Kerajinan – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Sat, 31 May 2014 05:07:27 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Kerajinan – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Hutan Pati, Mengukir Logam Menghilir Harapan https://stg.eppid.perhutani.id/hutan-pati-mengukir-logam-menghilir-harapan/ Sat, 31 May 2014 05:07:27 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17051 Riuh suara logam bersahutan sepanjang siang, nyaring indah berhamburan dari desa hutan, ibarat anak-anak riang menabuh genderang.  Logam alumunium berbagai ukuran bersinar diukir tangan-tangan terampil. Awam tak pernah menduga bahwa logam keemasan berukiran kaligrafi yang menghiasi dinding masjid atau mungkin di sudut rumah kita adalah satu dari karya putra-putri desa Sentul, Cluwak, Pati wilayah pesisir Jawa Tengah.
Dalam perjalanan panjangnya, kerajinan ukir logam alumunium desa Sentul tidak dapat dipisahkan dengan pelestarian hutan di kaki Gunung Muria. Bermula ketika Perhutani Pati memfasilitasi terbentuknya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mitra Tani tahun 2003. Lembaga yang anggotanya adalah warga desa hutan Sentul, terutama mereka yang bermatapencaharian sebagai petani hutan atau bergantung pada hasil hutan seperti daun jati, kayu bakar, pakan ternak, dan pangan itu sangat diharapkan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi.
Adalah Mohammad Suryadi. Pemuda asli Magelang kelahiran tahun tujuhpuluhan dan mengenyam pendidikan Sarjana IKIP Semarang itu ikut membidani kelahiran kelompok petani hutan sekaligus guru sekolah di Madrasah dan mengajar paket B dan C.   Sebagai warga desa hatinya tersayat-sayat ketika melihat banyak anak-anak desa hutan tidak bersekolah. Pekerjaan menyawah atau menanam pohon di hutan dianggap tidak menarik.  Ada kecenderungan hanya para orangtua yang masih setia dengan kegiatan pertanian.
Lama Suryadi merenung. Memberikan ceramah lewat mengajar saja tidak cukup ampuh untuk menghijaukan hutan sekitar desanya.  Melalui kelompok Mitra Tani, Suryadi bersama petugas Perhutani mulai mengadakan pelatihan-pelatihan praktis.  Mencintai hutan dan lingkungan apalagi untuk warga desa Sentul harus dimulai dari sisi lain. Suryadi akhirnya menjatuhkan pilihan pada seni ukiran logam kuningan ‘kriya logam sedet’.  Sejak tahun 2008, ia belajar secara otodidak. Dengan alat sederhana hammer dan paku, ia mulai memukul-mukul logam tembaga menjadi ukiran apa saja. Gambar wayang, kaligrafi tulisan arab, gambar hutan, sampai pesanan gambar bunda Maria dari gereja dikerjakan dengan baik.
Suryadi mulai mengajak anak-anak yang belajar di paket B dan C untuk belajar mengukir logam kriya.  Sembari mendengarkan pelajaran, Suryadi bercerita tentang pentingnya melestarikan hutan untuk kebaikan desa mereka yang indah di kaki gunung Muria.  Tentu saja para orangtua di desa Sentul senang melihat anak-anak mereka mempunyai kesibukan baru mengukir kriya daripada sekedar nongkrong di pasar-pasar atau ke terminal.    Hutan-hutan di kaki Muria juga mulai ditanami. Anak-anak kecil punya kesadaran baik akan pentingnya tanaman bagi kehidupan. Meskipun ada saja yang menyerobot menanam sengon dan kopi. Bagi Suryadi, menanam keyakinan menghargai alam dipikiran anak-anak lebih berharga daripada tanaman kopi itu sendiri.
Pucuk ditimpa ulam tiba, tahun 2012, Mitra Tani mendapat bantuan modal PKBL mmelalui Perhutani Pati sebesar Rp. 20.000.000,-( Dua puluh juta rupiah ). Modal ini diinvestasikan untuk membuat galeri sederhana di jalan Tayu Jepara. Sebagian lagi digunanakan untuk membeli bahan baku logam kuningan dan tembaga.
Produksi ukiran logam kriya perbulan yang mampu dibuat Suryadi dan anak-anak didiknya sebanyak 15 unit, dengan aneka motif sesuai pesanan. Setiap ukiran memerlukan waktu rata-rata satu sampai delapan jam untuk penyelesaian. Dengan nilai jual berkisar antara Rp.100.000. sampai Rp. 600.000,-  maka sudah dapat dihitung barapa pendapatannya per bulan.
Saat ini pemasaran masih terbatas di kota-kota di Jawa, dan ada beberapa yang dikirim ke Thailand dan Malaysia.  Usaha ukiran kriya ini membutuhkan banyak tenaga kerja. Saat ini sekitar 18 orang ada di galerinya belum termasuk anak-anak yang bekerja sambil belajar di rumah masing-masing.  Bahan baku juga tidak terlalu sulit karena bisa dibeli dari toko-toko sekitar Tayu, Pati dan Jepara.
Mimpi Suryadi tidak begitu membumbung.  Koperasi Mitra Tani yang dirintisnya dari usaha simpan pinjam dan usaha ukiran kriya logam dapat memberi manfaat bagi kehidupan warga desanya.  Memang demikian adanya, coba saja kita simak ketika kita menembus udara panas desa Sentul siang hari, sayup suara alunan logam tak beraturan indah menemani.  Dari jauh tampak kaki Gunung Muria, kaki dimana kekeringan selalu menampakkan wajahnya meski anak-anak telah menanami.  Dan di hutan Pati itulah Suryadi mengukirkan logam menghilirkan harapannya.
Oleh: Soesi Sastro

]]>
Tempe Jiyah, Asli Hutan Kedungjati https://stg.eppid.perhutani.id/tempe-jiyah-asli-hutan-kedungjati/ Thu, 08 May 2014 05:49:15 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17054 Makan tempe dan tempe lagi. Kenapa tidak! Makanan berbahan dasar fermentasi ragi jamur Rhizopus sangat termasyhur kandungan gizinya. Sumber Wikipedia menyebutkan, tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai kandungan tempe mempunyai fungsi sebagai antibiotik penyembuh infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Produksi dan konsumsi tempe bukan monopoli orang-orang kampung Indonesia, tetapi merambah beberapa negara, bahkan diteliti khusus di jerman, Jepang dam Amerika Serikat. Tempe Jiyah dari desa kedungjati, Grobogan yang berjarak 40 km arah timur Semarang misalnya, adalah tipikal produksi tempe lokalan. Tempe asli kedelai tanpa campuran apapun ini sangat diminati Sujiyah sejak awal.
Adalah Sujiyah, perempuan pemilik usaha kecil tempe “JIYAH” yang ditekuni turun temurun dari orang tuanya. Ibu dua anak ini meneruskan usaha keluarga sejak sepuluh tahun lalu dengan modal awal Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Modal pinjaman bank dengan bunga lumayan tinggi itu persyaratannya tergolong rumit bagi seorang sujiyah. Putus asa ? Tidak! Setelah lelah mengembalikan pinjaman bank, ia hampir saja menghentikan usahanya. Beruntung, Jiyah dan Purwadi suaminya yang pensiunan Perhutani adalah salah satu anggota kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Jati binaan Perhutani. Salah satu kegiatan produktif LMDH yaitu meningkatkan usaha melalui Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Melalui program tersebut Jiyah mendapat bantuan dana sebagai modal kerja lebih besar daripada pinjamannya terdahulu pada bank sebesar Rp. 5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu rupiah) dengan jangka waktu tiga tahun untuk pelunasannya, Sujiyah pun meneruskan usaha turunan itu.
Sujiyah dibantu anak-anaknya mengolah bahan baku kedelai yang didapatkan dari pedagang-pedagang di beberapa desa. Setelah diolah menjadi tempe, dipasarkan di tetangga-tetangga terdekat.
Ternyata keripik tempe keluarga Sujiyah mendapat sambutan luar biasa. Banyak para tetangganya membeli tempe mentah Sujiayh dan mulai ikut-ikutan membuat keripik tempe. Keripik tempe bungkus plastik mulai populer di kedungjati, bahkan dipasarkan ke berbagai daerah melalui Koperasi Perhutani. Yang lebih menggembirakan lagi bagi Sujiyah adalah, ia bisa menambah tenaga kerja dan mengurangi pengangguran di desanya.
Hitung-hitungan kasar, penghasilan awal Jiyah rata-rata Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) perbulan, meningkat menjadi Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) perbulannya. Usaha keripik tempe ini pun perlahan-lahan meningkatkan mata pencaharian beberapa warga desa.
Dukungan PKBL melalui Perhutani telah menguatkan pengusaha kecil seperti Sujiyah. Pinjaman lunak yang menurut rakyat kecil banyak manfaatnya ini menjadikan usahanya merambah ke usaha lain seperti pupuk organik, pupuk kandang dan ia bisa memperbesar usaha kelontongan di kios miliknya.
Ia pernah mengikuti pelatihan mitrabinaan di Bogor, Jawa Barat yang diselenggarakan Perhutani saat itu. Kini, usaha keripik tempe “Jiyah” diincar beberapa perbankan untuk medapat kucuran kredit. Puluhan juta rupiah ditawarkan, tetapi perempuan perkasa itu belum bergeming dari PKBL Perhutani yang membantu dengan bunga yang sangta rendah dan proses yang tidak berbelit-belit. Hal inilah yang diidam-idamkan pengusaha kecil di kampung seperti dirinya.
Pemikiran wajar, ketika sebuah usaha berbuah, maka siapapun ingin mengembangkan usahanya hingga ke berbagai daerah bahkan luar negeri. Meski hanya pengusaha kecil keripik tempe, tempe Jiyah asli dari Kedungjati.
 
Oleh: Soesi Sastro
 

]]>