HHBK – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Wed, 31 Dec 2014 07:50:56 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png HHBK – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Nganjuk Kembangkan Tanaman Bambu https://stg.eppid.perhutani.id/nganjuk-kembangkan-tanaman-bambu/ Wed, 31 Dec 2014 07:50:56 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17145 2015-1-2-Ngk-bina 2015

Dok.Kom-PHT/Ngk @2014

NGANJUK, PERHUTANI (30/12) –  Perum Perhutani KPH. Nganjuk Divre Jatim mendapat bantuan bibit bambu petung sebanyak 1000 stek dari Dinas kehutanan Kabupaten Nganjuk ditanam di  perbatasan hutan dan tanah milik berupa alur-alur sungai, Kawasan Perlindungan Setempat/KPS serta yang melintas di lahan-lahan rakyat/lahan milik. pinggir sungai petak 103, RPH Jatirejo, BKPH Berbek.

Kegiatan penanaman jenis bambu dilaksanakan bersama antara Perhutani KPH. Nganjuk, Dinas kehutanan Kab. Nganjuk, Perangkat Desa Sidorejo dan Duren, LMDH Jati Mulyo dan Jati Emas

Penanaman Bambu ini sebagai penunjang pengembangan hasil hutan bukan kayu,

Administratur Perhutani Nganjuk, Yono Cahyono  mengatakan bahwa penanaman bambu petung dilakukan untuk rehabilitasi kanan kiri sungai, peningkatan pelestarian sepadan sungai dan memberikan hasil bagi masyarakat.

Kepala Bidang RHL Dinas Kehutanan Kab. Nganjuk, Sri Istiningsih menyatakan bahwa Kecintaan akan pelestarian alam dan lingkungan perlu kepedulian kita utamanya masyarakat sekitar kawasan hutan dan kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan adanya dana untuk pemeliharaan yaitu pembersihan lahan dan tumbuh kembangnya tanaman bambu.   (Kom-PHT/Ngk)

Editor : Dadang K Rizal
@copyright 2014

]]>
Mengoptimalkan Hasil Hutan bukan Kayu https://stg.eppid.perhutani.id/mengoptimalkan-hasil-hutan-bukan-kayu/ Mon, 21 Apr 2014 03:23:08 +0000 http://perhutani.co.id/?p=12386 Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang kini mengoptimalkan usaha hasil hutan bukan kayu. Usaha HHBK itu, di antaranya dengan memproduksi sadapan getah pohon pinus untuk bahan baku pembuatan gondoruken dan minyak terpentin.

Di bawah tegakan pohon pinus, Perhutani pun mengupayakan kerja sama tumpangsari dengan masyarakat desa hutan di bawah Lembaga Masyarakat Desa Hutan.

“Sebelumnya, Perhutani lebih menitikberatkan pada usaha produksi kayu ketimbang HHBK. Akan tetapi, sekarang terbalik. Porsi HHBK lebih besar ketimbang usaha produksi kayu, dengan perbandingan 60:40,” kata Administratur Perum Perhutani KPH Sumedang Agus Mashudi di lokasi hutan pinus di wilayah kerja Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan, Tampomas di Kecamatan Cimalaka, Sabtu (19/4/2014).

Menurut dia, usaha HHBK di kawasan hutan Tampomas dilakukan dengan memproduksi sadapan getah pinus sebagai bahan baku pembuatan gondorukem dan minyak terpentin.

Gondorukem diolah lagi hingga menghasilkan bahan baku berbagai produk kosmetik dan bahan makanan, seperti halnya permen karet. Sementara minyak terpentin, bahan baku pembuatan cat dan pelitur. Lahan hutan pinus di wilayah BKPH Tampomas seluas 14,2 hektare.

“Getah pinus sadapan Lembaga Masyarakat Desa Hutan ini dikirim dan diolah lagi di Pabrik Gondorukem dan Terpentin, Sindangwangi di Nagreg, Kabupaten Bandung, hingga menghasilkan gondoruken dan terpentin. Setelah diolah, barulah dipasarkan di dalam negeri, termasuk ekspor ke Amerika dan Eropa,” kata Agus didampingi Kepala BKPH Tampomas M Edwin Rapid, serta Kaur Humas Perhutani KPH Sumedang, Asep Ali Rahman.

Dari lahan kawasan hutan di KPH Sumedang seluas 37.571, 45 hektare yang dimanfaatkan untuk penanaman pohon pinus seluas 14.896,76 hektare. Namun, total lokasi sadapan tahun 2014 ini baru mencapai seluas 2.214,01 hektare. Lokasinya tersebar di 4 wilayah BKPH, yakni BKPH Tampomas, Tomo Selatan, Manglayang Timur dan Cadasngampar (Jatigede).

Lebih jauh Agus menjelaskan, penyerapan tenaga kerja bidang produksi sadapan getah pinus, hingga kini sekitar 442 orang sebagian besar penyadap lokal Sumedang. Produktivitas penyadap/orang/tahun sekitar 4.023 kg. Sementara target produksi sadapan getah pinus tahun ini mencapai 1.778 ton.

“Mengingat begitu besarnya produksi sadapan getah ini, kami mengharapkan kerja sama pemasaran dengan Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Sumedang,” katanya.

Sumber : Pikiran Rakyat, Hal 13
Tanggal : 21 April 2013

]]>
Produksi Susah, Harga Gondorukem Perhutani Naik https://stg.eppid.perhutani.id/produksi-susah-harga-gondorukem-perhutani-naik/ Fri, 18 Oct 2013 01:38:00 +0000 http://perhutani.co.id/?p=9607 Kontan, JAKARTA – Gondorukem benar-benar membuat kantong Perum Perhutani makin tebal. Betapa tidak. Harga jual gondorukem milik BUMN kehutanan tersebut naik 25,39% di Oktober ini. Bambang Sukmananto, Direktur Utama Perhutani mengatakan, sebelumnya, harga jual gondorukem sebesar US$ 1.575 per ton.

Namun mulai bulan Oktober 2013 ini, harga jualnya melonjak naik sangat tinggi hingga menjadi US$ 1.975 per ton. “Harga gondorukem cukup bagus. Bulan ini Perhutani menaikkan harga US$ 400,” ujar Bambang kepada KONTAN, Kamis (17/10). Sayang produksi tidak bagus. Cuaca buruk tahun ini menyebabkan petani mitra Perhutani kesulitan menyadap getah pinus.

Getah pinus adalah bahan baku gondorukem. Dampaknya, produksi gondorukem Perhutani tidak bisa mencapai target. Awalnya, Bambang optimistis, di 2013 ini, produksi gondorukem Perhutani bisa mencapai 72.000 ton. Namun, melihat perkembangan hingga saat ini, Bambang memperkirakan, sampai akhir tahun, produksi gondorukem Perhutani hanya berkisar 61.200- 64.800 ton.

Bambang bilang, empat bulan ini, produksi memang kacau balau selama 4 bulan ini. “Agak susah jika harus mencapai 100%,” kata Bambang. Di tahun lalu, produksi gondorokem Perhutani berlimpah. Bahkan, Perhutani kelebihan stok gondorukem hingga 20.000 ton. “Kami sampai bingung harus jual ke mana?” katanya.

Gondorukem Perhutani banyak yang dijual ke luar negeri. Adapun negara tujuan ekspor adalah China, Jepang, India, Taiwan, Belanda dan Turki. Supaya tidak terlalu bergantung kepada gondorukem, Perhutani membangun pabrik derivatif getah pinus.

Dari hasil getah pinus, Perhutani tak hanya menghasilkan gondorukem melainkan produk lainnya seperti glicerol rosine ester , alpha pinen, beta pinen, delta carene, alpha terpinol, cineol dan diterpen.

Produk- produk tersebut merupakan bahan baku industri kosmetik, farmasi, kertas, cat dan tinta Pabrik pengolahan derivatif getah pinus ini dibangun di Pemalang, Jawa Tengah.

Pabrik yang berkapasitas getah pinus sebesar 24.500 ton ini menelan dana investasi sekitar Rp 198 miliar. “Pabrik sudah masih commisioning (uji coba) Oktober ini,” kata Bambang yang mengharapkan pabrik akan beroperasi penuh tahun 2014. Tahun ini, Perhutani memproyeksikan pendapatan mencapai Rp 3,9 triliun.

Sampai Agustus, Perhutani sudah mengantongi pendapatan sebesar Rp 2,37 triliun. Kontribusi pendapatan paling besar berasal dari sektor kayu yakni Rp 1,27 triliun. Sedangkan yang Rp 1,1 triliun adalah hasil penjualan produk non kayu.

Jurnalis : Maria Elga Ayudi
Kontan | 18 Oktober 2013 | Hal. 17

]]>
Perhutani Jabar Kembangkan Karet https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-jabar-kembangkan-karet/ Thu, 17 Oct 2013 02:09:29 +0000 http://perhutani.co.id/?p=9613 Bisnis Jabar Online, BANDUNG – Perum Perhutani Unit III Jabar Banten berencana mengembangkan komoditas karet untuk menambah pendapatan dari sektor non kayu.

Kepala Perhutani Unit III Jabar-Banten, Dadang Hendaris mengatakan karet akan menjadi lahan pemasukan Perhutani karena harga jualnya tidak pernah turun dimana rata-rata mencapai Rp27.000-Rp30.000 per kilogram.

Karena itu, pihaknya telah melakukan penanaman karet pada lahan 20.000 hektare. “Hasilnya, memang tidak bersifat jangka pendek dan instan. Hasilnya baru terasa dalam 5 tahun,” katanya di Bandung, Rabu (16/10/2013).

Pendapatan non kayu lainnya juga datang dari sektor ekowisata yang mencapai 74 titik potensial. Sampai saat ini Perhutani mencatat pemasukan dari sektor tersebut sudah mencapai Rp80 miliar per tahun. “Untuk eko wisata, target kami pendapatannya bisa naik mencapai Rp100 miliar,” paparnya.

Perum Perhutani Unit III sendiri saat ini masih mengelola 678.000 hektare hutan di Jabar-Banten. Dimana sekitar 568.000 hektare di antaranya berlokasi di Jabar.

“Yang terluas terdapat di beberapa titik, yaitu Cianjur, Sukabumi, dan Garut. Luasnya, sekitar 20-60 ribu hektare,” katanya.

Tahun ini pihaknya menargetkan penanaman pohon lebih dari 18 juta pohon di 12.000 hektare. Lokasinya tersebar di Jabar dan Banten.Alokasi dana anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp100 miliar. Pohon tersebut ditanam di hutan produksi sekitar 70% dan 30% di hutan lindung.

Dia mengaku pemasukan pendapatan dari kayu di hutan produksi relatif kecil hanya sekitar 160.000 meter kubik per tahun. Hal itu berbeda jauh dibandingkan hutan rakyat yang bisa mencapai 4 juta meter kubik per tahun.”Pendapatan dari non kayu itu tumbuh 95% dibandingkan tahun lalu,” katanya.(k57/yri)

Jurnalis : Wisnu Wage
Bisnis Jabar Online | 17 Oktober 2013 | 08.40 WIB

]]>
Perhutani Produksi Kopi Bubuk https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-produksi-kopi-bubuk/ Thu, 11 Jul 2013 05:40:55 +0000 http://perhutani.co.id/?p=8209 TEMANGGUNG—Potensi kopi di Temanggung digarap serius oleh Perum Perhutani. Sejumlah kawasan hutan dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas perkebunan ini.

Selain biji kopi, perusahaan milik negara ini juga memproduksi sendiri kopi bubuk. Bila pada tahun-tahun sebelumnya hasil perkebunan kopi yang pengelolaannya melibatkan rakyat itu hanya sebatas dijual dalam bentuk gelondongan, sekarang diolah lebih.

Selain dijual dalam bentuk biji siap sangrai, juga dijual kopi bubuk siap saji. Kepala TU Perum Perhutani KPH Kedu Utara, Amin Priyono mengatakan, pihaknya sudah mendirikan pabrik kopi Alas Kedoe, di Kauman Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung.

”Jika diolah lebih maka akan memiliki nilai ekonomi lebih pula. Sekarang sudah ada beberapa macam produk kita, yakni kopi bubuk hitam premium dan reguler. Kapasitas produksi per hari sekitar 120 kg per hari atau 36 ton per tahun,” katanya.

Pengelola pabrik kopi Alas Kedoe, Bambang Ismanto, 45, menuturkan, meski tergolong masih baru, namun kopinya sudah digemari masyarakat karena aroma dan rasanya cukup nikmat. Penjualan dalam bentuk kemasan, dan curah sudah merambah beberapa kota di Jateng dan Jatim.

Proses produksi kopi dibuat dengan sangat teliti, dengan memisahkan biji kopi menggunakan mesin sortir, dan diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, dan D. Untuk kategori A dibuat kopi kemasan premium, sedangkan yang lain reguler. (zah/lis)

Sumber   :   Radar Semarang, Hal 6
Tanggal   :   11 Juli 2013

]]>
KPH Kedu Utara Kembangkan Usaha Kopi https://stg.eppid.perhutani.id/kph-kedu-utara-kembangkan-usaha-kopi/ Tue, 09 Jul 2013 00:57:22 +0000 http://perhutani.co.id/?p=8125 Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan Kedu Utara mengembangkan usaha kopi yang merupakan salah satu hasil hutan di wilayah tersebut.

Kepala Tata Usaha, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara, Amin Priyono, di Temanggung, Senin, mengatakan, jika sebelumnya hasil perkebunan kopi yang pengelolaannya melibatkan masyarakat itu hanya dijual dalam bentuk gelondong, sekarang dijual dalam bentuk olahan.

“Selain dijual dalam bentuk biji siap sangrai, kami juga menjual dalam bentuk kopi bubuk siap saji,” katanya.

Ia mengatakan, untuk mendukung proses tersebut Perhutani mendirikan pabrik “Kopi Alas Kedoe”, di Kauman, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung.

“Jika diolah maka akan memiliki nilai ekonomi lebih. Sekarang sudah ada beberapa macam produk yang dihasilkan, yakni kopi bubuk hitam premium dan reguler. Kapasitas produksi sekitar 120 kilogram per hari atau 36 ton per tahun,” katanya.

Pengelola Pabrik Kopi Alas Kedoe, Bambang Ismanto (45), menuturkan, meskipun tergolong masih baru, kopinya sudah digemari masyarakat karena aroma dan rasanya cukup nikmat. Penjualan dalam bentuk kemasan dan curah sudah merambah beberapa kota di Jateng dan Jatim.

Ia mengatakan, proses produksi kopi dibuat dengan teliti, pemisahan biji kopi menggunakan mesin sortir dan diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, dan D. Kategori A dibuat kopi kemasan premium, sedangkan yang lain reguler.

Setelah melalui proses sortir, katanya, biji kopi dijemur hingga kadar air berkurang, lalu disangrai, digiling, disimpan dalam kurun waktu terntentu hingga keluar aroma kopinya baru dikemas sesuai ukuran.

“Kelebihan produk kami tidak menggunakan campuran apa pun, jadi murni dari biji kopi pilihan yang benar-benar masak. Perlu diketahui pula kopi di wilayah KPH Kedu Utara ini memang kualitasnya bagus, didukung topografi yang sesuai dan kesuburan tanah,” katanya. (ant/as)

Sumber : ciputranews.com
Tanggal : 8 Juli 2013

]]>
Potensi Produksi Gondorukem Belum Digarap Optimal https://stg.eppid.perhutani.id/potensi-produksi-gondorukem-belum-digarap-optimal/ Mon, 08 Oct 2012 01:45:22 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5836 Neraca.co.id – Demi mengamankan pasokan bahan baku gondorukem, Perum Perhutani berencana mengembangkan tanaman pinus jenis unggul seluas 62.500 hektare (ha) di lahan milik sendiri. Gondorukem adalah bahan baku untuk industri kertas, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak hingga kosmetik. Potensi gondorukem di Indonesia diperkirakan mencapai 1 juta ha. Namun, yang baru termanfaatkan hanya sebesar 154.000 ha.

Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto menuturkan, tanaman pinus baru yang bakal dikembangkan Perhutani memiliki hasil sadapan sebanyak 6 metrik ton per tahun per ha. “Tanaman pinus itu nantinya untuk memenuhi pasokan bahan baku pabrik gondorukem selama 10 tahun ke depan,” paparnya, akhir pekan lalu.

Perusahaan milik pemerintah ini memiliki delapan pabrik gondorukem dan terpentin. Sumber bahan bakunya berasal dari lahan pinus milik Perhutani yang mencapai 865.000 hektare. Adapun, areal yang bisa menghasilkan tahun depan seluas 166.000 ha. Sumber bahan baku lain dipasok dari Bali, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lain di luar Jawa.

Menurut Bambang, saat ini Perhutani masih memegang rekor sebagai produsen gondorukem dan gumrosin (getah padat dari pinus dan tanaman lain) terbesar di Asia Tenggara. Namun, meski sebagai produsen terbesar, kompetisi di masa mendatang bakal semakin kuat. “Sehingga perlu inovasi dan teknologi supaya produksi Perhutani tetap kompetitif dan memenuhi harapan pelanggan,” jelas Bambang.

Demi mengingatkan produksi dan inovasi itulah, maka Perhutani memutuskan membangun pabrik derivatif gumrosin di Pemalang, Jawa Tengah. Perusahaan merogoh kocek Rp 198,8 miliar untuk mendirikan pabrik tersebut.Pabrik seluas 2,5 hektare itu diprediksi mampu menghasilkan nilai tambah 1,5 hingga empat kali lipat dari pendapatan Perhutani sebelumnya.

Lebih jauh lagi Bambang menuturkan produk gondorukem memang punya prospek bagus. Selama ini, bisnis gondorukem mampu menyumbang 30% pendapatan tahunan Perhutani.Saban tahun, Perhutani mampu memproduksi gondorukem 55.000 ton dari delapan pabriknya. Sekitar 20% diserap pasar domestik, sementara 80% diekspor ke Asia dan Eropa. “Kami juga ekspor ke Amerika Serikat dan Australia, tetapi jumlahnya tidak begitu besar,” ujarnya.

Sayang, krisis ekonomi yang terjadi di Eropa saat ini membuat pasar gondorukem masih fluktuatif dan kurang kondusif. Akibatnya, hingga semester pertama tahun ini, Perhutani baru menorehkan pendapatan Rp 1,3 triliun. Jumlah itu setara 35% dari target pendapatan sepanjang tahun ini yang mencapai Rp 3,7 triliun.

Pendapatan tahun ini ditargetkan bisa lebih tinggi 19% dibandingkan realisasi tahun lalu, yaitu Rp 3,1 triliun. “Minimnya pencapaian target hingga paro pertama, karena kami kesulitan memasarkan produk gondorukem ke Eropa akibat krisis,” tukas Bambang.

Produsen Terbesar

Indonesia menjadi negara terbesar ketiga setelah China dan Brasil untuk kontribusi produksi gondorukem di dunia. Volume produk gondorukem Indonesia yang diperdagangkan setiap tahun sekitar 90.000 ton.

Sebelumnya Industri Kecil dan Menengah (IKM), khususnya produsen batik mulai kesulitan mendapatkan bahan baku. Selama ini, pasokan gondorukem atau getah pohon pinus yang merupakan salah satu bahan penguat warna dalam pembuatan batik, banyak yang diekspor.

“Banyaknya negara yang memproduksi batik menyebabkan pasokan gondorukem semakin sulit didapatkan. Saat ini produksi gondorukem nasional hanya 80.000 ton per tahun dan dipasok dari PT Inhutani I dan III di Sumatera dan Sulawesi. Sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 70 ribu ton per tahun, namun ada kekurangan sekitar 20.000 ton per tahun karena bahan baku tersebut banyak diekspor,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Euis Saedah.

Euis mengatakan saat ini batik sudah mulai mendunia dan banyak negara yang ikut memproduksi batik seperti Indonesia. Sejumlah negara yang memproduksi batik antara lain Malaysia, Turki, China serta negara di Afrika dan Eropa Timur. “Saat ini sudah ada 15 negara yang ikut membuat batik seperti Indonesia. Mereka memproduksi batik sendiri sesuai dengan corak alam dan lingkungan mereka,” ujarnya.

Kemenperin melalui Direktorat Jenderal IKM akan melakukan penambahan mesin produksi gondorukem. Selain itu pemerintah juga berharap Inhutani mengurangi ekspor dan memprioritaskan kebutuhan gondorukem dalam negeri. “Untuk meningkatkan produksi gondorukem, pemerintah akan membeli satu mesin produksi gondorukem seharga US$300 juta. Untuk menambah kekurangan gondorukem, produsen batik banyak mengimpor dari China,” tuturnya.

Euis menambahkan, masalah pendanaan di sektor IKM masih menjadi kendala. Selama ini pihak perbankan kurang tertarik untuk mengeluarkan dananya untuk IKM. “Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada sector IKM masih sangat minim. Pemerintah berharap perbankan bisa membantu pendanaan bagi pelaku IKM,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan menyebut bahwa pasar ekspor terbesar batik Indonesia adalah Amerika, Eropa dan Jepang. “Pasar utama kita Amerika, Jepang dan Eropa,” sebut Gita.

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Perdagangan (Kemendag), dari tahun 2006 hingga 2011, pangsa pasar eskpor Batik ke Amerika menduduki peringkat pertama. Tercatat pada tahun 2011, pangsa pasar ekspor Batik ke Amerika sebesar 35,63 dengan nilai US$ 24,668 juta.

Semenlara pangsa pasar Eropa secara komunal berada pada urutan kedua. Kemudian diikuti Jepang dengan pangsa pasar sebsar 10,90 % dan nilai US$ 7,547 juta. Lebih lanjut, Gita menguraikan bahwa nilai ekspor Batik ke semua Negara tujuan, sempat mengalami puncak di tahun 2008 hampir 100 juta dolar AS, tepatnya US$ 93,09 juta.Setelah itu, turun seiring pengaruh dari krisis global. “Karena pasar utama kita Amerika, Jepang dan Eropa, yang tiga-tiganya mengalami penurunan dari pertumbuhan ekonominya, mengalami berbagai macam masalah ekonomi. Hingga dapat dikatakan batik itu menjadi item yang mereka akan kurangi pembeliannya,” kata dia.(iwan)

neraca.co.id::Minggu, 07 Oktober 2012

]]>
Perhutani Genjot Produksi Karet https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-genjot-produksi-karet/ Mon, 13 Aug 2012 01:23:34 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5504 Perum Perhutani Unit III Jabar&Banten berencana menanam karet seluas 20.000 ha yang tersebar di sejumlah hutan lindung di Jabar dan Banten. Wakil Kepala Unit III Iman Sandjojo mengatakan rencana penanaman karet tersebut antara lain di Kabupaten Indramayu, Majalengka, dan Sumedang.

“Komoditas karet masih sangat dibutuhkan sehingga kami memilih untuk mengembangkan karet yang didukung dengan lahan yang cukup luas,” katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (12/8).

Dia menjelaskan tahun ini diujicobakan penanaman seluas 600 ha sekaligus sebagai tahap proses pembelajaran. Menurutnya, penggarapan awal penanaman karet dilakukan di kawasan Jawa Barat, di antaranya Indramayu 300 ha, di Majalengka 150 ha, dan Sumedang 150 ha.

“Pada tahun ini Perhutani Unit III siap menanam karet seluas 600 ha dengan investasi Rp 1,440 miliar,” ungkapnya. Iman menuturkan selama 5 tahun ke depan pihaknya akan fokus menggenjot penanaman 20.000 ha karet dengan investasi Rp2 triliun dari seluruh luas lahan di Jabar dan Banten 660.000 ha. Lahan seluas itu, ujarnya, diperlukan sebagai kebutuhan pendukung seperti kompleks perumahan pekerja, peralatan dan sarana pendukung lainnya. Sementara itu, untuk tenaga penggarapnya melibatkan beberapa pihak terkait.

“Kami mengakui dalam penggarapan karet ini membutuhkan pihak yang ahli di bidangnya. Namun, kami sudah mempersiapkan beberapa organisasi tertentu dan orangorang di internal,” katanya. Sementara itu, Kepala Seksi Pemasaran Produk Ung gulan Dinas Perkebunan Jabar Iyus Supriatna mengatakan karet merupakan salah satu komoditas unggulan produk perkebunan Jabar selain teh, kelapa, kopi dan kakao.

Menurutnya, produksi karet Jabar saat ini mengalami penurunan karena mayoriias perkebunan karet yang dikelola oleh masyarakat sudah melewati usia maksimal 25 tahun. “Seharusnya perkebunan karet itu sudah diremajakan. Tapi, sampai sekarang yang sudah diremajakan itu baru perkebunan yang ada di Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi saja. Untuk data pastinya mungkin tidak bisa saya sebutkan saat ini,” katanya.

Pola Penyadapan
Dia menjelaskan salah satu penyebab pendeknya umur pohon karet di Indonesia karena pola penyadapan yang salah dan teknologi yang masih konvensional. Seharusnya, petani karet Indonesia sudah mengadopsi leaflet di mana proses penyadapan dimulai pada sore hari dan selesai pada pagi hari.

Selain itu, bidang sayatan pada pohon karet seharusnya tidak lebih dari 10 cm, bukan 50 cm seperti yang dilakukan oleh mayoritas petani saat ini. Tak hanya itu, dalam penyayatan pun sebaiknya menggunakan gas antikoagual sehingga tidak menyisakan gumpalan pada karet hasil sadapan. “Dengan begitu, karet yang keluar bisa meningkat empat kali lipat. Dari satu pohon bisa menghasilkan 1 liter. Untuk teknik seperti ini kita jauh ketinggalan dibandingkan dengan Thailand,” ucapnya.

Setelah pohon karet disadap, petani disarankan menyiramnya dengan menggunakan air sebanyak 100 liter. Dengan begitu, umur pohon karet bisa bertahan lebih lama yakni 45 tahun.
Mengenai hal ini, sebetulnya Pusat Penelitian Karet sudah mengetahuinya. Akan tetapi, belum disosialisasikan secara menyeluruh.

BISNIS INDONESIA ::13 Agustus 2012, Hal. 8

]]>
Pengelolaan Hutan Mengalami Redesain https://stg.eppid.perhutani.id/pengelolaan-hutan-mengalami-redesain/ Mon, 13 Aug 2012 01:15:26 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5501 Pengelolaan hutan yang dilakukan Perum Perhutani Unit III di Jawa Barat dan Banten mengalami redesain selama setahun terakhir. Ini merupakan langkah untuk mengakomodasi kepentingan kawasan lindung, kepentingan bisnis, keamanan lingkungan, serta ekonomi masyarakat desa hutan sekitarnya.

Wakil Kepala Unit III Perum Perhutani, Iman Sandjojo, mengatakan, saat ini bisnis Perhutani Unit III telah dikembangkan lebih luas, kembangkan ke albasia atau sengon, karet, wisata hutan, dan lain-lain. Redesain ini pun sudah dikonsultasikan dan didukung oleh Dinas Kehutanan Jabar, berdasarkan perkembangan dan situasi yang disesuaikan dengan kondisi alam Jawa Barat akhir-akhir ini.

Pengembangan atau redesain bisnis Perhutani Unit III tersebut, menurut Iman, juga sekaligus mencoba menyeimbangkan kepentingan aspek lingkungan, di mana pendapatan bisnis dari jasa lain digunakan untu menyubsidi hutan-hutan lindung. “Dengan berstatus perum, Perhutani harus tetap menyeimbangkan aspek kepentingan umum dari perlindungan hutan dan alam, serta kepentingan bisnis untuk menghidupinya sendiri,” tuturnya.

la menjelaskan, pada tahun 2012 ini, Perhutani Unit III juga sudah menguji coba penanaman karet pada lahan seluas 600 hektare. Masing-masing di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang 150 ha, KPH Majalengka (150 ha), dan KPH Indramayu (300 ha). Lokasi-lokasi itu ternyata cocok untuk diusahakan tanaman karet.

Secara total, menurut dia, Perhutani akan mengusahakan karet sampai seluas 20.000 hektare. Ini disebabkan komoditas ini memiliki prospek yang sangat baik ke depan, dan keberadaan tanaman-tanaman karet merupakan komoditas perkebunan juga secara nyata sama dengan fungsi kehutanan.

Aset negara
Soal penanaman karet, menurut Iman, sudah ditetapkan direksi Perhutani untuk difokuskan di Jawa Barat karena kecocokan lahannya paling baik. Pengusahaannya juga akan dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, dan daerah lainnya.

“Karena Perhutani merupakan perusahaan berbasis lahan, maka pemerintah sudah memberi kewenangan mengusahakan bersifat optimalisasi. Apalagi ini merupakan aset negara yang harus dipelihara, diamankan, serta memberikan manfaat seoptimal mungkin, baik bagi pengelola maupun masyarakat desa hutan sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Ekowisata, Agroforesty, dan Jasa Lingkungan (Ejula) Perhutani Unit III, Lies Bahunta, mengatakan, tanaman-tanaman karet yang diusahakan pada 600 hektare tersebut semuanya masih baru ditanam. Sebagai konsultan pengusahaan karet, Perhutani Unit III dibantu konsultan mantan direktur produksi PT Perkebunan Nusantara VIII, Iyan Heriyanto.

PIKIRAN RAKYAT :: 13 Agustus 2012, Hal. 23

]]>
Dahlan Iskan Minta BUMN Bangun Pabrik Sagu di Papua https://stg.eppid.perhutani.id/dahlan-iskan-minta-bumn-bangun-pabrik-sagu-di-papua/ Thu, 02 Aug 2012 01:42:15 +0000 http://perhutani.co.id/?p=5364 Sebentar lagi Papua akan memiliki pabrik sagu dengan kapasitas produksi 100 ton/hari. Ini dilakukan untuk mengatasi tingginya harga bahan makan pokok warga Papua tersebut.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, Perum Perhutani ditunjuk untuk membangun pabrik sagu di daerah Sorong Selatan.

“Perhutani sudah kita putuskan harus mulai tahun ini membangun pabrik sagu di Sorong Selatan.  Selama ini di Papua belum ada pabrik sagu,” ungkap Dahlan di Wamena, Papua, Rabu (1/8/2012).
Dahlan menilai, harga sagu di Sorong saat ini mencapai Rp 18.000/kg. Sedangkan harga sagu di Jakarta bisa mencapai harga Rp 9.000/kg. Ia beralasan, pembangunan pabrik sagu tersebut bisa menekan harga dan memenuhi ketersedian sagu di Papua.

“Yang pusatnya sagu di Papua lebih mahal, maka dari itu kita bangun pabrik sagu yang besar yang satu hari bisa hasilkan 100 ton,” tambahnya.

Mantan Dirut PLN ini mengatakan, saat ini proses pembangunan pabrik sagu sedang dalam tahap pengerjaan studi kelayakan (feasibility study/FS) yang dilakukan oleh dua perguruan tinggi.

“FS-nya sedang dikerjakan oleh IPB dan universitas Papua Manokwari. Kebetulan di Universitas Papua itu ada ahli sagu. Dia akan menyumbangkan pemikirannya untuk menyusun studi pabrik sagu itu harus terwujud,” sebutnya.

Untuk memenuhi ketersedian bahan baku sagu, Dahlan mengatakan Perhutani dan masyarakat di sekitar pabrik akan bekerjasama untuk memenuhi dan menjaga pasokan bahan baku pembuatan sagu.

“Pohon sagunya nanti sebagian ditanam oleh Perhutani dan sebagian besar lagi diambil dari rakyat saja. Jadi nanti rakyat di sekitar pabrik sagu boleh menjual pohon sagu ke pabrik,” tutup Dahlan. Feby Dwi Sutianto

detik.com ::: Rabu, 01 Agustus 2012/17:38 WIB

]]>