hutanmangrove – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Wed, 11 Jan 2017 02:50:31 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png hutanmangrove – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Pemkab Tangerang Bangun Objek Wisata Hutan Mangrove https://stg.eppid.perhutani.id/pemkab-tangerang-bangun-objek-wisata-hutan-mangrove/ Wed, 11 Jan 2017 02:50:31 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=44337 _6032910419ELSHINTA.COM (10/1/2017) | Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang, Banten, membangun objek wisata hutan bakau (mangrove) di kawasan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga di lahan seluas 225 hektare.

Sekretaris Daerah Pemkab Tangerang Iskandar Mirsyad di Tangerang, Selasa (10/1), mengatakan objek wisata itu berada di pesisir Laut Jawa dan tumbuh ribuan pohon bakau sebagai penyangga dan pencegah abrasi pantai.

“Hutan bakau tersebut selain menjaga kelestarian lingkungan pesisir, juga dapat memberikan kontribusi berupa pendapatan asli daerah atau PAD dari sektor pariwisata,” katanya.

Iskandar mengatakan Pemkab Tangerang sudah menjalin kerja sama dengan Perhutani menyangkut objek wisata itu. Nota kesepahaman sudah disepakati dan mulai digarap pada pertengahan Januari 2017. Objek wisata itu berada di kawasan yang selama ini merupakan wilayah kerja Perhutani.

Dia menambahkan pada objek wisata itu juga akan dibangun prasarana dan sarana pendukung seperti tempat penginapan dan jembatan yang menghubungkan darat dengan lautan. Bahkan pembangunan proyek tersebut melalui beberapa tahapan di antaranya dengan membangun prasarana jalan menuju objek wisata yang selama ini dianggap sempit. Konsep penataan kawasan itu direncanakan sesuai dengan wilayah serupa di Muara Angke, Jakarta Utara dan di Pantai Anyer, Kabupaten Serang, Banten.

Pihaknya juga membangun sarana memancing bagi wisatawan yang berminat dan dilengkapi alat pendukung. Demikian pula di lokasi juga dibangun mushola agar wisatawan saat mengunjungi kawasan tersebut juga dapat menjalankan ibadah.

Sebelumnya, Pemkab Tangerang membangun jalan masuk menuju objek wisata Danau Cibiru, Kecamatan Cisoka mengunakan konstruksi semen cor bertulang. Para pengunjung mengalami kesulitan bila hendak melewati kawasan itu karena hanya tersedia jalan satu jalur, bila berpapasan harus ada pengendara yang mengalah. (Ant)

Sumber: elshinta.com

Tanggal: 10 Januari 2017

]]>
Optimalkan Mangrove untuk Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-perikanan/ Fri, 11 Nov 2016 11:47:35 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42240 11mangrove-728x375JURNALINDONESIA.NET (11/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola ‘sylvofishery’ yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Dirut Perhutani Denaldy M Mauna.
Sesuai Inpres No 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat. “Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut. Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 1,5 ton per hektar per tahun sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per hektar per hari.
Sebelumnya, Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara III holding perkebunan, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia menjalin kerjasama budi daya tanaman tebu di kawasan hutan.
Kerjasama itu didukung pendanaan bank BUMN yakni Mandiri, BNI dan BRI. Ditandai dengan Penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tentang Pemanfaatan Hutan untuk Kegiatan Budi Daya Tebu.
Penandatanganan MoU dilakukan Dirut Perhutani Denaldy, Direktur Human Capital Management dan Umum PTPN III Seger Budiarjo, Dirut RNI B Didiek Prasetyo, Executive Vice President BRI Kokok Alun Akbar selaku , Pemimpin Divisi BUMN dan Institusi Pemerintah BNI Henry Panjaitan, serta Group Head Corporate Banking Mandiri M Iswahyudi di Kantor Pusat Perhutani Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, akhir Oktober lalu.
Kerjasama tersebut mencakup penyediaan lahan kawasan hutan untuk budi daya tanaman tebu dengan pola agroforestry. Mulai dari pengelolaan bibit, angkut hasil, peningkatan produksi, hingga produktivitas tanaman tebu.
 
Sumber : jurnalindonesia.net
Tanggal : 11 November 2016

]]>
Optimalkan Mangrove Untuk Budidaya Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-budidaya-perikanan/ Wed, 09 Nov 2016 09:30:10 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42033 fisheri3-300x225HARIAN EKONOMI NERACA (8/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejarijaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Manna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gasem. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budidaya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan. “Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldy, disalin dari Antara.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat “Syrvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.” Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada altematif untuk wisata.” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan. Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 13 ton per hektar per tahun sedangkan hasiludangalam 05 kg per hektar per hari.
Secara terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan penyusunan Peta Mangrove Nasional selesai pada tahun 2019 untuk dijadikan rujukan oleh semua kementerian dan lembaga. “Seluruh Indonesia akan diselesaikan pada tahun 2019 sesuai arahan Presiden Joko Widodo, mudah-mudahan didukung semua pihak,” kata Kepala Sub Direktorat Reboisasi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Joko Pramono, disalin dari laman yang sama.
Hal itu dikatakan pada penemuan integrasi data mangrove dalam rangka penyusunan saru peta mangrove Bali-Nusa Tenggara, yang dibuka Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Husnanidiaty Nurdin. Menurut dia, penyusunan Peta Mangrove Nasional diwacanakan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program tersebut kemudian dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo. Penyusunan peta tersebut tidak lepas dari berbagai konflik yang disebabkanoleh tidak adanya satu peta nasional yang menjadi rujukan dan disetujui semua kementerian dan lembaga.
“Pada masa lalu, banyak peta. walaupun objek yang sama tapi berbagai kementerian dan lembaga punya, sehinggamenimbulkan masalah ketika ada penggunaan lahan mangrove,” ujarnya.
Dasar penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 19 tahun 2013 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Informasi Geospasial. Selain itu, Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 54 tahun 2015 tentang Walidata Informasi Geospasial Tematik.
Dasar lainnya adalah Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.28/Menlhk/Set-jen/KUM. 1/2/2016 tentang Jaringan Informasi Geospasial Lingkup Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan, Joko mengatakan, penanggungjawab Kelompok Kerja Penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah Kementerian LHK.
 
Sumber : Harian Ekonomi Neraca, hal. 11
Tanggal : 8 November 2016

]]>
Optimalkan Mangrove Untuk Budi Daya Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-budi-daya-perikanan-2/ Wed, 09 Nov 2016 08:00:58 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42031 fisheri3-300x225ANALISA (7/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldy.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat.
“Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy. Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
 
Sumber : Analisa, hal. 21
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Perhutani Kembangkan Budi Daya Mangrove-Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-kembangkan-budi-daya-mangrove-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:51:26 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42029 fisheri3-300x225INVESTOR DAILY INDONESIA (7/11/2016) | Perum Perhutani akan mengembangkan budi daya tanaman mangrove dengan ikan (wanamina atau silvofishery). Selain ingin mengoptimalkan pemanfaatan hutan mangrove, melalui silvofishery BUMN kehutanan tersebut berharap bisa membantu pemerintah dalam mendongkrak konsumsi ikan per kapita nasional, terutama di Pulau Jawa.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna mengatakan, pihaknya akan mengkombinasikan tanaman mangrove dengan budi daya ikan. Perhutani saat ini memiliki hutan mangrove di pinggir Pantai Utara dan Selatan Jawa yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani berkisas 43 ribu hektare (ha), sebagian di kesatuan pengelolaan hutan (KPH) seluas 15.897,21 ha. “Luasan yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery mencapai 11.317,17 ha yang berada di 20 desa di delapan kecamatan,” kata dia, akhir pekan lalu.
Hal itu disampaikan Denaldy saat melakukan kunjungan kerja ke hutan mangrove di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Jawa Barat, pada Jumat (4/11). Kunjungan kerja itu sekaligus untuk memetakan potensi yang dapat dikembangkan sekaligus bertemu dengan 11 kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) wilayah tersebut Ke-11 LMDH itu di antaranya Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Karya Wanabakti. Wana Pantura, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, dan Greenting.
Denaldy menuturkan, pemerintah saatini berupaya meningkatkan konsumsi ikan per kapita di Pulau Jawa yang masih di bawah konsumsi tingkat nasional. Sesuai Inpres No 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, peningkatan konsumsi itu bisa dicapai dengan peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. “Dalam hal ini. Perhutani berperan dengan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola silvofishery.” kata Denaldy dalam keterangan tertulisnya.
Terkait itu, kata dia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan darat. Silvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Usulan tersebut mendapat reaksi dari salah satu LMDH. Perwakilan LMDH Wana Sejati Sarjono mengharapkan, hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan melalui usaha silvofishery empang parit atau untuk wisata pantai. “Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery hanya sebagian saja. Sedangkan bidang lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata dia.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani, serta rumput laut Produksi rata-rata bisa 2 ton per ha per tahun. “Apabila dikembangkan ikan mujair, produksinya bisa 1,5 ton per ha per tahun, sedangkan hasil udang alam 0,5 kilogram (kg) per ha per hari.” kata Sarjono.
 
Sumber : Investor Daily Indonesia, hal. 15
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Mangrove Untuk Budidaya Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/mangrove-budidaya-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:44:48 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42024 fisheri3-300x225KORAN JAKARTA (7/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove (bakau) di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola sylvofishery yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu (6/11), menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Perhutani telah memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Dirut Perhutani Denaldy M Mauna.
 
Sumber : Koran Jakarta, hal. 7
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Hutan Bambu Munculkan Ekonomi Kreatif https://stg.eppid.perhutani.id/hutan-bambu-munculkan-ekonomi-kreatif/ Wed, 09 Nov 2016 07:40:09 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42017 pkrnrkytPIKIRAN RAKYAT (7/11/2016) | Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Qurrota Ayun, Kecamatan Raja-mandala, Kabupaten Bandung Barat, berharap rencana pengembangan kawasan hutan produksi di Cipatat, melalui pengembangan populasi komoditas dan usaha kerajinan bambu dapat segera terwujud. Harapannya, masyarakat desa hutan setempat mampu lebih mendukung pemulihan kawasan hutan setempat, melalui pemberdayaan lingkungan dan ekonomi potensi bisnis komoditas bambu.
Sekretaris LMDH Qurrota Ayun, Yono Sutrisno, di Bandung, Minggu (6/11/2016) menyebutkan, pengembangan hutan bambu berikut usaha kecil kerajinan berbahan bambu, dinilai sangat potensial untuk optimalisasi kawasan hutan produksi di petak 77 yang lokasinya di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Rajamandala, Resor Cipatat, KPH Bandung Selatan Perum Perhutani.
Populasi hutan bambu mampu memulihkan sejumlah titik untuk fungsi hidrolo-gis dan penahan longsor, memunculkan iklim mikro lebih baik, serta bagi pemberdayaan masyarakat pun bermanfaat Paling tidak, mengubah orientasi usaha masyarakat desa hutan setempat menjadi usaha ekonomi kreatif berbasis pelestarian lingkungan hidup.
“Kami menyambut antusias rencana Perum Perhutani Divre Jawa Barat-Banten yang bekerja sama dengan mitra dari sebuah koperasi di lingkungan Institut Teknologi Bandung, untuk pengembangan hutan bambu di Hutan Cipatat. Memang untuk menikmati hasilnya dari komoditas bambu paling cepat empat tahun lagi, tetapi kami melihat komoditas bambu sangat berperan memulihkan lingkungan hutan sambil memberdayakan pemberdayaan masyarakat karena pasarnya potensial,” ujarnya.
Ia mencontohkan, jika pengembangan populasi hutan bambu sudah dilakukan, akan mampu mengurangi populasi tanaman pisang. Secara bisnis dan pendapatan pun dinilai lebih menjanjikan, karena penebangan bambu dilakukan selektif yang ditunjang usaha kerajinan bambu dapat mendatangkan penghasilan sebulan sekali, dibandingkan pisang yang rata-rata enam bulan sekali.
Pemanfaatan mangrove
Sementara itu, Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok LMDH sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa. Pola diterapkan yaitu sylvofishery yaitu kombinasi mangrove dengan pembudidayaan ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, dilansir Antara, Minggu (6/11/2016) menyebutkan, 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabak-ti. Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting. Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke RPH Ciasem, Bagian KPH Ciasem, KPH Purwakarta.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk pembudidayaan ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada. Tujuannya, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
 
Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 18
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Hutan Mangrove Untuk Budidaya Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/hutan-mangrove-budidaya-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:05:20 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42010 fisheri3-300x225KOMPAS (7/11/2016) | Hutan mangrove yang selama ini berfungsi sebagai kawasan lindung dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan (silvofishery) melalui sistem empang parit. Potensinya sangat besar karena di pantai utara Jawa terdapat sekitar 43.000 hektar hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani.
Berdasarkan pengalaman Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Sejati Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat, produksi dari budidaya ikan di hutan mangrove rata-rata bisa menghasilkan 2 ton ikan bandeng per hektar per tahun. “Jika ditanam ikan mujair, bisa 1,5 ton per hektar per tahun. Sementara hasil udang alam 0,5 kilogram per hektar per hari”, ujar Sarjono, Ketua LMDH Ciasem, Minggu (6/11).
Harga ikan mujair rata-rata Rp 15.000 per kilogram (kg) dan udang Rp 25.000 per kg. Kawasan mangrove di Subang dan Karawang masuk dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta. Status kawasan mangrove itu masih hutan lindung sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery hanya sebagian, lainnya tetap hutan lindung.
Oleh karena itu, lanjut Sarjono, harus ada altematif untuk pariwisata agar potensi kawasan ini dimanfaatkan secara optimal tanpa mengganggu fungsinya. Selama ini masyarakat yang tergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove serta rumput laut LMDH yang dipimpinnya kini beranggotakan 480 petani.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani tercatat 43.000 hektar. Sebagian ada di KPH Purwakarta, yaitu 15.897 hektar. Di kawasan ini sudah ada pengelolaan secara silvofishery seluas 11.317 hektar di 20 desa pada 8 kecamatan.
Kawasan itu dikelola sejumlah LMDH. Salah satunya LMDH Wana Sejati yang memiliki koperasi untuk menampung hasil produksi 280 petani anggotanya.
Pekan lalu, kegiatan LMDH di kawasan ini ditinjau Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna. Tujuannya, selain bertemu dengan LMDH, juga untuk memetakan potensi yang dapat dikembangkan di kawasan mangrove. Itu termasuk budidaya ikan empang parit sistem kelembagaan, dan aturan yang ada agar bisa dikembangkan silvofishery dengan baik serta optimalisasi fungsi lindung hutan mangrove.
Konsumsi ikan
Menurut Denaldy, pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan per kapita, khususnya Pulau Jawa, karena dinilai masih di bawah konsumsi nasional. Perhutani yang memiliki hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa akan dioptimalkan pengelolaannya dengan pola silvofishery yang baik, yakni kombinasi mangrove dengan budidaya ikan atau lainnya.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola silvofishery. Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan darat.
 
Sumber : Kompas, hal. 22
Tanggal : 7 November 2016

]]>