Hutan Lindung – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Mon, 07 Nov 2016 01:24:01 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Hutan Lindung – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Garap Potensi Hutan Mangrove https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-garap-potensi-hutan-mangrove/ Mon, 07 Nov 2016 01:24:01 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41798 fisheri3-300x225IMQ21.COM (5/11/2016) | Perum Perhutani tengah memetakan potensi dan persoalan hutan mangrove yang terletak Purwakarta, Jawa Barat.
Untuk merealisasikan hajatan tersebut, Direktur Utama Denaldy M Mauna melakukan kunjungan kerja ke hutan mangrove Resort Pemangkuan Hutan(RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat dan bertemu dengan sebelas kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) akhir pekan ini.
Kesebelas LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Menurut Denaldy M Mauna, saat ini, pemerintah berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih di bawah konsumsi tingkat nasional. Sebagai BUMN, Perhutani yang memiliki hutan mangrove dipinggir pantai utara dan selatan Jawa akan optimalkan pengelolaannya, dengan pola sylvofishery yang baik, yaitu kombinasi mangrove dengan budidaya ikan atau lainnya.
“Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan daratnnya. Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional nantinya,” tutr Denaldy melalui siaran pers yang diterima Sabtu (5/11).
Ia berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan LMDH melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono perwakilan LMDH Wana Sejati.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani kurang lebih 43 ribu hektar. Sebagian ada di KPH Purwakarta, yaitu 15.897,21 hektar, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 hektar berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut.
“Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar pertahun, kalau ditanam ikan mujair bisa 1,5 ton per hektar per tahun, sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per hektar per hari,” urainya.
 
Tanggal : 5 November 2016
Sumber : imq21.com

]]>
Dirut Perhutani Ingin Fungsi Hutan Mangrove Optimal https://stg.eppid.perhutani.id/dirut-perhutani-ingin-fungsi-hutan-mangrove-optimal/ Mon, 07 Nov 2016 00:56:09 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41791 berita_324595_800x600_image1RRI.CO.ID (5/11/2016) | Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy M Mauna, Jumat (4/11/2016) melakukan kunjungan kerja ke hutan mangrove Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwokerto, Jawa Barat, untuk memetakan potensi yang dapat dikembangkan.
Menurut Denaldy, pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di Pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional.
Sebagai BUMN, Perhutani yang memiliki hutan mangrove dipinggir pantai utara dan selatan Jawa akan optimalkan pengelolaannya dengan pola sylvofishery yang baik yaitu kombinasi mangrove dengan budidaya ikan atau lainnya.
“Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan hasil perikanan. Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan daratnnya. Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional nantinya,” terang Denaldy.
Kepada orang nomor satu Perhutani tersebut, perwakilan sebelas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bertemu Denaldy di lapangan, berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini berstatus hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati.
Adapun kesebelas LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani ± 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta yaitu 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut. Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar pertahun, kalau ditanam ikan mujair bisa 0,5 ton per hektar per hari.
Kunjungan kerja Denaldy bertujuan memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove termasuk budidaya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
 
Tanggal : 5 November 2016
Sumber : rri.co.id

]]>
Pengembangan Kawasan Hutan dengan Pola HHBK https://stg.eppid.perhutani.id/pengembangan-kawasan-hutan-dengan-pola-hhbk/ Thu, 08 Mar 2012 01:07:05 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3703 Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengatakan, pengembangan kawasan hutan dengan sistem pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) akan menjadi prioritas eksploitasi hutan di masa depan.

Eksploitasi hutan dengan cara penebangan kayu, menurut Menhut, tidak lagi menjadi tujuan utama. “Saat ini dan ke depan kawasan hutan akan dikembangkan untuk pemanfaatan HHBK,” kata Zulkifli Hasan di Jakarta, Selasa (6/3).

Sebelumnya, dalam kunjungan ke hutan lindung Urug di Tasikmalaya, Menhut menilai, industri pengolahan bambu bisa menjadi salah satu model pemanfaatan HHBK. Industri yang memanfaatkan tanaman hutan bambu tergolong prospektif untuk menciptakan aglomerasi sektor hutan.

Proses pengolahan bambu menjadi sumpit, tusuk sate, tusuk gigi, dan bahan bakar alternatif mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitar hutan. Proses pemanfaatan ini bahkan tanpa merusak ekosistem hutan.

Di lain pihak, pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan ekowisata, juga dimungkinkan sepanjang tidak membangun bangunan permanen di dalamnya. Untuk itu, Menhut meminta semua pihak mengoptimalkan pengelolaan hutan lindung Urug seluas 300 hektare di Tasikmalaya ini.

Perum Perhutani yang selama ini diberi kewenangan menjaga dan mengelola hutan lindung Urug lewat skema pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). Masyarakat boleh membuka warung dan berdagang di kawasan peristirahatan tersebut. (Bayu)

Suara Karya :: 8 Maret 2012, Hal. 6

]]>
Eksploitasi Hutan Masa Depan https://stg.eppid.perhutani.id/eksploitasi-hutan-masa-depan/ Wed, 07 Mar 2012 07:11:50 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3705 Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan, pengembangan kawasan hutan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) menjadi prioritas eksploitasi hutan masa depan. Sedangkan, eksploitasi hutan dengan tebang kayu tak akan lagi menjadi model. Salah satu yang bisa menjadi model pemanfaatan HHBK adalah industri pengolahan bambu. Zulkifli mengatakan hal itu di Jakarta, seusai meninjau Hutan Lindung Urug, Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (6/3).

Menurutnya, industri yang memanfaatkan tanaman hutan bambu sangat prospektif menciptakan aglomerasi sektor kehutanan. Olahan bambu menjadi sumpit, tusuk sate, tusuk gigi, dan bahan bakar altrnatif, mampu menyerap tenaga kerja sekitar hutan tanpa merusak ekosistemnya. Pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan ekowisata juga dimungkinkan sepanjang tidak membangun bangunan permanen di dalamnya.

Dia meminta semua pihak mengoptimalkan pengelolaan Hutan Lindung Urug seluas 300 hektare yang juga sebagai hutan penyangga kawasan Jawa Barat. Perum Perhutani selama ini diberi kewenangan menjaga dan mengelola hutan lindung ini lewat skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Warga sekitar boleh membuka warung dan berdagang di kawasan wisata tersebut sambil menjaga kelestariannya. [S26)

Suara Pembaruan, 7 Maret 2012 hal 9

]]>
Pohon Mahoni https://stg.eppid.perhutani.id/pohon-mahoni-2/ Wed, 07 Mar 2012 02:30:28 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3692 Menhut Zulkifli Hasan (kanan) didampingi Direktur Perhutani Mustoha (kiri) melihat pohon Mahoni berusia sekitar 135 tahun ketika mengunjungi kawasan hutan konservasi yang dikelola Perhutani di hutan Urug, Tasikmalaya, Jabar, Selasa (6/3). Kawasan seluas 300 ha itu selain dijadikan kawasan konservasi yang berfungsi sebagai resapan air, juga dimanfaatkan menjadi eco wisata. . FOTO ANTARA/Saptono/ed/Spt/12

Antarafoto.com :: 6 Maret 2012 / 17:51

]]>
Menhut, pengembangan HHBK jadi prioritas eksploitasi hutan https://stg.eppid.perhutani.id/menhut-pengembangan-hhbk-jadi-prioritas-eksploitasi-hutan/ Wed, 07 Mar 2012 01:24:39 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3680 Jakarta (ANTARA News) – Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan menegaskan pengembangan kawasan hutan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) jadi prioritas eksploitasi hutan masa depan. “Eksploitasi hutan dengan hanya menebang kayu tidak lagi jadi model,” kata Menhut saat mengunjungi hutan lindung Urug, Tasikmalaya, Selasa.

“Saat ini kawasan hutan dikembangkan untuk pemanfaatan HHBK. Industri pengolahan bambu bisa jadi salah satu model pemanfaatan HHBK,” kata Menhut. Ia mengatakan, industri yang memanfaatkan tanaman hutan bambu memiliki prospek untuk menciptakan aglomerasi sektor hutan.

Olahan bambu menjadi sumpit, tusuk sate, tusuk gigi, dan bahan bakar alternatif, kata Menhut, mampu menyerap tenaga kerja di sekitar hutan tanpa merusak ekosistem hutan. Selain itu, menurut dia, pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan ekowisata juga dimungkinkan sepanjang tidak membangun bangunan permanen di dalamnya.

Pada kesempatan itu Menhut meminta semua pihak mengoptimalkan pengelolaan hutan lindung Urug seluas 300 hektare. Dia meminta Perum Perhutani yang selama ini diberi kewenangan menjaga dan mengelola hutan lindung Urug lewat skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk terus meningkatkan kinerjanya.

Menteri juga menyatakan masyarakat tetap diperbolehkan membuka warung dan berdagang di kawasan peristirahatan yang ada di hutan lindung tersebut.

(A027)

Editor: Ella Syafputri
Antaranews.com :: Selasa, 6 Maret 2012 23:34 WIB

]]> Menhut Disambut Pencak Silat di Tasikmalaya https://stg.eppid.perhutani.id/menhut-disambut-pencak-silat-di-tasikmalaya/ Tue, 06 Mar 2012 07:27:44 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3682 TASIKMALAYA, KOMPAS.com – Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meresmikan kawasan peristirahatan di tepi jalan raya Tasikmalaya-Garut di Desa Selapan Urug, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (6/3/2012).

Sejumlah pesilat cilik pun menyambut Menhut yang tiba di kawasan hutan lindung Urug yang dikelola Perum Perhutani. Menhut mengatakan, pengembangan kawasan hutan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu harus menjadi prioritas eksploitasi hutan masa depan.

Dalam perjalanan menuju hutan lindung Urug, Menhut singgah di industri pengolahan bambu menjadi sumpit, tusuk sate, tusuk gigi, dan bahan bakar alternatif. Pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan ekowisata juga dimungkinkan sepanjang tidak membangun bangunan permanen di dalamnya.

Menhut meminta semua pihak mengoptimalkan pengelolaan hutan Urug seluas 300 hektar ini. Perhutani membuka pemanfaatan kawasan tersebut untuk meningkatkan akses ekonomi masyarakat di sekitar hutan dalam skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

Masyarakat boleh membuka warung dan berdagang di kawasan peristirahatan tersebut. Direktur Perhutani Mustoha Iskandar mengatakan, masyarakat boleh bekerja sama dengan Perhutani dengan sistem bagi hasil 25 persen dan 75 persen selama tidak merambah kawasan hutan.

Mustoha juga meminta agar petani di sekitar kawasan hutan Perhutani mendaftar untuk ikut program gerakan peningkatan produksi pangan bersama koperasi. Perhutani mengelola 2,4 juta hektar kawasan hutan di Pulau Jawa dan Madura. Adapun areal hutan di Jawa Barat seluas 430.200 hektar.

Wali Kota Tasikmalaya Syarif Hidayat menjelaskan, Pemerintah Kota Tasikmalaya mengalokasikan dana Rp 1 miliar per tahun untuk membeli bukit di sekitar Tasikmalaya. Langkah ini merupakan strategi Syarif untuk meningkatkan lahan konservasi di sekitar Tasikmalaya.

Bukit-bukit tersebut kemudian direboisasi untuk mempertahankan sumber air bagi masyarakat. Bukit ini juga menjadi benteng alam jika Gunung Galunggung meletus.

Hamzirwan | Robert Adhi Ksp
Kompas.com :: Selasa, 6 Maret 2012 | 11:46 WIB

]]>
Warga Ternadi Tekuni Rehabilitasi Hutan https://stg.eppid.perhutani.id/warga-ternadi-tekuni-rehabilitasi-hutan/ Thu, 26 Jan 2012 00:33:27 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3375 Masyarakat Desa Ternadi, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sembilan tahun menekuni rehabilitasi hutan di kawasan Pegunungan Muria. Kawasan itu menjadi bagian daerah aliran sungai (DAS) Piji. Mereka mengelola kawasan hutan lindung Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pati. Area yang direhabilitasi warga itu seluas 144,5 hektar.Sekretaris Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Tani Makmur Desa Ternadi, Supriyanto (39), Rabu (25/1/2012), mengatakan, semula lahan hutan itu gundul dan hanya ditanami jagung. Hal itu berpotensi menyebabkan banjir di hilir. “Kami menanami kawasan itu dengan kopi, tanaman buah, randu, dan rumput gajah. Dari penanaman itu, kami bisa memanen kopi, buah, dan memperoleh pakan ternak,” kata dia.
Desa Ternadi merupakan desa ketiga yang dikunjungi tim Jelajah DAS Pegunungan Muria. Sebelumnya tim mendatangi Desa Menawan dan Rahtawu di Kecamatan Gebog. Penjelajahan itu bertujuan untuk menyurvei daerah-daerah kritis dan kawasan rehabilitasi di sejumlah DAS di Pegunungan Muria. Survei itu nantinya akan menjadi dasar penentuan desa model pelestarian DAS mikro di Pegunungan Muria yang meliputi wilayah Kudus, Pati, dan Jepara.

Kompas.com :: Rabu, 25 Januari 2012 | 16:51 WIB

]]> Pengelolaan Terintegrasi Menjadi Kunci https://stg.eppid.perhutani.id/pengelolaan-terintegrasi-menjadi-kunci/ Sat, 21 Jan 2012 02:56:10 +0000 http://perhutani.co.id/?p=3343 Keberadaan kawasan ekowisata hutan di Bandung selatan yang semakin menggeliat, merupakan hasil terobosan dan upaya keras selama bertahun-tahun untuk memunculkan hasil seperti sekarang. Kini, kawasan-kawasan ekowisata hutan sudah menjadi sumber daya tarik banyak kalangan, di mana perhatian dari banyak pihak mampu mengangkat citra hutan lindung di Bandung selatan.

Adalah pengelolaan secara terintegrasi pada kawasan hutan di Bandung selatan yang menjadi kuncinya. Pengelolaan itu terdiri atas aspek kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya. Penanganan hutan di Bandung selatan bukan hanya melibatkan pengelola, tetapi juga peran masyarakat, kalangan pemerhati, pebisnis, unsur pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Ikon sebagai kawasan ekowisata pun terbangun melalui optimalisasi tegakan-tegakan pokok hutan yang ditunjang pemanfaatan kawasan hutan selaras pelestarian lingkungan. Salah satunya berupa aktivitas pemanfaatan kawasan hutan, melalui wisata, pembudidayaan kopi yang sudah mengarah pada industrialisasi kopi tersegmen, pemanfaatan berbagai jasa lingkungan, perlindungan hewan primata Priangan dan Pulau Jawa, penelitian, serta promosi seni dan budaya lokal.

Pengelolaan hutan-hutan lindung di Bandung selatan dilakukan Perum Perhutani Unit III melalui pembagian tanggung jawab antara Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain (KBM JLPL) serta Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan. Karena statusnya hutan lindung dan hutan produksi sadapan, kebanyakan bisnis dilakukan melalui komoditas non kayu yaitu wisata, pemanfaatan jasa lingkungan seperti air, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan, serta penyerapan karbon.

Data dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, luas hutan yang dikelola seluas 55.000 hektare. Sebanyak 79 persen kini merupakan hutan lindung dan hanya 21 persen merupakan hutan produksi.

Perhatian Internasional
General Manager KBM JLPL Lies Bahunta mengatakan, kawasan hutan di Bandung selatan bukan hanya berkembang atas wisata hutan, tetapi sudah menjadi perhatian sejumlah kalangan internasional. Citra hutan di Bandung selatan dinilai berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan tahun 1999-2002 lalu yang banyak rusak akibat ulah manusia.

Menurut Lies, kawasan hutan lindung di sekitar objek wisata Kawah Putih disukai sejumlah pemerhati hutan asal Belanda, Malaysia, polisi hutan Jerman, maupun Australia. Mereka umumnya menilai, ternyata pengelolaan yang tepat dapat menciptakan pemulihan dan pelestarian yang mampu menunjang ekonomi masyarakat sekitar. Bahkan, kawasan hutan lindung di Bandung selatan dijadikan bahan studi banding oleh Dr Jeff elson dari School of Geosciences University of Sydney Australia bekerja sama dengan Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Mereka akan kembali berkunjung ke hutan lindung Bandung selatan untuk melakukan studi banding pengelolaan hutan secara terintegrasi.

”Yang jelas, pengelolaan sumber daya hutan di Bandung selatan, termasuk ekowisata, menjadikan masyarakat sebagai mitra. Peran masyarakat melalui PHBM membuka peluang lebih besar bagi mereka untuk memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan hutan,” ujar Lies yang juga General Manager Bandung Ecotourism.

Berkembangnya aneka ekowisata di Jawa Barat, khususnya Bandung selatan, juga tetap diikuti berbagai perhatian dari sejumlah pihak. Mulai penataan kawasan, kelestarian lingkungan, aspek sosial-budaya, pendapatan, iuran, dll, yang diharapkan saling menghidupi tetapi tetap menjaga ketertiban, kelestarian lingkungan, keamanan, dan tata nilai budaya lokal.

Pada sejumlah kawasan hutan di Jawa Barat, khususnya naik pada hutan lindung maupun hutan produksi, perputaran bisnis lebih bersifat pemanfaatan sumber daya hutan. Mata rantai manfaatnya bukan hanya dilakukan pengelola, tetapi juga masyarakat desa hutan, terutama yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Menurut Kepala Unit III Perum Perhutani, Bambang Setiabudi, kearifan dalam pemanfaatan hutan tak hanya berorientasi kepada ekonomi dan pendapatan semata. Namun, perlu memperhatikan aspek ekologi hutan yang vital keberadaannya karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Pengelolaan wisata hutan setempat juga telah berkontribusi terhadap pendapatan Pemerintah Kabupaten Bandung dan roda perekonomian masyarakat. Selama tahun 2007-2011, pajak yang diberikan Perhutani dari pengelolaan wisata hutan di Bandung selatan mencapai Rp 5,5 miliar yang bersumber dari objek wisata Cimanggu Rp 1,012 miliar, Kawah Putih Rp 3,822 miliar, Rancaupas Rp 55,869 juta, Patuha Resort Rp 80,680 juta, dan Wanawisata Air Panas Cibolang Rp 531,567 juta.

Walau sejak 2011 perda pembagian hasil dengan pemerintah daerah sudah dibatalkan Kementerian Dalam Negeri, Perhutani tetap membayarkannya. Menurut Bambang, sinergi dan kerja sama antara Perhutani dan berbagai pemerintah daerah tetap dapat berjalan. Selama ada kreativitas dari kedua belah pihak, terutama pemerintah daerah yang berniat meningkatkan pendapatan asli daerahnya. (Kodar Solihat/”PR”) ***

PIKIRAN RAKYAT :: 21 Januari 2012, Hal. 25

]]>