Jawa Timur – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Tue, 20 Jan 2015 06:02:44 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Jawa Timur – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Penggiat Konservasi Bondowoso Hijaukan Kawasan Bersama Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/penggiat-konservasi-bondowoso-hijaukan-kawasan-bersama-perhutani/ Tue, 20 Jan 2015 06:02:44 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17734 Dok.kom/pht/bdo/2015

BONDOWOSO – PERHUTANI (19/1) – Dalam rangka Hari Pohon dunia, Penggiat konservasi lintas agama dari Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Sosial Masyarakat (LP2SM) Bondowoso hijaukan kawasan hutan di Bukit Arak-arak, Petak 72 RPH Mlandingan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Panarukan, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso, Senin.

Kegiatan penanaman tersebut melibatkan 100 orang penggiat konservasi lintas agama, antara lain dari santriwan/santriwati Pondok Pesantren Nurut Dholam, Desa Wringin Kecamatan Wringin dan Pondok Pesantren Nurul Islam, Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin. Pemuda Gereja GPPS Bondowoso dan Gereja Kristen Indonesia Bondowoso. Tenaga Tanggap Bencana (TAGANA) Bondowoso dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Laksana, Desa Sumber Canting, Bondowoso.

Bibit yang ditanam bermacam-macam, yaitu 100 bibit pohon Kersen (swadaya), 100 bibit pohon Nangka, 100 bibit pohon Sirsak (bantuan dari BPDAS Sampean, Bondowoso) dan 1.200 bibit pohon Salam (bantuan dari Perhutani Bondowoso).

Kedepannya, Perhutani KPH Bondowoso dan LP2SM Bondowoso membuat komitmen untuk terus melanjutkan kerjasama dengan menandatangani plakat komitmen bersama. Penandatanganan plakat tersebut adalah salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat hutan serta meningkatkan ekologi kawasan hutan, khususnya Bukit Arak-arak sehingga menjadi hutan wisata di Kabupaten Bondowoso.

Editor: Media Indah E.L/ @Copyright2015

]]>
Konservasi Hutan Untuk Kesejahteraan https://stg.eppid.perhutani.id/konservasi-hutan-untuk-kesejahteraan/ Sun, 18 Jan 2015 04:18:33 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17684 Berangkat dari keprihatinan, Untung Sutrisno bertekad mengubah lahan kritis menjadi lahan hijau dan produktif. Ia berjuang menyelamatkan lingkungan yang sudah rusak akibat penjarahan masyarakat. Tugas Untung bukan hanya itu, melainkan sekaligus menggugah kesadaran masyarakat untuk bersahabat dengan alam.
Di awal perjuangan, Untung merelakan sepertiga dari gajinya untuk membiayai kegiatan ini. Sepuluh tahun berjalan, perjuangan Untung membuahkan hasil yang manis. Ia berhasil mengurangi lahan kritis di Bondowoso dari sekitar 54.000 hektar menjadi 12.000 hektare.Bagaimana kisah selengkapnya? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDO dengan peraih penghargaan MNCTV Pahlawan untuk Indonesia 2014 kategori Bidang Lingkungan ini saat dijumpai di kawasan Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Apa yang membuat Anda tergugah untuk melestarikan lingkungan hingga rela menyisihkan sepertiga gaji?
Semua ini berangkat dari kegalauan dan perenungan atas berbagai peristiwa yang terjadi. Pada 2000, pohon seenaknya ditebang sehingga menyebabkan lahan di Bondowoso hancur. Era reformasi menjadi masa dilema karena masyarakat merasa hutan menjadi milik mereka. Oleh karena itu, mereka merasa bisa menjarah hutan semenamena.
Penjarahan ini mengakibatkan hutan menjadi rusak. Terlebih, pada 2005 terjadi longsor dan banjir di Bondowoso yang menghancurkan Kota Situbondo. Artinya, lahan di Bondowoso itu kritis karena minim lahan resapan dan gundulnya hutan. Dari banyak mendengar, saya menjadi peduli dan berkomitmen untuk pelestarian lingkungan. Hal yang terpikirkan oleh saya yaitu melakukan penghijauan dan antisipasi ketersediaan air. Untuk mengatasi dua persoalan ini, saya mulai menanam bibit pohon. Pada 2005 saya mulai bergerak. Meski tidak punya latar belakang perkebunan, bagi saya hal tersebut bukan kendala. Saya yakin bahwa semua ilmu bisa dipelajari asal ada kemauan dan kesungguhan. Maka, saya pun belajar secara autodidak. Sejak saat itu saya menyisihkan sepertiga gaji untuk membeli bibit. Saya pun mulai mengedukasi masyarakat, kalangan pondok pesantren, dan masyarakat pinggir hutan mengenai penghijauan.
Sejak kapan Anda terpikirkan untuk berkontribusi lewat perkebunan?
Saya pensiun sebagai PNS pada 2008, namun sejak 2004 sudah mulai memikirkan apa yang bisa dilakukan seusai pensiun. Berdasarkan kebutuhan masyarakat dan alam, saya memutuskan untuk menjadi petani kebun. Maka pada 2006, saya mendirikan LSM bernama Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Sosial Masyarakat (LP2SM) yang beranggotakan 25 orang. Anggotanya terdiri dari masyarakat pinggiran hutan dan pemimpin pondok pesantren yang tersebar di Bondowoso. Kami bertekad menanami lahan kritis sehingga menjadi lahan hijau dan produktif. Melalui lembaga ini, kami secara sukarela melakukan pendampingan terhadap masyarakat pinggir hutan terkait penghijauan hutan gundul dan edukasi lingkungan. Kami juga mencoba mengubah mindset masyarakat agar beralih ke budi daya tanaman produktif. Saat ini sudah tersebar kelompok peduli lingkungan di 23 kecamatan di Bondowoso. Saat melakukan penanaman kembali, kami bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Di antara 23 kecamatan tersebut, LMDH sudah ada di 18 kecamatan.
Mengapa Anda menganjurkan masyarakat melakukan pendampingan agar menanam pohon produktif seperti buahbuahan?
Hal ini dimaksudkan agar pohon yang telah ditanam tidak ditebang oleh masyarakat. Jika mereka diberikan bibit pohon kayu seperti sengon, mahoni, atau jabon, maka saat pohon tersebut besar, ada kemungkinan akan ditebang untuk dijual. Oleh karenanya, kami memberikan masyarakat bibit tanaman produktif seperti buahbuahan. Dengan begitu, saat bibit tersebut tumbuh menjadi pohon besar dan berbuah, masyarakat hanya akan memanen buahnya. Sementara pohonnya tetap berdiri kokoh karena tujuan kami mengubah lahan kritis menjadi produktif. Meski begitu, saya tidak melarang masyarakat menanami lahannya dengan bibit pohon kayu yang bisa dijual. Hal terpenting adalah penghijauan guna mengubah lahan kritis menjadi produktif. Tujuan dari penanaman beraneka jenis bibit supaya bisa menjaga kesinambungan kawasan tebang dan kawasan hijau.
Apa kendala Anda saat memulai semua ini?
Banyak. Saya tidak punya lahan atau modal yang banyak. Satu-satunya yang saya punya hanya keinginan mengubah lahan tandus menjadi lahan hijau. Untuk mencapai keinginan tersebut, saya menjual tabungan berupa delapan ekor sapi untuk dibelikan lahan seluas dua hektar. Penjualan satu ekor sapi lain dibelikan kendaraan pick up untuk mengangkut bibit. Sulitnya mendapatkan bibit mengharuskan saya membeli ke kota tetangga. Jumlahnya masih sangat sedikit. Sebagian bibit ini ada yang langsung saya tanam, ada juga yang dikirim ke berbagai pondok pesantren dan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar mereka pun mulai menanam.
Apakah sekarang Anda masih kesulitan mendapatkan bibit?
Perlahan mulai banyak lembaga yang menyumbang bibit pohon kepada masyarakat. Seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Bondowoso dan Balai Pengelolaan (BP) Daerah Aliran Sungai (DAS) Bondowoso yang juga menyumbang banyak bibit pohon kepada masyarakat luas. Kami pun turut mendistribusikan bantuan bibit pohon dari Dishutbun dan BP DAS tersebut.
Terkait antisipasi ketersediaan air bersih, bagaimana cara Anda menanggulanginya?
Saya bersama pemimpin pondok pesantren di Wringin, Bondowoso, membuat pipanisasi sepanjang 3,5 kilometer. Melalui pipa ini, kami menyalurkan air dari sumber mata air ke rumahrumah masyarakat. Air tersebut berasal dari kawasan hutan yang sebelumnya gersang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merawat lingkungan di sumbersumber mata air. Sekarang, masyarakat Wringin sudah bisa menikmati air bersih.
Apa yang membuat Anda yakin terus melakukan ini?
Saya mengikuti kata hati. Sebelum semua terlalu terlambat, kita harus bisa mengubah sikap dan perilaku terhadap alam. Jika kita merusak hutan, sama saja mengancam keberlangsungan makhluk hidup, termasuk kita sendiri. Misalnya saja air, jika tidak dijaga, maka air akan menjadi barang yang langka. Kita harus cepat bertindak agar terhindar dari berbagai bencana. Sudah sepatutnya kita memelihara dan mencintai lingkungan. Dengan menanam pohon, kesejahteraan masyarakat meningkat, terhindar dari bencana, sekaligus menjaga fungsi hutan terhadap kebutuhan makhluk hidup. Kebaikan yang kita tanam akan berbalik kepada kita.
Bukankah sulit untuk mengubah perilaku masyarakat?
Ya, bahkan saya sempat dikatakan orang gila. Mereka menganggap apa yang saya lakukan sia-sia. Masyarakat juga banyak yang enggan menanam, tapi setelah terbukti bisa meningkatkan kesejahteraan, mereka justru berebut untuk menanam. Hal ini karena mereka sudah merasakan sendiri manfaatnya. Untuk mengajak masyarakat menanam, saya melibatkan para kyai dari pesantren. Hal ini karena kyai merupakan tokoh agama yang strategis. Saya bersama masyarakat dan kalangan pesantren bekerja sama untuk memastikan bahwa bibit tersebut betul-betul ditanam.
Seberapa efektif penanaman pohon ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
Setelah pensiun, saya menikahkan dan menyekolahkan anak hingga jenjang strata 2 dari uang pohon. Matematikanya, satu hektar tanah dengan jarak dua meter bisa menampung 2.000-2.500 pohon kayu. Dalam lima tahun, 2.000 pohon tersebut bisa menghasilkan Rp200 juta. Jika penebangan ditunda sampai tujuh tahun, maka bisa mencapai Rp300 juta. Itu jika memakai tanah masyarakat. Jika memakai tanah pemerintah, ada kesepakatan kerja sama dengan Perhutani, biasanya 40% Perhutani, 50% penanam, dan 10% ke LMDH. Sementara untuk pohon tanaman produktif, hasilnya bisa dipanen untuk dijual. Dengan begitu, ada keseimbangan antara ekologi dan ekonomi sehingga hidup kami sejahtera dan berkelanjutan untuk generasi selanjutnya.
Selama rentang 10 tahun upaya Anda melestarikan lingkungan, pencapaian apa saja yang sudah terasa hingga saat ini?
Pada 2005, lahan kritis yang ada di Bondowoso mencapai 54.000 hektar. Saat ini lahan kritis yang tersisa sekitar 12.000 hektare. Kini Bondowoso juga sudah tidak mengalami siklus banjir dua tahunan. Bondowoso pun dinobatkan menjadi situs terbaik se- Jawa Timur pada 2014. Kebutuhan air bersih 15.000 warga di lima desa kini bisa terpenuhi. Dari sisi perekonomian, masyarakat kini menjadi lebih sejahtera. Pencapaian ini bukan karena diri saya sendiri. Melainkan banyak pihak yang turut aktif, berkomitmen, dan bersinergi untuk melakukan penghijauan.
ema malini
Sumber  : Koran Sindo
Tanggal  : 18 Januari 2015

]]>
Hutan Oro-Oro Ombo Jadi Peternakan Kuda https://stg.eppid.perhutani.id/hutan-oro-oro-ombo-jadi-peternakan-kuda/ Wed, 14 Jan 2015 08:44:32 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17569 KOTA BATU — Pengembangan kawasan hutan sebagai area wisata mulai direalisasikan. Seperti halnya pada areal hutan Oro-Oro Ombo di Jalibar (jalur lingkar barat), Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Junrejo, yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Malang.
Puluhan kuda sudah dilepas di ka wa san hutan yang dikerjasamakan dengan Pem kot Batu, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Dadi Asri, dan perusahaan swasta Mega Star. Kuda-kuda yang didatangkan dari Eropa, A merika, Inggris, hingga dari Arab Saudi oleh Me ga Star itu dilepas dan diternakkan di lahan 5 hektare dari total lahan yang dikerjasamakan seluas 31 hektare.
“Adanya peternakan kuda di dalam hutan ini salah satu penerapan konsep pengelolaan hutan silvopastur,” kata Gatot Sulis Wardoyo, Kepala Bagian Hukum dan Agraria, Perum Perhutani KPH Malang saat mendampingi wakil rakyat DPRD Kota Batu yang meninjau lokasi, siang kemarin.
Gatot mengatakan, peternakan kuda bukan satu-satunya yang akan dilepas di dalam kawasan hutan Oro-Oro Ombo. Rencananya, nanti juga ada peternakan rusa. Dengan adanya peternakan kuda dan rusa itu, diharapkan bisa menarik wisatawan. Tidak hanya untuk berkunjung, tapi juga untuk turut melestarikan hutan
Kerja sama pengelolaan hutan itu tidak hanya pada konsep silvopastur, tapi juga agroforestry atau pertanian yang dikombinasikan dengan hutan. “Ke depan, rencanannya juga dikem bangkan menjadi eco wisata, ada petik buah dan bunga,” kata Gatot.
Saat ini, lahan hutan yang dikembangkan menjadi objek wisata itu masih gratis untuk dikunjungi wisatawan. Rencananya akan ditiketkan sebesar Rp 5 ribu setelah sarana dan prasarana terbangun. Mulai dari infrastruktur jalan hingga ragam tanamannya. Budi Pangestu, owner Mega Star mengatakan, kuda-kuda ber usia antara 7 tahun hingga 9 tahun itu harganya antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Selain dipelihara dan diternakkan, kuda-kuda itu juga dijual.
“Yang paling mahal adalah kuda poni, rambutnya kaku,” kata dia. Dia juga menyatakan, rencananya selain menjadi tempat peme liharaan dan peternakan, nantinya juga akan ada sekolah berkuda. “Wisatawan yang mempunyai hobi berkuda bisa memanfaatkannya,” kata dia.
Sugeng Hariono, anggota Komisi A DPRD Kota Batu menya takan, ingin mengetahui langsung lahan hutan yang dikerjamakan dengan Pemkot Batu beserta masyarakat. “Kami meninjau untuk mengetahui aset pemerintah, selain itu juga supaya tidak sampai ada persoalan hukum saat nanti sudah ada pengembangan,” kata Sugeng. Dia menyatakan, tidak mempermasalahkan pengelolaan hutan untuk penangkaran kuda. Bahkan dia siap mendukung penuh kerja sama tersebut. Karena menurutnya, kerja sama itu sudah melalui prosedur yang benar.
Selanjutnya, pihak-pihak yang bekerja sama ini harus memegang komitmen untuk pengembangannya. Dia juga menyarankan, dalam penggunaan lahan hutan lebih berhati-hati. Termasuk tidak ada penebangan pohon di hutan. Sehingga kawasan hutan tetap terjaga dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat secara luas. Kepala Desa Oro-Oro Ombo Wiweko mengharapkan, kerjasama itu diharapkan memberikan peran kepada LMDH. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat bisa semakin meningkat.
“Tujuan utamanya tetap menjaga dan melestarikan hutan, tapi kesejahteraan warga juga bisa meningkat,” kata dia. Kerja sama pengelolaan hutan Oro-Oro Ombo bukan satu-satunya yang dikerjasamakan antara Perum Perhutani KPH Malang dengan Pemkot Batu dan LMDH. Selain Hutan Oro-Oro Ombo, kerja sama pengelolaan hutan juga dilakukan di kawasan Hutan Coban Talun. Lahan seluas 50 hektare itu juga dikerjasamakan untuk dikembang kan sebagai objek wisata alam, agroforestry, silvo pastur, hingga eco wisata.
Sumber  : Radar Malang
Tanggal  : 14 Januari 2015

]]>
Butuh Solusi Atasi Kemacetan di Batu https://stg.eppid.perhutani.id/butuh-solusi-atasi-kemacetan-di-batu/ Wed, 14 Jan 2015 08:42:44 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17567 KOTA BATU- Libur panjangakhir tahun 2014 masih menyisakan masalah kemacetan. Kondisi jalan yang kurang memadai membuat arus lalu lintas pun tidak lancar. Komisi C DPRD Kota Batu pun meminta agar Pemkot Batu maupun Provinsi Jatim mencarikan solusi untuk mengatasi kemacetan.
Ketua Komisi C DPRD Kota Batu Didik Mahmud menyebutkan jalan merupakan sarana yang sangat penting. Akses untuk mobilisasi dari tempat satu ke tempat lain. Selain itu, juga sebagai kota tujuan wisata harus memiliki sarana jalan yang memadai.
Dari pantauan Didik bersama komisi yang membidangi pembangunan, ada ruas jalan yang sering menjadi masalah saat musim libur panjang Terutama di jalan masuk menuju ke pusat Kota Batu. Di antaranya Jalan Ir Soekarno hingga Jalan Pattimura maupun Jalan Diponegoro.
Di jalan utama milik Provinsi Jatim tersebut badan jalan tidak menyatu dengan trotoar. Sehingga membuat jalan tidak terlihat rapi. “Kota wisata harus tertata rapi. Kalau ada yang rusak harus diperbaiki,” kata politisi Partai Golkar ini.
Begitu juga dengan beberapa titik di Jalan Pattimura. Masih ada badan jalan yang tidak rata. Selain itu masih belum dipasang trotoar. Sehingga membuat kesan kumuh saat masuk Kota Batu. “Trotoar harus ada, sebagai fasilitas pengguna jalan,” terang Deddy lrfan Alwani, anggota Komisi C dari Fraksi Demokrat.
Selain jalan milik Provinsijatim, Komisi C juga menyoroti portal di perumahan Panderman Hill. Karena ada portal, membuat arus lalu lintas di Jalan Lingkar Barat (Jalibar) Kota Batu masih belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Dan membuat pengguna jalan terhambat atau terkendala.
Terlebih wisatawan yang baru kali pertama masuk ke kawasan Jalibar Harus berputar karena tidak diperbolehkan melintas di kawasan tersebut. Sedangkan jalan tersebut merupakan milik Perhutani yang dipinjak oleh pengembang.
Sementara itu, Kepala Dinas PU Pengairan dan Bina Marga Pemkot Batu Arief As Shidiq mengatakan, jalan utama harus diperlebar dan dirapatkan dengan trotoar Selain rapi, jalan juga akan terlihat lebih lebar. “Peningkatan dan pengembangan jalan sekitar Rp30 miliar.
Anggaran tersebut termasuk perawatan, pembangunan jalan baru dan trotoar,” kata Arief yang baru saja dilantik pada 29 Desember 2014.
Mengenai jalan masuk ke Jalibar yang ditutup portal di Perumahan Panderman Hills, Arief segera membangun komunikasi dengan pihak pengembang dan Perhutani. “Untuk waktunya belum pasti kapan, tapi kami usahakan sesegera mungkin,” kata mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemkot Batu.
Selainmenata jalan, Ariefpun akan memasang tulisan di pohon-pohon tepi jalan. Semuanya ditulisi Shining Batu. Selain terlihat seragam, juga akan lebih rapi.
Sumber  : Radar Malang
Tanggal  : 14 Januari 2015

]]>
Tidak Dibuka Secara Massal Demi Menjaga Kelestarian Alam https://stg.eppid.perhutani.id/tidak-dibuka-secara-massal-demi-menjaga-kelestarian-alam/ Tue, 13 Jan 2015 08:29:23 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17559 Hutan mangrove Kaliwatu di Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, mulai marak dikunjungi pelancong. Meski memiliki potensi wisata tinggi, kawasan itu tidak untuk wisata masal. Lokasi ini tetap konsisten sebagai wisata edukasi.
PESONA keindahan Banyuwangi tidak hanya berada di kawah Ijen, Pantai Plengkung, atau pantai Pulau Merah. Potensi lain yang kini mulai menggeliat adalah kawasan wisata hutan mangrove Kaliwatu di Desa Kedungasri dan Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo.
Kawasan hutan mangrove yang dirintis Jaiman bersama warga setempat itu memang belum terkenal. Maklum, hutan mangrove itu berada di kawasan milik Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Banyuwangi Selatan. Hutan mangrove itu berbatasan dengan tambak udang yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya.
Hutan mangrove yang kini untuk tempat wisata itu luasnya sekitar 225 hektare. Menikmati keindahan hutan tersebut bisa menyewa jukung milik nelayan setempat. Menelusuri kawasan itu harus melalui alur-alur sungai kecil dengan panorama yang cukup elok.
Menuju kawasan itu tidak terlalu susah karena bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua. Bila naik roda empat atau bus,maka kendaraannya itu harus diparkir di permukiman wargadesa terdekat. Selanjutnya, jalan kaki sejauh dua kilometer (2 Km). “Bisa naik ojek,” cetus Kepala Desa (Kades) Kedungasri, Sunaryo.
Pengunjung dapat menelusuri lorong-lorong mangrove. Itu saat air laut mulai pasang atau sekitar pukul 0930. Jukung milik nelayan, oleh warga sudah disiapkan menelusuri tebalnya hutan mangrove.
Jangan khawatir, harga sewa jukung milik nelayan itu tidak mahal, tergantung negosiasi pengunjung dan pemilik jukung. Tarif sewa jukung itu sudah termasuk biaya nelayan sebagai guidetour. Di kawasan itu juga ada yang menawarkan satu paket wisata dengan menu makan siang, yakni kuliner khas pedesaan pesisir. “Menu makanan itu ala desa,” katanya.
Perjalanan memasuki lebatnya hutan mangrove menjadi pengalaman yang menarik. Sebelum naik ke jukung, pengunjung harus menggunakan life jacket (rompi pelampung). Itu demi keamanan pengunjung. Memasuki kawasan hutan mangrove, suara burung bersahut-sahutan seolah menyambut kedatangan setiap pengunjung. Tak jarang, burung itu menjadi objek pengamatan dan sasaran fotografi.
Sekitar 30 menit menikmati perjalanan di sungai yang di sekelilingnya berupa hutan mangrove tersebut, terkadang pengunjung berpapasan dengan nelayan pencari kepiting dan kerang. Pengunjung juga bisa melihat langsung cara menangkap kepitingtradisional. “Setelah diajarkan cara menangkap kepiting, pengunjung bisa ikut mencari kepiting,” ungkapnya.
Tidak hanya mencari kepiting dan kerang penghobi memancing ikan juga bisa memancing. Karena di kawasan itu ikannya cukup banyak Selama ini pengunjung membawa pancing dan umpan sendiri.
Meski memiliki potensi yang tinggi di bidang wisata, hutan mangrove Kaliwatu masih belum dikelola dengan baik. Pihak desa berkeinginan menggandeng Perhutani untuk mengelola bareng kawasan itu menjadi wisata edukasi bukan wisata masai. “Kami khawatir jika dibuka sebagai wisata masai malah akan merusak kawasan mangrove,” dalihnya.
Selama ini kawasan hutan mangrove Kaliwatu masih di kelola secara tradisional. Warga yang mengelola membentuk kelompok masyarakat sadar wisata (pokdarwis). “Jika ada support dari pemerintah kabupaten, tentu akan lebih baik,” harap kades.
Sumber  : Radar Banyuwangi
Tanggal : 13 Desember 2015

]]>
Pemkot Reboisasi Hutan Daerah https://stg.eppid.perhutani.id/pemkot-reboisasi-hutan-daerah/ Mon, 12 Jan 2015 08:28:37 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17484 KOTA BATU – Pemerintah Kota Batu berkomitmen menjaga hutan milik daerah agar terus hijau dan tetap lestari dengan reboisasi. Pada 2015 ini, pemerintahan pimpinan Wali Kota Eddy Rumpoko ini menyiapkan dana reboisasi (penghijauan) pembelian bibit pohon sebesar Rp 150 juta.
Anggaran itu untuk penghijauan hutan non-Perhutani, terutama areal yang digunakan masyarakat lewat Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Bibit pohon yang hendak dibeli untuk penghijauan adalah pinus, sengon, dan jabon.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu, ada kurang lebih 50 hektare lahan hutan milik daerah yang membutuhkan penanaman. Lahan hutan seluas 50 hektare tersebut tersebar di empattitik Yakni Desa Gunungsari dan Desa Punten Kecamatan Bumiaji. Dua lainnya adalah Desa Tlekung Kecamatan Junrejo dan Desa Oro-Oro Ombo Kecamatan Batu.
“Kita siapkan anggaran untuk penghijauan hutan. Agar hutan tetap hijau lestari. Itu bantuan bibit,” kata Heru Waskito, Kabid Kehutanan dan PedcebunandariDinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu.
Menurutnya, upaya penghijauan hutan di Kota Batu harus dilakukan. Sebab, hutan sebagai penyerap karbondioksida (C02) dan penghasil oksigen (02). Hutan juga area yang bisa menyerap polusi.Hutan penting sebagai penjaga iklimmikro Kota Batu, sehinggaberhawasejukdansegat Iklim dan udara sejuk itu adalah aset tak ternilai dari Kota Batu. Selain itu, upaya tetap melestarikan hutan sebagaibentukmenjaga lingkungan untukgenerasi mendatang.
Sementara itu, Heru Setya Aji selaku koordinator Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) se-Kota Batu mengatakan, upaya pelestarian hutan sangat perlu dan sangat bermanfaat bagi generasi dan masyarakat setempat
Sebab, hutan bisa membuat suasana dan kondisi Kota Batu tetap hijau. “Kami sangat senang jika hutan dihijaukan. Sebab, akan bisa lebih bermanfaat pada generasi mendatang dan sebagai penghasil oksigen,” kata Heru.
Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Oro-Oro Ombo Maskur Afandi mengatakan, jika hutan di Kota Batu bisa dijadikan hutan wisata, sehingga bisa menambah penghasilan warga sekitar Hutan sebagai cagar alam juga bisa memberikan manfaat lebih bila dikelola dengan baik.
Maskur menambahkan, selama ini hutan yang ada di Kota Batu dibiarkan dan tidak banyak yang ngopeni. Sebaliknya, malah ada yang pohonnya ditebang lalu lahannya disewakan untuklahan pertanian. Dirinya sangat berharap, hutan bisa lebih terawat bila dimanfaatkan dengan baik sebagai hutan wisata.
“Akan bisa menambah perekonomian warga bila dikelola dan dijadikan hutan wisata. Warga juga akan menjaganya ,” kata Maskur.
Suliono, Kepala Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji ini mengatakan, di desanya sudah menyediakan luas lahan 3 hektare untuk dijadikan sebagai hutan wisata. Suliono meyakini, hutan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang ada dikawasanhutan bila menjadi hutan wisata. “Ada tiga hektare lahan hutan yang sudah kami siap jika dijadikan hutan wisata,” kata Suliono (muk/c2/yos)
Sumber  : Radar Malang
Tanggal  : 12 Januari 2015

]]>
Dukung Ecotourism, Banyuwangi Ingin Ada Festival Cokelat https://stg.eppid.perhutani.id/dukung-ecotourism-banyuwangi-ingin-ada-festival-cokelat/ Mon, 12 Jan 2015 02:02:41 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17531 BANYUWANGI—Pemkab Banyuwangi menjajaki sinergi pariwisata bersama para pemangku perkebunan dan hutan mengingat besarnya potensi wisata di kedua wilayah kawasan itu.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas melontarkan ide membuat Festival Perkebunan, yang akan dimasukkan sebagai agenda kegiatan tahunan dalam kalender Banyuwangi Festival.
Laman resmi Kabupaten Banyuwangi mengungkap pertemuan Pemkab setempat telah dilakukan bersama dengan jajaran PTPN XII, Administratur Perhutani dan Gabungan Pengusaha Perkebunan pada Kamis, 8 Januari 2015.
Anas mengatakan banyak hal di wilayah perkebunan yang bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata, dari alam, perkebunan dan hasilnya seperti sendiri kopi, karet, kakao, hingga proses pengolahannya.
“Banyak sekali opportunity yang ada di perkebunan, tinggal bagaimana kita mengemasnya sebagai peluang untuk menarik wisatawan.,” ungkapnya.
“Ini akan menambah destinasi wisata dan memperpanjang life cycle pariwisata di Banyuwangi. Otomatis juga menambah penghasilan perkebunan.”
Bupati juga menyarankan perkebunan membuka penyewaan guest house bagi wisatawan.
“Belum lagi nantinya turis dipertontonkan bagaimana pengolahan hasil perkebunan. Misal pembuatan gula merah, cokelat, bisa juga mereka diajak untuk menyadap karet. Dengan pengemasan yang menarik ini akan menjadi destinasi wisata yang dahsyat ke depan. Dan yang pasti, ini sejalan dengan konsep ecotourism yang tengah kita usung,” katanya.
Sementara itu, ide membuat Festival Perkebunan rencananya menamplkan beragam hasil dan olahan perkebunan dan hutan di Banyuwangi.
Pemkab menginginkan adanya festival cokelat, bagaimana proses pengolahan mulai dari buah sampai menjadi cokelat yang siap dikonsumsi.
“Juga dilengkapi dengan festival kuliner serba cokelat. Akan kami tampilkan juga kopi. Ini akan sangat menarik, karena lokasinya berada di sebuah perkebunan.”
Manajer Wilayah I PTPN XII Sutrisno mengaku saat ini sedang mengembangkan pariwisata berbasis perkebunan.
Dia akan menyiapkan guest house bagi wisatawan dan segera membuat rute wisata maupun atraksi wisata bagi wisatawan.
“Kami akan membuat foto-foto guest house sebagi persiapan promosi. Juga menyiapkan atraksi wisata seperti pembuatan gula merah, karet dan kopi.”
PTPN XII menyatakan telah memulai pengembangan paket wisata perkebunan bagian Selatan, Pulau Merah – Sukomade dan Teluk Ijo.
Turis bisa bermalam di perkebunan Kandang Lembu dan Sumber Jambe, tanpa harus kembali ke Jajag.
Sumber  : surabaya.bisnis.com
Tanggal  : 12 Januari 2015

]]>
Ini Alasan Jalan di Pacet Diberi Nama Bupati Mojokerto https://stg.eppid.perhutani.id/ini-alasan-jalan-di-pacet-diberi-nama-bupati-mojokerto/ Mon, 12 Jan 2015 02:00:39 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17528 Mojokerto – Nama Bupati Mojokerto yang saat ini menjabat, Mustofa Kamal Pasa diabadikan menjadi nama ruas jalan baru yang menghubungkan wisata pemandian air panas Padusan dengan Desa Claket, Kecamatan Pacet. Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat sengaja memasang nama orang nomor satu di Kabupaten Mojokerto ini menjadi nama jalan sebagai kenang-kenangan.
Hal itu dibenarkan Kepala Dinas PU Kabupaten Mojokerto, Zainal Abidin. Pihaknya sengaja memasang nama Bupati Mustofa Kamal Pasa sebagai nama jalan yang menghubungkan wisata air panas Padusan dengan Desa Claket.
“Di pintu masuk itu ada nama Jalan Mustofa Kamal Pasa karena pembangunan jalan ini idenya Pak Bupati Mustofa Kamal Pasa untuk mengatasi kemacetan. Kita menawarkan kepada pak bupati apakah berkenan sebagai kenang-kenangan nama beliau. Karena beliau berkenan ya kita pasang nama tersebut,” kata Zainal saat dikonfirmasi detikcom di kantornya, Jumat (9/1/2015).
Zainal menegaskan, sebelumnya jalan sepanjang 4,6 Km itu berupa tanah dan bebatuan yang sulit dilalui kendaraan. Selain itu, jalan tersebut belum memiliki nama. Ruas jalan baru ini dibangun di atas tanah Perhutani yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan konservasi Tahura Raden Soerjo.
“Kebetulan jalan Padusan ini belum ada namanya sehingga kita beri nama Jalan Mustofa Kamal Pasa,” imbuhnya.
Nama Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan wisata air panas Padusan dengan Desa Claket. Jalan MKP ini dibangun untuk mengatasi kemacetan pada pintu masuk wisata air panas Padusan. Pasalnya, pada momen liburan, kemacetan kendaraan mencapai 5 Km.
Ruas Jalan sepanjang 4,6 Km ini dibangun berliku dan naik turun di lereng Gunung Welirang. Jika ditempuh dari wisata pemandian air panas Padusan, sepanjang sisi kiri jalan berupa jurang, sedangkan sisi kanan jalan berupa tebing yang di atasnya ditumbuhi hutan pinus. Jalan berkonstruksi beton selebar 7 meter ini dibangun di atas lahan perhutani.
Sayangnya, pembangunan belum sepenuhnya rampung. Pada sisi yang berbatasan dengan jurang, belum terpasang rambu-rambu peringatan maupun pembatas jalan. Selain itu, sejumlah jembatan di jalan ini juga belum dilakukan pelebaran.
Sumber  : detik.com
Tanggal : 12 Januari 2015

]]>
Perhutani Buka Pantai Ngudel untuk Wisatawan https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-buka-pantai-ngudel-untuk-wisatawan/ Sun, 11 Jan 2015 08:00:27 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17475 GEDANGAN – Keberadaan jalan lintas selatan (JLS) di wilayah pesisir Malang selatan benar-benar membuat satu per satu potensi Kabupaten Malang terdongkrak, te rutama pantai. Selain beberapa destinasi wisata pantai yang sudah terkenal seperti Pantai Balekambang, Sendangbiru dan Ngliyep, kini ada satu lagi pantai yang sudah mulai dirintis untuk dijadikan objek wisata.
Pantai ini bernama Pantai Ngudel, terletak di Desa Sindurejo Kecamatan Gedangan. Perum Perhutani KPH Malang bekerjasama dengan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH) setempat sudah memulai membuka akses jalan dari JLS menuju ke Pantai Ngudel sejauh 2.5 kilometer dimulai sejak akhir tahun 2014 lalu. Kini Pantai Ngudel ini pun sudah bisa dikunjungi wisatawan dengan menggunakan kendaraan roda empat hingga di bibir pantai.
Selain itu, Perhutani bersama be berapa unsur masyarakat dan instansi terkait menggelar ke giatan penanaman 12 ribu bibit pohon. “Saat ini kita mulai menanam, diperkirakan dua atau tiga tahun lagi kawasan ini akan semakin hijau dan rindang. Harapan kami kondisi itu akan lebih membuat nyaman wisatawa yang berkunjung ke Pantai Ngudel ini,” Kata Arif Herlambang, Administratur Perum Perhutani KPH Malang kemarin. (dsp/lid)
Sumber  : Radar Malang
Tanggal  : 11 Januari 2015

]]>
Siti Nurbaya Bangga Deputi Kementerian LH Rela Boyongan Ke Manggala Wanabakti https://stg.eppid.perhutani.id/siti-nurbaya-bangga-deputi-kementerian-lh-rela-boyongan-ke-manggala-wanabakti/ Sun, 11 Jan 2015 07:51:59 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17471 PADA pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) digabung dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Karenanya, sejumlah dirjen di Kementerian LH yang sebelumnya terletak di Jalan DI Pan-jaitan, Jakarta Timur sudah mulai boyong secara bertahap.
Menteri Kehuatanan dan Lingkungan Hidup (Kemenhut LH) Siti Nurbaya menyampaikan, personel di Kemen LH sudah mulai boyongan awal tahun ini.
“Awal Januari ini sejumlah kedeputian sudah di Gatot Subroto,” kata Menteri Siti dalam keterangan persnya kepada Rakyat Merdeka kemarin.
Diterangkan Menteri Siti, di tahap awal, Kedeputian Vl Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat dengan 78 pegawai resmi pindah. Kedeputian ini akan menempati Blok 4 Lantai 4 Wing C di Gedung Manggala Wanabhakti Kementerian LH dan Kehutanan di Gatot Subroto. Boyongan ini masih akan terus berlangsung secara bertahap.
“Secara konseptual penggabungan sudah selesai dengan konsep kelembagaan sebanyak 9 fungsi dirjen sebagai hasil penyatuan dua kementerian menjadi satu,” tambahnya.
Dikatakan Menteri Siti, fungsi-fungsi Lini tersebut meliputi, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Ditjen Konservasi SDA dan Ekosistem, Ditjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, Ditjen Pengelolaan Hutan Produk Lestari, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, serta Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Siti mengatakan, mulusnya penggabungan dua kementerian ini berkat kerjasama semua pihak. Dia menyebut senior, eks menteri, pejabat kementerian, aktivis lingkungan, LSM, akademisi dan asosiasi dunia usaha punya peranan penting dalam membenahi kelembagaan tersebut.
“Juga nanti saya berharap ada dukungan langkah-langkah kerja ke depan, dengan pola baru, birokrasi yang merefleksikan hadirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat,” kata dia.
Selain soal pemindahan personel, Menteri Siti mengungkapkan hasil, kunjungan kerja akhir Desember 2014 ke Ngawi, Jawa Timur. Menteri Siti mengungkapkan hasil kerjasamanya dengan sejumlah praktisi dan ahli. Salah satunya saat blusukan bersama dekan sekaligus pengajar senior Fakultas Kehutanan UGM, Prof Sukotjo dan Dirut Perhutani, meninjau lokasi penanaman kawasan hutan produksi.
Sumber  : Rakyat Merdeka
Tanggal  : 11 Januari 2015

]]>