hutanperhutani – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Mon, 14 Aug 2017 09:56:13 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png hutanperhutani – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Siap Rehabilitasi Hutan DAS Cimanuk dan Citarum Hulu Untuk Lestarikan Hutan Lindung https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-siap-rehabilitasi-hutan-das-cimanuk-dan-citarum-hulu-untuk-lestarikan-hutan-lindung/ Mon, 14 Aug 2017 09:56:13 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=48858

Dok.Kom-PHT/ Kanpus ©2017

JAKARTA, PERHUTANI (14/8/2017) | Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy M Mauna dan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hilman Nugroho menandatangani Kesepakatan Bersama (MoU) tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Pasca Bencana Das Cimanuk Hulu dan Citarum Hulu Wilayah Kerja Perum Perhutani, pada hari Senin (14/8) di Jakarta.

Hilman Nugroho berharap pelaksanaan RHL dapat berjalan lancar dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan yang akan direhabilitasi.

Menurutnya kerjasama tersebut, akan dilaksanakan 3 kegiatan di lokasi Perum Perhutani. Pertama, reboisasi secara konvensional yang dilaksanakan oleh Perhutani melalui penugasan khusus seluas 5.035,50 ha. Kedua, rehabilitasi melalui aerial seeding yang dilaksanakan oleh pihak ke-3 melalui jalur lelang dari BPDAS seluas 12.604,13 ha. Ketiga, pembangunan bangunan konservasi tanah dan air yang dilaksanakan oleh BPDAS, yaitu Dam Penahan (DPn) sejumlah 193 unit dan Gully Plug (GP) sejumlah 457 unit.

“Kerjasama ini bertujuan untuk rehabilitasi hutan dan lahan dengan metode reboisasi konvensional, aerial seeding, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air pasca bencana di wilayah kerja Perum Perhutani. Pelaksanaan RHL targetnya selesai Desember 2017 dengan melibatkan masyarakat sekitar”, demikian Hilman Nugroho menambahkan.

Sementara Denaldy menyatakan bahwa dengan adanya kerjasama RHL ini tentu akan memacu semangat Perhutani untuk membangun hutan lindung.

“Sampai dengan tahun 2016, Perhutani minus. Di kuartal 2 tahun 2017, keuangan Perhutani membaik dengan mencatat laba sebesar Rp 316,23 milyar atau meningkat 236 persen dibanding Year of Year (YoY) 2016 yang merugi Rp 383,89 milyar. Dua tahun berikutnya, Perhutani harus komit sehingga RHL dapat menggunakan dana Perhutani”, demikian Denaldy.

Luas kawasan hutan lindung pada kawasan hutan Perum Perhutani yang akan dilaksanakan reboisasi adalah 17.639,63 ha di KPH Bandung Utara, KPH Bandung Selatan, dan KPH Garut. (Kom-PHT/PR/2017-VII-39)

 

]]>
Porang Madiun Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China https://stg.eppid.perhutani.id/porang-madiun-menjadi-buruan-pengusaha-jepang-dan-china/ Thu, 04 May 2017 01:25:39 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46636 KOMPAS.COM (3/5/2017) | Meski bentuknya tak beraturan dan membuat gatal bagi yang menyentuhnya, porang asal Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun yang satu ini menjadi buruan banyak investor Jepang dan China sejak sepuluh tahun terakhir.

Bukan tanpa alasan. Semenjak dibudidayakan petani dari tahun 1970-an, porang menjadi komoditas tanaman perkebunan yang menjanjikan bagi petani setempat. Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting stir menanam porang.

“Dulu pertama dibudidayakan hanya empat hektar saja sekitar tahun 1986. Kini lahan yang dikembangkan sudah mencapai 650 hektar,” ujar Hartoyo, salah satu perintis budidaya Porang di Klangon, Rabu ( 3 / 5 / 2017).

Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pandan Asri Desa Klangon KPH Saradan ini mengatakan, sebelum dibudidayakan seperti saat ini, warga mencari porang yang tumbuh liar di hutan.

Untuk mengajak warga membudidayakan porang tidaklah gampang. Awalnya Hartoyo hanya mengajak satu warga untuk bersama-sama menanam porang di lahan milik perhutani. Setelah warga yang diajak itu bisa membeli sapi dari hasil panen porang, warga pun berbondong-bondong menanam porang di lahan perhutani.

“Warga yang saya ajak tadi ternyata berhasil membeli sapi dari hasil panen porang. Setelah itu banyak warga yang ikut menanam porang,” ungkap Hartoyo.

Ia menyebutkan saat ini sudah ada 715 warga yang menanam porang di lahan milik perhutani. Tak hanya warga Desa Klangen saja, petani yang tinggal tak jauh dari Klangen juga ikut menanam porang.

Hartoyo mengungkapkan hutan milik perhutani dijadikan lahan penanaman porang karena tanaman jenis umbi-umbian itu tidak bisa ditanam di tempat terbuka. Tanaman porang membutuhkan sandaran pohon lainnya.

Meski menggunakan lahan perhutani, warga tak membayar mahal. Setiap petani yang menggunakan lahan perhutani dikenakan tarif tujuh persen dari hasil panen setahun sekali.

Bagi hasil tujuh persen tidak hanya masuk ke perhutani saja. Sebagian pemasukan dari bagi hasil masuk untuk kas desa.

Ia menambahkan, setiap tahunnya, porang iris kering asal Klangon yang diekspor ke Jepang dan China mencapai 750 ton.

Jumlah itu bisa bertambah bila petani memiliki modal besar.

Selama ini, kata Hartoyo, petani porang sering mengeluh tipisnya modal yang dimiliki untuk pengembangan komoditas unggulan yang diburu investor dari Jepang dan China.

Lantaran tak memiliki modal besar, sebut Hartoyo, banyak petani yang terjebak bujuk rayu pengusaha. Modusnya, pengusaha memberikan modal bagi petani untuk budidaya porang namun saat panen nanti hasilnya harus dijual ke pengusaha dengan harga yang sudah ditentukan.

“Jadi semisal pengusaha itu sudah mematok harga Rp 27.000 per kilogram porang iris kering maka ketika harganya naik Rp 35.000 per kilogram petani tidak tetap mendapatkan harga sesuai kesepakatan,” ucapnya.

Sementara bila hendak mengambil pinjaman di bank, petani tak banyak memiliki jaminan sehingga kesulitan mendapatkan pinjaman.

Untuk pengelolaannya, Hartoyo menceritakan, porang iris kering dijual kepada pengusaha di Surabaya. Selanjutnya, porang itu diolah menjadi mi, tepung, atau jelly yang kemudian diekspor ke Jepang dan China.

“Sekarang bukan hanya pengusaha Jepang yang mencari porang. Pengusaha asal China dan Korea juga berburu porang di Madiun,” kata Hartoyo.

Ia mengungkapkan kejayaan budidaya porang sudah dirasakan seluruh warga Klangon. Pendapatan warga bertambah seiring naiknya harga porang iris kering di pasaran. “Kalau bisa dirata-rata warga disini memiliki minimal dua sepeda motor,” tutur Hartoyo.

Senada dengan Hartoyo, Kepala Dusun Klangon, Parmo (40) yang sudah sepuluh tahun menanam porang ini mengaku bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 8 juta hingga Rp 9 juta setiap kali musim panen.

Parmo mengatakan, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk memanen perdana bila mulai membudidayakan porang. Menurut Parmo, kebun porang miliknya bisa menopang perekonomian keluarganya. Pasalnya satu hektar lahan bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton porang basah.

Harga porang basah bisa mencapai Rp 4.000 perkilogram. Sementara porang iris kering bisa mencapai Rp 35.000 perkilogram.

Untuk mengeringkan porang ini dibutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga sepekan, tergantung kondisi cuaca. Setelah dikeringkan, porang yang sudah diiris-iris itu menyusut dan berubah warna.

Ia mencontohkan satu kuintal atau 100 kilogram porang basah kalau dikeringkan maka beratnya menyusut menjadi 17 kg.

Selain menjual porang kering, warga Desa Klangon juga sudah bisa menjual bibit porang. Tak hanya bisa menjual porang basah dan kering, petani bisa menjual bibitnya. Harga per satu kilogramnya mencapai Rp 50.000.

Tak beda dengan Parmo, Sutiyem (58) tetangganya mengaku kebanjiran rejeki saat harga porang naik. Setiap tahunnya, ia bisa memanen empat ton porang di satu hektar lahannya.

Sumber : kompas.com

Tanggal : 3 Mei 2017

]]>
Mangrove Untuk Budidaya Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/mangrove-budidaya-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:44:48 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42024 fisheri3-300x225KORAN JAKARTA (7/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove (bakau) di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola sylvofishery yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu (6/11), menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Perhutani telah memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Dirut Perhutani Denaldy M Mauna.
 
Sumber : Koran Jakarta, hal. 7
Tanggal : 7 November 2016

]]>