Hasil Hutan Bukan Kayu – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Thu, 10 Oct 2013 01:39:04 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Hasil Hutan Bukan Kayu – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Akan Operasikan Pengolahan https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-akan-operasikan-pengolahan/ Thu, 10 Oct 2013 01:39:04 +0000 http://perhutani.co.id/?p=9513 Suara Karya, Jakarta – Guna memenuhi kebutuhan industri dalam negeri berupa terpentin, Perum Perhutani berencana akan mengoperasikan pabrik pengolahan derivatif gondorukem atau getah pinus.

Pabrik yang berada di Pemalang, Jawa Tengah, tersebut berkapasitas sekitar 30.000 ton per tahun. “Pabrik yang dibangun dengan investasi sekitar Rp 190 miliar ini, akan menjadi pabrik pengolahan gondorukem terbesar di Asia Tenggara,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto, di Jakarta, Rabu (9/ 10).

Dijelaskannya, pabrik yang tepatnya berlokasi di Kampung Bojongbata, Pemalang, ini akan diresmikan langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dari pengolahan gondorukem tersebut akan menghasilkan produk turunan dari terpentin berupa glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, limonen, cineol dan alpha terpineol atau terpenting yang dapat dijadikan bahan dasar industri makan dan minuman, adhesive, industri kertas, industri cat dan tinta, parfum serta farmasi.

“Mulai dari industri kertas, industri plastik, kulit, hingga sabun cuci membutuhkan turunan produk terpentin,” jelasnya. Bambang mengungkapkan, begitu kapasitas produksi sudah tinggi, maka tidak menutup kemungkinan untuk melakukan ekspor. Ekspor bisa dilakukan ke negara-negara, antara lain Jepang, India, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Singapura.

Selama ini, kata dia, hampir semua industri di Indonesia memenuhi kebutuhan produk derivatif gondorukemnya dari pasar impor, seperti China, India, bahkan Eropa. “Dengan dibangunnya pabrik gondorukem dan terpentin ini, diharapkan dapat memenuhi permintaan industri di dalam negeri,” ujarnya.

Pembangunan pabrik derivat gondorukem tersebut, diyakini Bambang, mampu menghasilkan nilai tambah 1,5 hingga 4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya. “Awalnya pengolahan gondorukem Perhutani masih dalam skala kecil. Dengan pengembangan ini diharapkan nilai produk gondorukern Perhutani bisa meningkat tajam,” ujarnya.

Pada 2013, Perhutani mengalokasikan dana belanja modal (capex) sekitar Rp 500 miliar. Dan jumlah itu, sekitar Rp190 miliar di antaranya digunakan untuk pembangunan pabrik gondorukem. Sisanya untuk pembangunan pabrik sagu di Sorong sekitar Rp 200 miliar, dan pengembangan pabrik pengolahan kayu plywood di Pare, Kediri.

Di bagian lain, Perum Perhutani juga berencana untuk membangun pabrik pengolahan umbi porang di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dengan investasi sekitar Rp 50 miliar.

“Tahun depan (2014) pembangunan pabrik tepung porang diharapkan sudah rampung. Sehingga pada tahun berikutnya (2 0 1 5) mulai beroperasi, dengan kapasitas produksi mencapai 30.000 ton tepung porang per tahun,” tutur Bambang.

Saat ini, disebutkannya, Perhutani telah mengembangkan tanaman porang di lahan hutan seluas 3.000 hektare. Porang dengan Bahasa Latin, “Amorphophalus Oncophyllus” ini merupakan tanaman umbi-umbian, yang memiliki berbagai kegunaan. Sebagai bahan makanan seperti mie, tahu, campuran makanan shirataki dan konyiku. (Joko Sriyono/Budi Seno/Ant)

Suara Karya | 10 Oktober 2013 | Hal.7

]]>
Perhutani Masuk Bisnis Produk Lantai Kayu https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-masuk-bisnis-produk-lantai-kayu/ Thu, 10 Oct 2013 01:36:58 +0000 http://perhutani.co.id/?p=9509 Bisnis Indonesia, JAKARTA—Perum Perhutani akan memfokuskan industri pengolahan kayu untuk menggarap pro­­duk lantai kayu (flooring) yang tahun ini ditargetkan mencapai volume produksi sebesar 8.895 m3.

Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto menuturkan saat ini luas konsesi milik perusahaan mencapai 2,4 juta hektare, yang terdiri dari 1,76 juta ha hutan produksi dan 658.902 ha hutan lindung. Hutan produksi Perhutani berlokasi di Jawa Tengah seluas 546.290 ha, Jawa Timur 809.959 ha, Jawa Barat 349.649 ha, dan Banten 61.406 ha.

“Realisasi tebangan kami sekitar 800.000 m3/tahun. Ini campuran kayu Jati, Sengon, Mahoni, dan Sonokeling. Kayu akan kita suplai ke industri hilirisasi supaya ada added value,” ujar Bambang, Rabu (9/10).

Hutan jati milik Perhutani seluas 1,21 juta ha diestimasi menghasilkan 417.021 m3 kayu jati/ tahun. Sebanyak 81% atau 339.521 m3 kayu dipasarkan dalam bentuk kayu bulat di pasar domestik dan dipasok ke industri sebanyak 19% atau 77.500 m3.

Adapun hutan rimba seluas 1,31 juta ha diestimasi menghasilkan 343.195 m3 kayu/tahun. Realisasi tebangan mayoritas di­­pasarkan dalam bentuk log 324.395 m3 atau 95% dan hanya 5% atau 18.800 m3 yang diolah.

Perhutani, lanjut Bambang, memiliki empat pabrik pengolahan kayu di Jawa Timur, yakni di Cepu, Brumbung, Gresik, dan pa­brik kayu lapis (plywood) sengon di Kediri. Kapasitas produksi empat pabrik pengolahan tersebut mencapai 125.000 m3/tahun mencakup produk kayu gergajian, furnitur taman, komponen rumah tangga, veneer, lamela, parket, dan flooring. Khusus produk finished flooring, produksi ditargetkan mencapai 8.895 m3.

“Industri kayu saya mau fokuskan ke flooring. Kalau furnitur, selera pasar cepat berganti, kita tidak bisa mengikuti desainnya, kalah dengan swasta,” ujarnya.

Produk flooring dinilai lebih efisien dari sisi penggunaan bahan baku, serta memiliki tingkat harga dan pasar yang cukup bagus. “Tahun depan kita fokus ke flooring. China sudah minta. Swedia juga ada potensi untuk flooring kapal pesiar,” kata Bambang.

Berdasarkan data Perhutani, kapasitas produksi flooring dari empat pabrik mencapai 8.465 m3/tahun. Mayoritas produksi dieks­por ke Singapura, China, dan Eropa.

Jurnalis : Ana Noviani
Bisnis Indonesia | 10 Oktober 2013 | Hal. 22

]]>
Mutiara Terpendam Kabupaten Tegal https://stg.eppid.perhutani.id/mutiara-terpendam-kabupaten-tegal/ Wed, 09 Oct 2013 01:19:29 +0000 http://perhutani.co.id/?p=9443 Jawa Pos, Tegal – Satu lagi mutiara terpendam yang dimiliki bumi Kabupaten Tegal bakal menjadi aset nasional. Dari produk kapulaga yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Dirjen Kehutanan pusat positif menerbitkan SK menunjuk Kabupaten Tegal sebagai sentra secara nasional. Lalu ?

KINI produk Kapulaga tengah gencar-gencarnya dikembangkan di empat kecamatan, masingmasing Jatinegara, Bojong, Bumijawa, dan Balapulang. Dari keempat kecamatan tersebut, total lahan yang dikembangkan untuk sentra tanaman campuran jamu itu sekitar 364, 8 meter.

Kepala Dinas Tanbunhut Ir Khofifah MM didampingi Kasi Perhutanan Sosial Ir Ambar Kustifah menyatakan budidaya kapulaga ini sebelumnya telah didukung pemkab lewat terbitnya surat keputusan Bupati Tegal nomor 360/1286/2012 tentang penetapan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yakni kapulaga. Dan dari empat kecamatan tersebut Jatinegara rupanya telah menjadikan kapulaga sebagai komoditas primadona.

“Pola pemasaran kapulaga saat ini masih mengacu pada dua cara. Disatu sisi masih secara tradisional dengan menjualnya kepasar, dan disisi lain dipasok pada pengrajin jamu simping. Jadi pola penjualan belum bombastis. Disinilah perlu adanya membentuk lembaga untuk menunjang terwujudnya sentra kapulaga, sekaligus menjadikan Kabupaten Tegal sebagai sentra kapulaga nasional,” terangnya.

Dari kalkulasi dilapangan terkuak untuk perkiraan tanam pertahunnya mampu menghasilkan panenan sekitar 830,9 ton. Dimana untuk harga basah kapulaga saat ini mencapai Rp 7.000 perkilogramnya. Sementara untuk produk kering mencapai RP 35.000 hingga Rp 40.000 perkilogramnya. Setidaknya bila dihitung untuk produk kapulaga basah didapat nilai ekonomi sebesar Rp 5, 8 milliar pertahunnya.

“Ini adalah suatu nilai yang layak untuk dikembangkan menjadi sentra ekonomi rakyat,” tuturnya.

Diakuinya untuk mewujudkan sentra kapulaga, perlu dibentuk kelembagaan yang tepat. Sebut saja Asosiasi Petani Kapulaga yang didalamnya beranggotakan petani kapulaga diempat kecamatan tersebut. Sentra ini nantinya bakal diinisiasi oleh Dinas Tanbunhut bareng Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun Semarang sebagai kepanjangan tangan Kementiran Kehutanan.

Terkait persiapan pembuatan kelembagaan sentra kapulaga di Kecamatan Jatinegara, selain melibatkan steakholder seperti pihak Perhutani dan mitra usaha tani, juga melibatkan pabrikan jamu simping, dan kelompok tani.

Pengembangan sentra kapulaga di Kabupaten Tegal bukanlah tanpa pertimbangan. Selain kapulaga sudah dikenal masyarakat khususnya di Kecamatan Jatinegara, kapulaga juga merupakan komoditas tanaman bahan baku jamu (herbal) yang mudah dibudidayakan, serta sangat cocok ditanam dibawah tegakan hutan rakyat. Sehingga bersinergi dengan program pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Tegal.

“Disini perlu dilaksanakan pendampingan secara terfokus dengan pembiayaan dari APBD II tahun 2014. Sesuai dengan seruan Gubernur Jawa Tengah tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Provisi Sumber daya Hutan (DBH PSDH) yang berasal dari kawasan hutan Perum perhutani Unit I Jawa Tengah, yang telah disalurkan ke masing-masing daerah dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan kehutanan secara umum dan secara khusus mendukung optimalisasi penerimaan PSDH,” cetusnya.

Radar Tegal | 09 Oktober 2013 | Hal. 13

]]>