhir tahun
“Pendapatan tesebut 55%-nya diperoleh dari hasil kayu, sedangkan sisanya industri nonkayu seperti minyak gondorukem dan terpentin atau getah pohon pinus,” katanya, Kamis (15/8/2013).
Perum Perhutani selama ini berupaya untuk melakukan transformasi dan lebih berani dalam memberdayakan hutan dan memanfaatkannya untuk diolah menjadi barang bermanfaat.
Kepala Sub Seksi Humas Perhutani Jateng, Mudro Wiharjo menuturkan pengelolaan hasil hutan selama ini dilakukan berkoordinasi dengan kelompok masyarakat mandiri di beberapa wilayah.
“Ada pengelolaan bisnis secara mandiri seperti di Mranggen, Pekalongan, Tegal dan Cepu jadi masyarakat terlibat dalam pemanfaatan hasil hutan,” ujarnya.
Adapun, realisasi produksi hasil hutan, katanya, hingga semester I/2013 masih didominasi hasil kayu berupa jati mencaai 75% dan kayu rimba 50%.
Untuk produksi getah pinus mencapai 45%, kopal 60% sementara produksi non kayu berupa minyak gondorukem 37%, terpentin 31% dan minyak kayu putih baru 22%. (dot)
http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2013/08/perhutani-jateng-optimistis-target-pendapatan-rp16-triliun-bisa-tercapai/
Bisnis-Jateng.com | 16 Agustus 2013 | 05:39
Jurnalis : Pamuji Tri Nastiti

]]>