GP3K – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Wed, 24 Sep 2014 08:38:16 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png GP3K – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani dan Pemerintah Provinsi Jateng Kembangkan Pertanian Terintegrasi https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-dan-pemerintah-provinsi-jateng-kembangkan-pertanian-terintegrasi/ Wed, 24 Sep 2014 08:38:16 +0000 http://perhutani.co.id/?p=14066 2014-9-22-Rdb-tanaman

Dok.Kom-PHT/Rdb @2014

RANDUBLATUNG, PERHUTANI ( 22/9 ) – Perhutani Randublatung dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Kembangkan Pertanian Terintegrasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat desa hutan. Optimalisasi pemanfaatan lahan kawasan hutan untuk tanaman pangan dan tanaman dibawah tegakan kedepan akan dilakukan bersama – sama antara Pemerintah daerah Provinsi jawa Tengah melalui satuan Kerja Pemerintah daerah ( SKPD) terkait. Senin.

Masyarakat yang tergabung dalam Lembaga masyarakat Desa Hutan ( LMDH ) terus dilakukan melalui perencanaan pertanian terintegrasi.

Administratur Perum Perhutani Randublatung, Herdian Suhartono melalui Kepala Sub Seksi Pengelolaan utan Bersama Masyarakat dan Bina Lingkungan Achmad Puspita mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh Perhutani dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tersebut bertujuan untuk mendorong dan mendukung terwujudnya program kedaulatan pangan di dalam kawasan hutan maupun luar kawasan hutan melalui penerapan sistem pertanian terpadu.

“Upaya tersebut diawali dengan pendataan awal tentang komoditi apa yang sesuai untuk masing – masing Desa hutan , sehingga nanti akan diketahui jenis komoditi yang akan ditanam dalam wilayah desa hutan tersebut, untuk Perhutani Randublatung akan di lakukan di dua Desa yaitu Desa Ngliron Kecamatan Randublatung dan Desa semanggi Kecamatan Jepon , dimana kedua wilayah tersebut masuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH ) Ngliron yaitu di Petak 66a seluas 33,2 Ha untuk komoditi tanaman padi, sedangkan petak 18 a seluas 11,1 Ha akan dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman jagung” jelasnya.

Program Pertanian terintegrasi tersebut direncanakan sampai dengan tahun 2019, adapun kegiatan akan dilaksanakan di seluruh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yang berjumlah 20 KPH.

“Untuk tahap pertama pada Tahun 2014 kegiatan akan dilaksanakan di 4 KPH yaitu KPH Randublatung, Cepu, Pati dan Banyumas Timur yang masuk dalam wilayah Kabupaten Blora, Pati dan Banyumas, sedangkan Pengembangan Pertanian terintegrasi tersebut didukung oleh SKPD lingkup pertanian Provinsi Jawa Tengah,” Kata Achmad Puspita. ( Kom-PHT/Rdb – ANDAN.S)

Editor : Dadang K Rizal
@copyright 2014

]]>
Produksi Pangan Perhutani Rp 1,3 T https://stg.eppid.perhutani.id/produksi-pangan-perhutani-rp-13-t/ Fri, 25 Jul 2014 08:12:13 +0000 http://perhutani.co.id/?p=13259 GROBOGAN – Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Perum Perhutani Divisi Regional Jateng menyumbang ribuan ton tanaman pangan. Jika dirupiahkan, nominalnya mencapai Rp 1,3 triliun. Kepala Divisi Regional Perum Perhutani Jateng Slamet Wibowo mengatakan, luas lahan di bawah tegakan yang digunakan untuk tanaman pangan ada 19 hektare.

Penanaman ini sebagai kegiatan pengoptimalan lahan di bawah tegakan dan upaya menciptakan lumbung pangan di kawasan hutan. ”Tujuannya Perum Perhutani mampu memberikan kontribusi di bidang ketahanan pangan pada masyarakat sekitar hutan khususnya,” kata Slamet pada acara pembinaan karyawan dan tarawih keliling Rayon III dan IV di KPH Telawa, Senin (21/7).

Apresiasi Untuk penggarapan lahan di bawah tegakan, Perum Perhutani bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Kerja sama ini bersifat mutualisme, pasalnya LMDH juga turut menjaga produksi tanaman kayu di kawasan hutan. Di sisi lain Slamet juga memberikan apresiasi yang tinggi pada upaya peningkatan kualitas SDM di Perhutani Jateng.

Hal ini terlihat dari tingginya persentase kelulusan tes kenaikan status pekerja menjadi pegawai perhutani. Dari kuota 493 orang, angka kelulusan mencapai 573 orang atau 116 persen. Sementara itu, Administratur KPH Telawa Denny Raffidin mengatakan, wilayahnya telah menghasilkan tanaman pangan senilai Rp 24 miliar pada 2014 ini. (H81-64)

Sumber : Suara Merdeka, Hal 29
Tanggal : 24 Juli 2014

]]>
Solusi Pangan Dahlan Iskan https://stg.eppid.perhutani.id/solusi-pangan-dahlan-iskan/ Tue, 15 Apr 2014 11:12:38 +0000 http://perhutani.co.id/?p=12370  SIMPULAN Budi Dharmawan dalam Manufacturing Hope (MH) 122 Dahlan Iskan (JP 7/4/2014) sungguh pesimistis dan tendensius. Katanya, petani padi tidak akan bisa kaya karena harganya pasti ditekan pemerintah.

Memang benar, mayoritas petani gurem (di bawah 0,25 ha) di Jawa serbamiskin. Tapi, gegabah jika penetapan harga gabah/beras dari pemerintah dituduh sebagai penyebabnya.

Kemiskinan petani padi bersifat struktural dan kompleks. Karena itu, perlu solusi struktural pula. Alih-alih memberikan solusi, Budi malah lebih memilih petani buah tropis di atas gunung untuk dibina.

Berbeda daripada Budi, jauh hari Dahlan sebenarnya sudah menyampaikan solusi “modernisasi paripurna” untuk membesarkan pertanian pangan khususnya padi (MH 15, JP 27/2/2012). Dengan solusi itu, Dahlan membayangkan pertanian padi sepenuhnya berbasis mekanisasi.

Tapi, apa sejatinya arti modernisasi paripurna itu? Bagaimana pula ia dapat dijalankan sebagai solusi untuk membesarkan pertanian dan petani pangan?

Modernisasi Paripurna

Saat mengoperasikan combine harvester di persawahan Patalan, Bantul, dua tahun lalu (25/2/2012), yang dibayangkan Dahlan tentang modernisasi paripurna agaknya sebatas mekanisasi penuh, mulai dari pengolahan tanah sampai penanganan hasil panen.

Modernisasi paripurna tidaklah sebatas itu. Lebih daripada sekadar urusan alat/mesin pertanian (alsintan), ia mencakup juga teknologi budidaya dan manajemen usaha tani.

Dalam pertanian padi, unsur dasar teknologi budidaya adalah benih unggul. Lalu, ada pupuk dan pestisida untuk mendukung potensi benih itu.

Pengetahuan dan keterampilan manajemen bisnis kemudian meracik dan menerapkan unsur-unsur teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Targetnya biaya rendah, tapi produktivitas tinggi, misalnya GKP 8,0 ton/ha, sehingga laba tinggi.

Bandingkan dengan kinerja petani gurem yang dibicarakan Budi. Produktivitas sawahnya maksimal 5,0 ton/ha atau 1,25 ton/0,25 ha atau senilai Rp 5.625.000 pada harga gabah Rp 4.500/kg. Setelah dipotong biaya produksi, yang tersisa tinggal “angka kemiskinan”.

Kementerian Pertanian tidak bisa dipersalahkan atas masalah ini. Tapi, ada pihak yang layak digugat, yaitu Kementerian BUMN. Pertanyaan gugatan: mengapa kekuatan modal BUMN klaster pangan tidak dipakai untuk mengendalikan modernisasi paripurna pertanian sehingga kedaulatan pangan dan petani tercapai sekaligus?

Solusi PIHC

Gugatan di atas menuntut pembalikan orientasi modal BUMN dalam modernisasi pertanian. Bukan lagi berorientasi pada laba semata yang justru melemahkan petani, tapi memfasilitasi modernisasi yang saling menguntungkan dengan petani.

Dahlan Iskan sebenarnya sudah menjawab gugatan ini. Dia memajukan solusi pembentukan holding BUMN pangan pada 2012. Idenya adalah menggabung PT Pertani (pengelola gabah), PT Bulog (pengelola beras), PT Sang Hyang Seri (produksi benih), PT Pupuk Indonesia (pengadaan pupuk), dan PT Berdikari (peternakan) di bawah holding PT Pangan Nusantara. Target waktu realisasinya akhir 2014 (Koran Tempo, 29/8/2012).

Untuk alasan nasionalisme, solusi holding BUMN pangan itu saya sebut di sini “Pangan Indonesia Holding Company” (PIHC).

Intinya, dengan PIHC, Dahlan menginginkan terbentuknya BUMN pangan raksasa di Indonesia sebagai pilar penyangga kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Dia menilai, karena terpisah-pisah, BUMN pangan kita rapuh dan lemah (Republika, 29/8/2013).

Mungkinkah solusi PIHC mengusung modernisasi paripurna yang mengukuhkan kedaulatan pangan sekaligus menguatkan petani? Jawabannya, lihat kinerja program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) BUMN sejak 2011.

Program GP3K dijalankan oleh Konsorsium BUMN yang beranggota PT Pertani, PT Sang Hyang Seri, PT Pupuk Indonesia, PT Bulog, dan Perum Perhutani. Karena itu, konsorsium ini dapat disebut prototipe PIHC.

Program GP3K-BUMN memfasilitasi modernisasi pertanian pangan dengan pinjaman modal dalam bentuk benih, pupuk, pestisida, dan biaya tenaga kerja dengan skema bayar-panen (yarnen), disertai bimbingan manajemen dan budidaya untuk menjamin keberhasilan.

Sukses GP3K 2011 itu mendorong Kementerian BUMN meningkatkan target luas areal pada 2012 dan 2013. Untuk 2013, MH 43 (JP 19/9/2012) Pak Dahlan menyampaikan target areal 3,2 juta ha. Diprediksi kenaikan produksi 1,5 ton/ha, naik dari 5,5 ke 7,0 ton/ha, sehingga diperoleh kenaikan produksi beras nasional 1,5 juta ton.

Kini ada indikasi bahwa harapan (hope) terbentuknya PIHC sebagai solusi pangan dari Dahlan, selaku menteri BUMN, akan menjadi kenyataan walaupun strukturnya tidak seperti dipikirkan semula. Sejak September 2013, PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani secara teknis operasional sudah menjadi “anak perusahaan” PT Pupuk Indonesia. Dari lima BUMN yang semula direncanakan sebagai anggota grup PIHC, tinggal PT Bulog dan PT Berdikari yang masih tetap berdiri sendiri.

Transformasi Pupuk Indonesia menjadi Pangan Indonesia pada tataran operasional adalah pekerjaan rumah direksi PT Pupuk Indonesia. Pada tataran kebijakan, ia adalah utang Dahlan selaku menteri BUMN yang harus dilunasi sebelum pemerintahan KIB II berakhir.

*) Praktisi agrobisnis, doktor sosiologi perdesaan IPB ( mtfelixs@yahoo.com )

Sumber : Jawa Pos, Hal. 4
Tanggal : 15 April 2014

]]>
Membuat Pangan Tidak Lagi Senggol-senggolan https://stg.eppid.perhutani.id/membuat-pangan-tidak-lagi-senggol-senggolan/ Mon, 17 Sep 2012 01:07:43 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5671 Meski pengadaan beras tahun ini sudah mencapai 3,1 juta ton, Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso masih terus keliling daerah. Hari Minggu kemarin, misalnya, Sutarto masih “liburan” di sawah-sawah di sekitar Jogja. “Tahun ini, target kami 3,6 juta ton,” katanya. Sebuah target yang ambisius yang membuat seluruh jajaran Bulog kerja keras tanpa weekend.

Bulog memang seperti sedang “balas dendam”: target satu tahun itu dibuat sama dengan hasil pengadaan beras selama dua tahun sebelumnya dijadikan satu. Bulog pun mengerahkan “pasukan semut” yang merayap ke desa-desa dan ke sawah-sawah di seluruh Indonesia.

Seluruh jajaran pemerintah memang terlihat all-out tahun ini. Besarnya impor beras tahun lalu (dan tahun sebelumnya) memang cukup membuat kita malu. Menko Perekonomian Hatta Rajasa hampir tiap minggu mengadakan rapat pengadaan beras. Menteri Keuangan Agus Martowardojo tahun ini mencairkan uang muka pengadaan beras lebih cepat dari biasanya.

Dan Tuhan memberikan iklim yang luar biasa. Tahun ini iklim sangat bagus bagi seluruh petani beras, tebu, dan tembakau. Hujan tahun ini sangat deras di awal tahun, berkurang di pertengahan, dan kering di musim kemarau. Panen padi melimpah di mana-mana. Panen tembakau mencapai puncak panen rayanya. Dan panen tebu menghasilkan rendemen yang luar biasa.

Di tengah krisis pangan dunia saat ini, iklim yang begitu bagus yang diberikan Tuhan tahun ini memang harus disyukuri dengan kerja keras. Apalagi kalau bulan depan Tuhan sudah memberikan hujan untuk Jawa. Saat ini hujan memang sudah sampai di Sumatera dan semoga, seperti diramalkan oleh ahli cuaca, bulan depan sudah tiba di Jawa. “Kalau sampai akhir Oktober belum ada hujan, kita memang harus waspada. Pengadaan beras bisa-bisa tidak mencapai target,” kata Sutarto.

Itu karena petani sudah sangat pandai. Begitu pertengahan Oktober belum ada hujan, petani tidak akan jual gabah lagi. Gabah itu akan ditahan di rumah masing-masing untuk cadangan pangan. Ini karena petani tahu kalau hujannya mundur, musim tanamnya juga akan mundur, yang berarti musim panen berikutnya juga mundur. Mereka perlu cadangan pangan lebih banyak di rumah masing-masing.

Saat ini seluruh gudang Bulog penuh dengan beras. “Hari ini, beras kami yang ada di gudang mencapai 2,1 juta ton,” ujar Sutarto. Angka itu perlu dikemukakan karena belum pernah Bulog memiliki beras dari pengadaannya sendiri sebanyak itu. “Entah sudah berapa tahun kami belum pernah mencapai angka rata-rata setinggi ini,” katanya.

Kalau begitu, apakah tahun ini Indonesia sudah terbebas dari keharusan impor beras? Teoritis, beras memang sudah cukup. Impor tidak perlu lagi. Namun keputusan untuk tidak impor beras sebaiknya juga tidak perlu kesusu. Kalau pun Indonesia perlu impor beras, tujuannya bukan lagi untuk mencukupi kebutuhan, melainkan sekadar untuk “jaga-jaga”.

Jumlahnya pun tentu tidak akan besar. “Jaga-jaga” itu juga penting mengingat kecukupan beras tidak bisa disepelekan –misalnya sekadar karena untuk gagah-gagahan. Semangat petani menanam padi memang menyala-nyala. Dengan harga beras sekarang ini, petani “lupa” menanam yang lain, misalnya kedelai. Sepanjang harga kedelai hanya sedikit di atas harga beras (apalagi sama dengan harga beras), tidak akan ada petani yang mau menanam kedelai.

Saat ini tanaman yang bisa bersaing dengan padi hanyalah tebu. Dengan perbaikan manajemen di seluruh pabrik gula BUMN, hasil gula yang diraih petani saat ini sangat memuaskan. BUMN sendiri akan terus meningkatkan bantuannya untuk dua komoditi itu. Bahkan di musim tanam yang akan datang, program BUMN yang disebut Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), dengan program yarnen alias bayar setelah panen, dinaikkan dua kali lipat. Dalam program yarnen ini, BUMN memberikan pinjaman bibit unggul dan pupuk yang semuanya tepat waktu.

Dengan demikian petani tidak asal membeli benih (misalnya cari benih yang murah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangannya). Demikian juga petani tidak asal membeli pupuk, bahkan kadang tertipu pupuk palsu. Mengingat hasil program yarnen tahun ini sangat menggembirakan, maka BUMN meningkatkan program yarnen hingga mencapai 3,2 juta hektar. Dengan program ini, sawah yang semula hanya menghasilkan 5,5 ton/ha bisa menghasilkan 7 ton/ha. Di atas kertas program ini akan menyumbangkan kenaikan produksi beras sebesar 1,5 juta ton setahun (dua kali panen).

Seluruh BUMN bidang pangan (PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, PT Pupuk Indonesia, dan Perum Bulog) terjun secara “total-football”. Masing-masing mendapat jatah “yarnen” sekian ratus ribu hektar. Lengkap dengan kewajiban pembinaannya. Manajemen di masing-masing perusahaan itu (termasuk anak-anak perusahaan mereka) memang sudah selesai ditata. Sudah siap terjun ke sawah lebih dalam. Konsep dream team tidak hanya berlaku untuk masing-masing perusahaan tapi juga untuk seluruh klaster BUMN bidang pangan.

Tidak boleh lagi di antara perusahaan itu yang, misalnya, senggol-senggolan. Apalagi sikut-sikutan. Semua harus menyatu untuk kesuksesan program pemerintah di bidang pangan. Bentuk kekompakan itu juga harus bisa dilihat di lapangan. Mereka sudah memutuskan untuk melakukan rayonisasi. Tidak akan ada lagi istilah “rebutan” lahan. Kalau di satu kecamatan sudah ada PT Sang Hyang Seri, misalnya, tidak boleh lagi PT Pertani masuk ke kecamatan itu. Apalagi dengan program yang berbeda. Itu akan membuat petani bingung.

Maka minggu-minggu ini akan ada “serah-terima” wilayah. Siapa yang harus mundur dari kecamatan tertentu dan siapa yang harus maju di kecamatan tersebut. Satu perusahaan punya tanggungjawab wilayah yang jelas. Pemetaan sudah selesai. Terkomputerisasi. Bagi yang ingin tahu kecamatan apa di bawah binaan perusahaan yang mana bisa dilihat di data-base BUMN bidang pangan. Lengkap dengan data kios-kios pertaniannya. Perkiosan ini juga ditata ulang. Tidak berjalan sendiri-sendiri dengan modelnya sendiri-sendiri. Kios milik PT Sang Hyang Seri, misalnya, harus juga menjual produk PT Pertani, PT Pupuk Indonesia, dan Perum Bulog. Demikian juga sebaliknya.

Tidak boleh lagi petani dibuat mondar-mandir. Misalnya, untuk membeli bibit unggul harus mencari kios SHS. Lalu untuk membeli pembasmi hama harus lari ke kios PT Pertani. Dan untuk membeli pupuk harus mencari kios PT Pupuk Indonesia. Semua barang harus ada di semua kios. BUMN mana pun pemiliknya. Karena penataan ini menyangkut seluruh infrastruktur di seluruh kabupaten di seluruh Indonesia, maka perlu juga dikontrol pelaksanaannya. Mana yang sudah sempurna dan mana yang masih belum berjalan. Seluruh direksi BUMN pangan sudah all-out mengusahakannya, tapi siapa tahu masih ada yang terlena.

Arifin Tasrif, Dirut PT Pupuk Indonesia yang menjadi “ketua kelas” kelompok ini juga sudah menyiapkan pasukan khusus: brigade hama. Di setiap kabupaten disiapkan satu brigade hama. Dilengkapi dengan sarana dan bahan-bahan yang diperlukan. Termasuk data jenis-jenis hama yang biasa muncul di suatu kawasan. Brigade hama ini sudah terlatih. Nama-nama anggota brigade pun sudah ditentukan untuk setiap kabupaten lengkap dengan nomor hand-phone mereka. Mereka juga wajib tinggal di kabupaten itu dan aktif memonitor lapangan.

Pembagian yang jelas tidak hanya menyangkut wilayah binaan, tapi juga bidang usaha. Dirut Sang Hyang Seri yang baru, Kaharuddin, memilih mengkhususkan diri di bidang penyediaan benih unggul. Titik. Tidak akan main-main di pupuk. Untuk 3,2 juta hektar program yarnen tersebut, misalnya, semua benihnya dicukupi oleh SHS. PT Pertani, konsentrasi di bidang pasca panen. Dirut PT Pertani yang baru, Eddy Budiono, tidak perlu lagi rebutan dan jegal-jegalan untuk memenangkan proyek benih, misalnya. Atau memenangkan proyek pupuk. PT Pertani akan konsentrasi pada penanganan gabah.

Gedungnya yang baru di daerah Pasar Minggu nanti pun akan diberi nama Graha Gabah. Sedang PT Pupuk Indonesia akan sepenuhnya bertanggungjawab untuk penyediaan pupuk dan brigade hamanya. Ditingkatkannya program yarnen secara drastis ini sekalian untuk mengkompensasi kemungkinan mundurnya program pencetakan sawah baru, akibat lahan yang dicadangkan di Kaltim ternyata tidak tersedia.

Program pangan ini memang besar, menantang, dan mulia. Manajemen yang diperlukan juga amat khas dan njelimet. Tapi pengalaman menarik dalam menangani yarnen tahun ini, telah menimbulkan optimisme yang besar untuk mampu melipatduakannya tahun depan.

Melihat senangnya para petani yang terlibat di program ini, menimbulkan gairah untuk terus dan terus meningkatkannya. Deputi Menteri BUMN bidang ini, M Zamkhani, juga masih sangat muda dan enerjik untuk mengkoordinasikan semua itu. Musim tanam yang akan datang, insya-Allah dua bulan lagi, adalah kick-off yang sebenarnya.

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Manufacturing Hope :: Senin, 17 September 2012

]]>
Pabrik Sagu Perhutani Didukung Universitas Negeri Papua https://stg.eppid.perhutani.id/pabrik-sagu-perhutani-didukung-universitas-negeri-papua-2/ Thu, 09 Aug 2012 01:17:20 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5434 Pengembangan dan pembangunan industri sagu di Papua Barat oleh Perum Perhutani terus mendapatkan dukungan dalam implementasinya. Sebagaimana rencana pemerintah melalui kebijakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, Perum Perhutani mendapat mandat untuk membangun pabrik sagu di Papua. Pada hari ini, Rabu 8 Agustus 2012, Direktur Utama Perum Perhutani, Dr. Ir. Bambang Sukmananto, MSc. dan Rektor Universitas Negeri Papua, Dr. Suriel Semuel Mofu, SPd.MEd. MPhil, menandatangani nota kesepahaman kerjasama untuk mendukung terwujudnya pengembangan industri sagu di Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat.

Universitas Negeri Papua dalam kerjasama ini akan menyumbangkan pemikirannya sekaligus dukungan berupa penyusunan studi kelayakan (feasibility study) proyek dan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Hal sangat penting lainnya adalah kerjasama fasilitasi pemetaan hak ulayat masyarakat adat pada lokasi Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHBK HA) Sagu di Distrik Kais Kabupaten Sorong Selatan dan pendampingan masyarakat lokal secara partisipatif bersama Perum Perhutani. Pemetaan hak ulayat masyarakat adat sebagai salah satu bagian dalam menyelesaikan masalah sosial dengan cara memfasilitasi masyarakat secara edukatif dan memandangnya sebagai subjek pembangunan serta upaya membentuk kebun sagu dari hutan sagu, inventarisasi bibit sagu dan inventarisasi bibit sagu unggul.

Dalam kata sambutannya, Suriel Semuel Mofu menyatakan bangga dapat bekerjasama dengan Perhutani yang memiliki pengalaman mengelola sumberdaya hutan terbaikdi negeri ini. Kehadiran Perhutani di Papua Barat diyakini akan mempercepat proses pemberdayaan masyarakat dan kemandiriannya. Segera setelah penandatanganan ini dilakukan, tim Universitas Negeri Papua akan melaksanakan tugasnya mendukung percepatan terwujudnya salah satu proyek ‘Bumper Besar di tengah Krisis Besar’ sebagaimana disampaikan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan.

Rencananya pabrik sagu Perum Perhutani tersebut akan berkapasitas produksi 100 ton per hari. Pabrik ini dibangun untuk mengatasi tingginya harga bahan makanan pokok warga Papua tersebut. Selama ini di Papua belum ada pabrik sagu dan harga sagu di Papua mencapai Rp. 18.000,- lebih mahal daripada harga di luar Provinsi Papua yaitu Rp.9.000,-.

Bambang Sukmananto menyatakan bahwa untuk memenuhi ketersedian bahan baku pabrik sagu, Perum Perhutani akan menggandeng masyarakat lokal agar pasokan bahan baku pembuatan sagu terjamin kelangsungannya. Selain itu tentu saja bahan baku dari sagu yang ditanam sendiri oleh Perum Perhutani. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua dan simbol budaya masyarakat lokal Papua. Dari sagu nantinya dapat dihasilkan beras sintetis untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Pengembangan ini mensinergikan tiga aspek pengelolaan hutan lestari sesuai peran strategis Perum Perhutani mendukung kelestarian sumberdaya alam & lingkungan, sosial budaya dan perekonomian masyarakat. Humas Pht

]]>
Pabrik Sagu Perhutani Didukung Universitas Negeri Papua https://stg.eppid.perhutani.id/pabrik-sagu-perhutani-didukung-universitas-negeri-papua/ Thu, 09 Aug 2012 00:40:03 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5423 Pengembangan dan pembangunan industri sagu di Papua Barat oleh Perum Perhutani terus mendapatkan dukungan dalam implementasinya. Sebagaimana rencana pemerintah melalui kebijakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu, Perum perhutani mendapat mandat untuk membangun pabrik sagu di Papua.

Pada hari ini, Rabu (8/8), Direktur Utama Perum Perhutani, Dr.Ir.Bambang Sukmananto,MSc. dan Rektor Universitas Negeri Papua, Dr.Suriel Semuel Mofu,SPd.MEd.MPhil, menandatangani nota kesepahaman kerjasama untuk mendukung terwujudnya pengembangan industri sagu di Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat.

Universitas Negeri Papua dalam kerjasama ini akan menyumbangkan pemikirannya sekaligus dukungan berupa penyusunan studi kelayakan (feasibility study) proyek dan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Hal sangat penting lainnya adalah kerjasama fasilitasi pemetaan hak ulayat masyarakat adat pada lokasi Ijin Usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHBK HA) Sagu di Distrik Kais Kabupaten Sorong Selatan dan pendampingan masyarakat lokal secara partisipatif bersama Perum Perhutani.

Pemetaan hak ulayat masyarakat adat sebagai salah satu bagian dalam menyelesaikan masalah sosial dengan cara memfasilitasi masyarakat secara edukatif dan memandangnya sebagai subjek pembangunan serta upaya membentuk kebun sagu dari hutan sagu dan inventarisasi bibit sagu dan inventarisasi bibit sagu unggul.

Dalam kata sambutannya, Suriel Semuel Mofu menyatakan bangga dapat bekerjasama dengan Perhutani yang memiliki pengalaman mengelola sumberdaya hutan terbaik di negeri ini. Kehadiran Perhutani di Papua Barat diyakini akan mempercepat proses pemberdayaan masyarakat dan kemandiriannya.

Segera setelah penandatanganan ini dilakukan, tim Universitas Negeri Papua akan melaksanakan tugasnya mendukung percepatan terwujudnya salah satu proyek ‘Bumper Besar ditengah Krisis Besar’ sebagaimana disampaikan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan. (A Sarinah/WDA)
(Editor : Waddi Armi)
rri.co.id//Rabu,08 Agustus 2012

]]>
Perhutani Targetkan Produksi 145.475 Ton https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-targetkan-produksi-145-475-ton/ Fri, 03 Aug 2012 01:13:27 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5402 Perum Perhutani Jabar Banten menargetkan produksi padi dari program Gerakan Percepatan Produktivitas Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) bisa mencapai 145.475 ton. Wakil Kepala Perhutani Jabar Banten Elian Barlian mengatakan program GP3K di wilayah kerjanya yang bergulir sejak 2011 terbilang berhasil. “Panen 2011 cukup bagus dengan hasil produksi sebanyak 29.000 ton,” katanya di Gedung Pakuan, Bandung, Kamis (2/8).

Dia menjelaskan tahun ini pihaknya menargetkan ada kenaikan 30% produksi dibandingkan dengan tahun lalu, yakni ada peningkatan sekitar 35.000 ton dari program GP3K dari luas lahan 29.094 hektar. Perhutani, katanya, mulai efektif menanam padi tersebut pada musim penghujan akhir 2012 di 14 KPH. Agar program ini berjalan mulus pihaknya selalu mengonsultasikan dengan Dinas Pertanian.

Peran Dinas Pertanian untuk mendukung panca usaha tani, sehingga diperlukan konsuitasi dan pendampingan dari petugas penyuluh lapangan pertanian. Tahun ini, katanya, GP3K juga mengembangkan budi daya tanaman jagung di atas luas lahan 5.033 hektare atau meningkat dibandingkan dengan 2011 yang hanya 4.219 hektare. Produksi jagung GP3K tahun lalau sebesar 52.509 ton.

Menurut Elian, program GP3K di Jabar dan Banten berkontribusi 40% dari seluruh Perhutani secara nasional. “Jabar termasuk paling besar untuk keseluruhan,” katanya. Dia menyatakan keuntungan dari GP3K ini seluruhnya untuk petani, tetapi untuk menjalankan program ini para petani terlebih dahulu diberikan dana pinjaman.

Perhutani mengucurkan lebih dari Rp6 miliar untuk program GP3K secara nasional dengan bunga rendah. “Tujuan dari program ini selain untuk meningkatkan produktivitas, juga untuk membantu ketahanan pangan nasional,” katanya. Menanggapi soal produksi kedelai, Elian berpendapat pengembangan komoditas itu perlu kecocokan khusus kondisi lahan. “Saya kira di Jabar itu relatif lebih cocok ke padi dan jagung. Ada yang cocok untuk kedelai tapi tidak begitu luas, itu hanya di Pantura,” katanya.

Menurutnya, untuk lahan yang akan ditanami kedelai perlu treatmen khusus. Kondisi ini berbeda dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memiliki lahan cukup luas untuk pengembangan kedelai dengan sistemnya tumpang sari. Pengembangan kedelai selain karena lahannya yang terbatas. Kedelai sendiri butuh perlakuan khusus seperti walaupun bukan tanaman air tapi butuh air, kemudian resistensi gangguan hamanya terbilang tinggi. “Tapi ke depan kami sangat concern untuk kedelai ini.”

Bisnis Indonesia :: 3 Agustus 2012, HAL i.2

]]>
Abah Sorgum yang Mendorong Tepung Antiautis https://stg.eppid.perhutani.id/abah-sorgum-yang-mendorong-tepung-antiautis/ Mon, 16 Jul 2012 00:54:49 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5375 Sejumlah ahli sorgum berkumpul di Kementerian Riset dan Teknologi. Saya dan Menristek Dr Gusti M Hatta ikut hadir. Mereka bukan saja yang ahli dalam hal keilmuan seperti Prof  Dr Sungkono dari Universitas Lampung (dan IPB), tapi juga para praktisi yang sudah mempraktikkan menanam sorgum di berbagai wilayah.

Kita memang punya problem yang kelihatannya sulit dipecahkan seumur hidup kita:  kita ini akan terus impor gandum besar-besaran setiap tahun. Sejak lebih 40 tahun lalu dan sampai entah berapa ratus tahun lagi.

Kebiasaan kita makan mie dan roti tidak akan bisa dibendung lagi. Berarti pemakaian gandum akan terus meningkat. Padahal kita tidak bisa menanam gandum di Indonesia. Tanah kita dan iklim kita tidak cocok untuk tanaman gandum.
Kecuali ahli-ahli pertanian kita menemukan cara baru kelak. Yakni cara memanfaatkan lahan yang tidak subur untuk gandum. Kita tidak mungkin menggunakan sawah-sawah subur kita karena akan mengancam tanaman padi.

Itulah sebabnya, setelah belajar dari apa yang dilakukan BUMN PT Hijau Lestari di Jabar, saya terpikir untuk mengembangkan sorgum. Tanaman ini tidak asing bagi saya. Waktu kecil saya pernah menanam sorgum di desa saya. Waktu itu disebut jagung cantel. Bisa untuk nasi, bubur, camilan ataupun tepung. Bisa juga untuk marning (popcorn dalam bentuk yang lebih kecil).

Menristek, Pak Gusti M Hatta menginformasikan di lingkungannya banyak ahli yang bisa digali ilmunya. Tidak hanya tentang menanam sorgum, tapi juga industri hilirnya. Termasuk yang dari IPB, Unpad, dan Unila. Mereka itulah yang berkumpul pekan lalu. Pertemuan pun berlangsung dengan dinamisnya.

Bahkan mata Prof Sungkono sampai berlinang-linang. Saking terharu dan semangatnya. “Saya ini ahli sorgum yang baru sekarang didengar pendapat saya. Inilah mimpi saya. Sorgum diperhatikan,” ujarnya.

Putusan pun dibuat hari itu. BUMN akan mencari 15.000 ha tanah tidak subur untuk ditanami sorgum secara besar-besaran. Selama ini di Jabar BUMN memang sudah membina petani untuk menanam sorgum, tapi kecil-kecilan. Ini karena lahannya milik petani yang luasannya memang terbatas.

Tapi banyak petani lahan kering yang jatuh cinta. Sampai-sampai ada seorang petani yang aslinya bernama Supardi yang tinggal di Soreang, Kabupaten Bandung, mendapat panggilan baru: Abah Sorgum. Itu karena dia sangat gigih meyakinkan petani lain untuk menanam sorgum. Juga karena Abah Sorgum terus menciptakan makanan berbasis tepung sorgum.

Pengalaman Jabar itulah yang memberikan keyakinan untuk pengembangan besar-besaran. Lahan-lahannya siap didapat: Jatim (Banyuwangi Timur Laut yang kurang subur), Sulsel, Sultra, dan Sumba. Di lokasi-lokasi tersebut BUMN memang memiliki tanah tandus yang sangat luas yang kurang produktif. Akhir tahun ini lahan-lahan tersebut sudah harus berubah menjadi kawasan sorgum.

Tentu dalam waktu yang dekat  diperlukan benih sorgum dalam jumlah besar. Sampai 50 ton. Tapi tidak akan sulit. Bisa disiapkan lahan 100 ha yang akan ditanami sorgum khusus untuk benih.

Kelebihan sorgum ini, saat untaian buahnya siap dipanen, batang dan daunnya masih hijau. Ini sangat seksi untuk makanan ternak. Tiap hektar bisa menghasilkan batang/daun sampai 50 ton. Karena itu tanam sorgum dalam skala besar akan dikaitkan dengan program peternakan sapi skala besar pula. Baik yang di Sumba, Sulsel, Sultra, maupun Jatim.

Memang tepung sorgum memiliki kelemahan: tepungnya tidak bisa mengembang. Tidak seperti terigu. Karena itu tepung sorgum tidak bisa untuk membuat roti. Harus dicampur gandum. Kalau dicampur gandum rotinya justru akan lebih baik. Dengan demikian impor gandum bisa berkurang 30 persen. Satu jumlah yang sangat besar.

Tapi sorgum memiliki kelebihan yang luar biasa. Di samping harganya lebih murah, tepung sorgum tidak mengandung unsur gluten, zat yang bisa membuat anak menjadi autis. Karena itu untuk makanan seperti kue dan biskuit yang tidak memerlukan proses mengembang, sorgum adalah jawabnya.

Walhasil sorgum akan menjadi unggulan BUMN di samping program pangan lainnya seperti Proberas, Yarnen, pencetakan sawah baru, pengadaan beras Bulog, peningkatan produksi gula, garam, pabrik sagu, dan ternak sapi.  Semuanya berat tapi bukan tidak mungkin terwujud.

Oleh Dahlan Iskan
Menteri Negara BUMN
Manufacturing Hope 35, 16 Juli 2012

]]> Berharap Hutan Jabar Jadi Pemasok Beras Huma https://stg.eppid.perhutani.id/berharap-hutan-jabar-jadi-pemasok-beras-huma/ Tue, 03 Jul 2012 01:08:52 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5056 Walau produksinya belum sebesar padi sawah, peningkatan pasokan padi huma potensial untuk dilakukan. Hanya, kepastian peningkatan segmen pasar harus ditunjang dengan ketersediaan lahan yang memadai. Pedagang besar bahkan ekspotir masih sering sulit memperoleh pasokan beras huma sesuai dengan pesanan. Peluang besar ini dapat dimanfaatkan di kawasan hutan dengan adanya saling bersinergi berbagai pihak yang berkentingan.

Potensi di antaranya muncul dari kawasan kehutanan negara. Di lahan ini pengembangan agrobisnis padi huma dapat dilakukan secara agroforestry. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ataupun Gerakan Peningkatan Produktivitas Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) dari Kementerian BUMN di kawasan Perum Perhutani Unit III.

Pemenuhan cadangan pangan memang bukan sekadar menjaga ketahanan pangan, juga bersifat pemenuhan keragaman pangan dan gizi secara baik, termasuk pula dalam penyediaan padi huma. Sejumlah hasil beras huma yang diusahakan para petani masyarakat desa hutan, tengah dipromosikan gencar oleh Perum Perhutani Unit III dengan membidik segmensegmen tertentu sesuai dengan kualitas, selera, harga, dan lain lain. Produksinya dilakukan secara berimbang, baik untuk persediaan pangan mandiri, dijual bebas, maupun memasok tambahan cadangan ke Perum Bulog.

Kepala Biro Rehabilitasi Pengembangan Hutan Rakyat (RUPHR) Perum Perhutani Unit III Dadang Pratikto mengatakan, untuk tahun 2012 ini, GP3K di kawasan hutan Perhutani Unit III ditargetkan 29.000an hektare. Panennya ditargetkan 145.473 ton gabah kering pungut (GKP) atau naik dari realisasi tahun 2011 sebesar 133.883 ton GKP.

“Bahkan ke depan, jika potensi pengembangan agroforestry padi huma lebih besar, hutan bukan hanya sebatas produksi kayu atau pelestari lingkungan. Hutanhutan negara di Jabar diharapkan juga menjadi ikon penyedia pasokan beras-beras berkualitas tinggi, sekaligus penjaga plasma nutfah aneka padi Jabar,” katanya. Untuk meningkatkan jalur pemasaran, kepada para petani ditawarkan untuk menjual beras humanya kepada Perhutani. Lembaga ini akan menjualnya lagi sebagai produk beras huma ke Perum Bulog atau pasar bebas.

Dadang menyebutkan, potensi pengembangan produksi dan bisnis padi huma kali ini lebih besar karena dukungan semakin banyak dari berbagai pihak terkait. Bukan hanya dari segi pasokan sarana produksi, seperti pupuk dan benih dari BUMN pangan, juga kebijakan pemerintah, bank milik pemerintah pun sudah berani membiayai sampai Rp 6,5 miliar, yang diharapkan memotivasi para petani melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan.

Pola Usaha
Kasi Perdagangan Perum Perhutani Unit III Loedy mengatakan, pengembangan bisnis beras huma dari kawasan hutan juga untuk mencoba mengubah budaya usaha petani desa hutan dari yang biasanya mengutamakan menanam, jadi mendahulukan orientasi pasar yang serba jelas.

“Kini pengusahaan beras huma lebih didorong oleh berapa ton beras huma yang dipesan pasar, jenisnya, kualitasnya, warnanya, harganya, kapan pengiriman, dll. Pola usaha tani modern seharusnya sudah dapat dilakukan para petani desa hutan, diawali dengan agroforestry beras huma,” ujarnya. Loedy ataupun Dadang Pratikto sependapat, cara ini perlu diperkuat oleh kemitraan yang lebih besar, manfaatnya pun diharapkan dirasakan para petani desa hutan. Paling tidak, panen mereka dihargai lebih baik dan dapat menekan penjualan secara ijon.

Dia mencontohkan, kemitraan sudah dilakukan melalui penggilingan, pengemasan, berikutnya dikembangkan bekerja sama dengan industri pengolahan, ritel, koperasi, grosir, rumah makan, ekspotir, dll. Bahkan, diharapkan pula didukung berbagai instansi pemerintah, yang satu sama lain saling terkait, misalnya dari dinas bidang kesehatan, perindustrian dan perdagangan, sosial, pariwisata, balai litbang, dsb.

Manfaat beras huma dapat diedukasikan kepada masyarakat umum melalui penyuluhan kesehatan, posyandu, rumah sakit, promosi produk khas daerah, dll. Misalnya, beras berwarna yang bubuk diketahui merupakan makanan yang cocok untuk bayi, begitu pula beras pecah kulit berwarna merah untuk kesehatan dan kosmetika, cara makan nasi untuk mengurangi kadar gula, dll.

Bidang perindustrian dan perdagangan pun diharapkan mampu lebih membuka akses pemasaran antarpulau dan ekspor. Bidang pariwisata dapat mempromosikan sebagai ikon dan budaya daerah. Sementara litbang pertanian memunculkan aneka varietas yang lebih baik.

“Agroforestry padi huma ini sangat diharapkan menjadi salah satu kekuatan perekonomian masyarakat desa hutan berbasis pangan. Pengaruhnya bukan hanya membantu ketahanan pangan daerah dan nasional, juga diharapkan bisa menumbuhkan kembali akar dan tradisi positif masyarakat Jabar yang sangat bermanfaat,” ujar Kepala Perum Perhutani Unit III Bambang Setiabudi. (Kodar Solihat/”PR”)***

PIKIRAN RAKYAT :: Selasa, 3 Juli 2012 HaL. 25

]]>
Peluang Kehutanan Masyarakat Besar untuk Dikembangkan https://stg.eppid.perhutani.id/peluang-kehutanan-masyarakat-besar-untuk-dikembangkan/ Thu, 21 Jun 2012 04:28:59 +0000 http://perhutani.co.id/?p=4909 Hutan dan Masyarakat sebagai kesatuan, membuka berbagai peluang kelola, juga ragam hasil hutan. Ini menjadi modal utama dalam menggerakkan perekonomian masyarakat serta mengurangi laju deforestasi-degradasi lahan hutan. Asosiasi Wirausaha Kehutanan Masyarakat Indonesia (AWKMI), akan segera dibentuk dalam kongres di Semarang, 21-23 Juni 2012 mendatang. Kalangan petani, pengrajin dan pelaku usaha Kehutanan Masyarakat diharapkan terwakili secara politik dan professional dalam asosiasi.
Berdasar data Dirjen RLPS (Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial) Kemenhut tahun 2006, terdapat 77 juta hektar lahan hutan kritis, dengan perkembangan 1,08 juta hektar per tahun. Sementara laju rehabilitasi hanya sebesar 700 ribu hektar per tahun. Lambatnya laju rehabilitasi belum berimbang dengan perkembangan lahan kritis. Peran dalam menekan laju deforestasi seharusnya bisa diambil Kehutanan Masyarakat.
Data CIFOR (Centre for International Forestry Research), Indonesia memiliki 48,8 juta jiwa masyarakat di dalam sekitar dan sekitar hutan. 10,2 juta di antaranya tergolong miskin. “Peluang Kehutanan Masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sangat besar. Hal itu yang mendasari pembentukan AWKMI”, ujar Andri Santosa – Ketua Panitia Pelaksana Kongres, dalam siaran pers yang diterima Green Radio.
“Bisnis ekosistem serta green enterpreneurship masih perlu didorong”, kata Andri. “Seharusnya pengelola Kehutanan Masyarakat mengoptimalkan produk atau hasilnya agar lebih sejahtera. Konsolidasi dan kerjasama dengan pengrajin dan pelaku usaha juga perlu digalang”, lanjutnya.
“Potensi Kehutanan Masyarakat  sesungguhnya memiliki posisi tawar yang besar, sekira 12 juta hektar, kata Hariadi Himawan – Direktur Bina Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan. Secara rinci HKm, Hutan Desa dan HTR saja seluas 7,9 juta hektar, tambahnya.
Hutan Rakyat (di Jawa saja)  mencapai 3 juta hektar dan PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) yang digagas Perhutani 1 juta hektar, ujar Bambang Sukmananto – Direktur Utama Perhutani.
Peluang dan tantangan besar juga hadir dengan skema verifikasi legalitas kayu (SVLK), ujar Diah Rahardjo, Direktur Program MFP (Multi Stakeholder Forestry Program). “Tantangan akan kayu legal bersertifikat bisa membuka peluang pasar lebih luas, jika kita sungguh-sungguh menanganinya,” lanjut Diah.
Andri menambahkan, dalam kongres ini akan berlangsung konsolidasi para pelaku Wirausaha Kehutanan Masyarakat se-Indonesia. Kongres ini juga akan membentuk wadah bersama. Sekaligus sebagai arena promosi petani hutan yang telah menjalankan praktek yang menghasilkan produk ramah lingkungan, seperti kayu bersertifikat legal, tutupnya. (Green Radio 18 Juni 2012)

]]>