Kopi – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Mon, 10 Dec 2018 00:45:14 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Kopi – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Jadi Narasumber Seminar Kopi Nusantara https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-jadi-narasumber-seminar-kopi-nusantara/ https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-jadi-narasumber-seminar-kopi-nusantara/#respond Mon, 10 Dec 2018 00:45:14 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=69912 JAKARTA, PERHUTANI (09/12/2018) | Direktur Operasi Perum Perhutani, Hari Priyanto menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan seminar kopi dengan tema ‘Membangun Sinergi dan Harmoni Hulu Hilir Guna Akselerasi Kopi Nusantara’ dalam rangakaian acara Hari Pekebunan tahun 2018, bertempat di ruang Papandayan, Gedung Sate Bandung, Minggu (9/12).
Turut hadir Direktur Utama BRI Agro Agus Noorsanto, Perwakilan dari Badan Pengembangan SDM Provinsi Jawa Barat Areif Santoso, Direktur PT. Frinsa Agrolestari Wildan Mustofa, Ketua Dewan Kopi Indonesia sebagai narasumber dan peserta seminar yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia.
Seminar kopi ini merupakan salah satu wadah untuk lebih mengetahui perkembangan bisnis kopi di Indonesia dengan narasumber yang berkompeten di bidangnya dan melibatkan pemeran penting yang bersangkutan dengan bisnis kopi di Indonesia.
Ketua Dewan Kopi Indonesia Anton Apriyanto dalam sambutannya menyampaikan perlu adanya inovasi dalam pengembangan kopi di Indonesia. Untuk mencapai itu perlu sinergitas antara pemerintah, swasta dan petani.
“Dewan kopi Indonesia ini sebagai jembatan dan partner yang baik antara pemerintah dan usaha perkopian, yang menjadi perhatiannya yaitu soal kesejahteraan petani di bidang perkopian, sudah saatnya mengembalikan kembali kejayaan perkopian Indonesia,” kata Anton
Salah satu pengusaha sekaligus eksportir kopi di Indonesia Wildan Mustofa menyampaikan peluang bisnis pada kopi sangatlah besar, kopi kini menjadi salah satu kebutuhan bahkan bisa di bilang ‘life style’, yang penikmatnya dari semua kalangan.
“Sekarang ini kopi menjadi trend tersendiri, kebutuhan pasarnya bukan hanya di dalam negeri saja, negara-negara di eropa kini menjadi pasar yang membutuhkan kopi dalam jumlah yang cukup besar, dan kopi Indonesia menjadi salah satu pilihan mereka,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Hari menjelaskan pengelolaan agroforesrtry kopi di Perhutani merupakan bagian dari misi perusahaan yakni peduli kepada kepentingan masyarakat dan lingkungan.
“Sampai dengan saat ini luas agroforestry kopi di Perhutani 59.975,88 Ha, yang terbagi di 3 Divisi Regional, yaitu Jawa Barat dan Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang pengelolaannya bekerjasama dengan skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan melibatkan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau skema kemitraan kehutanan (P.83/2016). Dengan membenahi pola kerjasama, pembenahan proses bisnis pengeloaan kopi dengan penguatan hulu, dan peningkatan kompetensi, diharapkan dapat menjadikan pengembagan agroforestry kopi ini lebih baik dan mempunyai nilai bisnis yang tinggi,” jelasnya. (Kom-PHT/PR/2018-VII-39)
 
Untuk informasi selanjutnya dapat menghubungi:
Asep Rusnandar – Sekretaris Perusahaan
Telp. (021) 5721282
Fax. (021) 5743579
Informasi tambahan Perum Perhutani di www.perhutani.co.id

]]>
https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-jadi-narasumber-seminar-kopi-nusantara/feed/ 0
Warga dan Perhutani Kerja Sama Budi Daya Tanaman Kopi https://stg.eppid.perhutani.id/warga-dan-perhutani-kerja-sama-budi-daya-tanaman-kopi/ Thu, 23 Nov 2017 01:31:35 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=50943 REPUBLIKA.CO.ID (22/11/2017) | Sekitar 295 hektare kawasan hutan milik Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Temanggung, Jawa Tengah, ditanami kopi oleh masyarakat sekitarnya.

“Dalam budi daya tanaman kopi di kawasan hutan tersebut kami bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH),” kata Asisten Perhutani (Asper) Temanggung, Yudi Noviar, Rabu (22/11).

Ia menuturkan kawasan hutan yang ditanami kopi tersebut, yakni di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kecepit seluas 13 hektare, RPH Kwadungan 69 hektare, dan RPH Jumprit seluas 213 hektare.

“Luasan tanaman kopi yang dikelola LMDH tersebut resmi melakukan perjanjian kerja sama dengan Perhutani dengan sistem bagi hasil,” katanya.

Adapun jatah luasan lahan yang digarap setiap petani seluas antara 0,1 hingga 0,25 hektare. “Jadi dengan luasan 295 hektare melibatkan 1.200 orang lebih untuk menggarap lahan kopi tersebut,” katanya.

Sedangkan bagi hasil dengan perbandingan 70 persen untuk LMDH dan 30 persen untuk Perhutani. Ia mengatakan tanaman kopi yang dibudidayakan di kawasan hutan adalah jenis Arabika karena kawasan hutan Perhutani di Temanggung dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut cocok untuk jenis itu.

Dari hasil panen kopi pada tahun ini, BKPH Temanggung mendapat bagian 1,9 ton biji kopi kering. “Hasil kopi tahun ini turun dibanding tahun lalu yang mencapai 2,6 ton biji kopi kering,” katanya.

Menurut dia, kerja sama dengan LMDH dalam budi daya tanaman kopi itu saling menguntungkan. Karena fungsi konservasinya bisa berjalan dan masyarakat mendapatkan hasil dari kopi tersebut.

Sumber : republika.com

Tanggal : 22 November 2017

]]>
BI Lakukan Pembinaan ke Petani Kopi di Lereng Wilis https://stg.eppid.perhutani.id/bi-lakukan-pembinaan-ke-petani-kopi-di-lereng-wilis/ Sat, 26 Aug 2017 02:28:15 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=49180 WARTAEKONOMI.CO.ID (26/8/2017) | Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri melakukan terobosan pembinaan terhadap sejumlah petani kopi di sentra perkebunan kopi, lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri Djoko Raharto mengatakan pembinaan terhadap petani kopi di lereng Wilis menjadi fokus lembaganya ditandai dengan pemberian bantuan 3.000 bibit kopi jenis arabica kepada pengelolaan lahan eks-perkebunan zaman Belanda.

“Selama ini tanaman kopi yang masih tersisa di bekas perkebunan Belanda ini sebenarnya masih berproduksi, namun hasilnya tidak maksimal karena manajemen pengelolaan yang kurang baik,” kata Djoko dalam satu kesempatan wawancara dengan wartawan, Sabtu (26/8/2017).

Pengetahuan dasar tentang kopi serta tata-cara pengelolaan tanaman, teknik petik, hingga bekal kemampuan pengolahan menyebabkan harga kopi hasil perkebunan rakyat tidak terlalu bagus, bahkan cenderung terus jatuh.

“Bahkan ada tanaman kopi yang usianya mencapai 100 tahun lebih. Namun selama ini kalau panen, langsung habis terjual. Itupun dengan pengelolaan dan pengolahan yang serba konvensional,” kata Djoko.

Akibatnya, minat dan semangat warga untuk bertahan di sektor pertanian perkebunan kopi merosot drastis dalam kurun 2-3 dasawarsa terakhir. Oleh karena itu, BI Kediri memutuskan ikut andil melakukan pembinaan. Langkah pertama yang dilakukan BI Kediri adalah dengan melakukan survei lapangan.

Hasilnya, potensi pengembangan produksi kopi dinilai masih besar. Warga memiliki minat dan tanaman kopi bisa hidup di bawah tegakan yang sudah ada di lahan yang tersedia.

Setelah melihat peluang dan masih adanya kemauan warga untuk kembali menggeluti sektor perkebunan kopi, pada Desember 2016 BI mulai menyalurkan 3.000 bibit kopi unggul bersertifikat jenis arabica yang secara khusus didatangkan dari Jember.

Menurut Djoko, bibit kopi arabica dari wilayah tapal kuda tersebut bisa panen setelah berusia dua tahun. Selain itu, BI juga memberikan bantuan alat pengolahan kopi kepada kelompok petani kopi. Diharapkan kelompok ini bisa berkembang, dan menular ke kelompok-kelompok lainnya. Untuk itu, BI juga menggagas kerja sama dengan Perhutani.

“Perhutani menyatakan juga siap jika lahannya ditanami kopi. Mereka justru senang apalagi tanaman kopi ini kan tumbuh di bawah tegakkan, jadi tidak sampai mengganggu tanaman utama,” kata Djoko.

Dikonfirmasi, Bupati Tulungagung menyambut positif apa yang dilakukan BI tersebut. Menurutnya, selama ini potensi kopi di Sendang belum digarap maksimal. Bahkan areal bekas perkebunan Belanda sudah dibabat, dan dijadikan Agropolitan, untuk tanaman sayur dan buah jangka pendek seperti pisang.

“Kopi ini tanaman investasi untuk jangka panjang,” katanya.

Terkait peralihan pola tanaman, menurut Syahri memang seharusnya ada proses pendampingan agar masyarakat yang menanam kopi, namun ada penghasilan sebelum kopinya panen. Dari sisi keamanan lingkungan kopi juga lebih dianjutkan dibanding sayur dan buah.

“Lahannya di lereng, kalau sayur dan buah resiko longsornya tinggi. Tapi kalau tanaman kopi, dia lebih bisa menahan tanah dari erosi,” katanya.

Sumber : wartaekonomi.co.id

Tanggal : 26 Agustus 2017

]]>
Dihadapan Anggota MPR RI, Bupati Amin Promosikan Pertanian Organik https://stg.eppid.perhutani.id/dihadapan-anggota-mpr-ri-bupati-amin-promosikan-pertanian-organik/ Fri, 26 May 2017 03:26:10 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=47269 TIMESINDONESIA.CO.ID (25/5/2017) | Bupati Bondowoso H Amin Said Husni mempromosikan keberhasilan Bondowoso dalam mengembangkan pertanian organik kepada anggota Komisi IV MPR RI, Zainut Tauhid, dalam acara Sosialisi Empat Pilar Kebangsaan dan Halaqah Pertanian.

Acara tersebut bertempat di Pendopo Wakil Bupati Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (25/05/2017).

Dalam sambutannya, Amin mengenalkan program Bondowoso Pertanian Organik (Botanik) dan pengembangan Kluster Kopi yang saat ini merupakan fokus pembangunan di Bondowoso.

Pertanian organik kata Amin, dipilih karena ramah lingkungan serta dapat menambah nilai bagi para petani.

“Beras organik Bondowoso sudah mengantongi sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik (Lesos) dan sedang dalam proses memperoleh sertifikasi organik intersional dari Biocert,” jelas Amin.

Untuk program Pengembangan Kluster Kopi, dihadapan Zainut Tauhid Amin menjelaskan bahwa kopi Bondowoso dengan indikasi geografis (IG) Java Ijen-Raung sudah mulai dipasarkan di luar negeri dan mendapat sambutan yang cukup baik.

Walaupun masih kalah populer dari Toraja, Gayo atau Mandailing, namun Bondowoso unggul karena dalam pengembangan kopi ini melibatkan petani kopi lewat program klusterisasi kopi rakyat.

“Dibelakang populernya nama Toraja, Gayo atau Mandailing itu pemainnya adalah para pengusaha besar, sedangkan di Bondowoso kita memberdayakan petani lewat kluster kopi rakyat,” ujarnya.

Ia menyebutkan untuk peningkatan kualitas kopi, Pemkab menggandeng Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia yang rajin mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada para petani kopi Bondowoso. Untuk perluasan areal lahan, Perhutani diajak bekerjasama di mana para petani dizinkan menanam pada lahan kosong dengan ketentuan sesuai perjanjian.

“Dua hari lalu, saya bari saja berkunjung ke Rusia untuk mempresentasikan kopi Bondowoso. Hasilnya luar biasa, ada tiga perusahaan yang telah menunjukkan ketertarikannya pada kopi Bondowoso,” jelasnya.

Saat ini kata Amin, pemerintah tengah mengembangkan pertanian kopi di lereng Argopuro yang juga mempunyai potensi luar biasa dalam hal pertanian dan pariwisata.

“Saat ini tengah kita kembangkan potensi pertanian di lereng Argopuro,” katanya.

Walaupun sudah mulai menuai sukses dibidang Pertanian, Amin berharap dapat dilakukan evaluasi serta mempercepat program pertanian organik di Bondowoso lewat beberapa program yang akan diinisiasi oleh MPR RI.

Sumber : timesindonesia.co.id

Tanggal : 25 Mei 2017

]]>
Dari Diragukan, Kopi Bondowoso Kini Jadi Unggulan https://stg.eppid.perhutani.id/dari-diragukan-kopi-bondowoso-kini-jadi-unggulan/ Sat, 20 May 2017 01:50:55 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=47044 TIMESINDONESIA.CO.ID (19/5/2017) | Sebelum program Pengembangan Kluster Kopi, petani kopi Bondowoso tidak banyak yang melihat kopi sebagai tanaman emas. Baru pada tahun 2011 sejak Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengeluarkan program Pengembangan Kluster Kopi, masyarakat mulai beramai-ramai menanam kopi dan menggantungkan hidupnya disana.

Program Pengembangan Kluster Kopi sendiri diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso yang saat ini dipimpin oleh Bupati Bondowoso H Amin Said Husni dengan melibatkan lima stakeholder terkait diantaranya Perhutani, Asosiasi Petani Kopi, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Bank Jatim dan Bank Indonesia.

Untuk perluasan lahan kopi rakyat, Pemkab Bondowoso menggandeng Perhutani Bondowoso sebagai mitra. Area hutan lindung dan hutan produksi milik Perhutani boleh digunakan oleh petani kopi dengan syarat Sumber Daya Alam (SDA) hutan tidak diambil. Kesepakatan dua belah pihak ini masih dijalankan hingga sekarang dan telah menghasilkan luas areal tanam sebesar 14.000 hektar.

Sebagai mitra dalam hal peningkatan kualitas kopi, Puslitkoka ditunjuk oleh Pemkab Bondowoso untuk memberikan pelatihan pasca Progam Kluster Kopi Bondowoso terbentuk. Sejak saat itu, Puslitkoka bersama dinas terkait rutin dan gencar melakukan pelatihan mulai dari proses petik merah matang segar, pengolahan wet process dan proses pengeringan pascapanen. Jika sebelumnya para petani mengeringkan kopi langsung di atas jalan raya, kali ini mereka diberikan penyuluhan bagaimana teknik mengeringkan kopi menggunakan para-para.

Kepada TIMES Indonesia, Bupati Bondowoso H Amin Said Husni mengaku senang atas hasil positif yang diterima masyarakat sejak program Pengembangan Kluster Kopi. Meskipun awalnya banyak pihak yang meragukan kebijakan tersebut, saat ini Amin bisa membuktikan jika kopi bisa menjadi produk unggulan Kabupaten Bondowoso dan digemari oleh pasar dalam negeri dan mancanegara.

“Awal dulu banyak sekali yang meragukan kebijakan saya pada kopi Bondowoso. Mereka berpikir jika Bondowoso bukan daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia. Tapi saat ini kita buktikan,” ujar Amin.

Upaya Amin Said untuk menjadikan kopi sebagai produk unggulan Kabupaten juga tak gampang. Kebijakan yang berpihak pada petani dan penguatan dari sektor hulu hingga hilir terus ia lakukan. Hal ini ditandai dengan bergabungnya APEKI Kabupaten Bondowoso menjadi anggota Sustainable Coffee Platform Indonesia (SCOPI). Bahkan saat ini, Bondowoso dipercaya sebagai wakil dari Jawa Timur yang akan mempresentasikan tentang Bondowoso Coffee: The Featured Product Of Bondowoso, East Java, Indonesia dalam forum Pacific Internationa Tourism Expo (PITE) di Rusia.

Setelah memperoleh sertifikasi Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dengan nama Arabika Java Ijen-Raung dan deklarasi Bondowoso Republik Kopi membuat para petani kopi Kecamatan Sumberwringin dan Kecamatan Ijen berlomba-lomba menanam kopi.

Bahkan, daerah di kaki Gunung Argopuro saat ini juga tengah dilakukan pengembangan kluster kopi dan sedang dalam proses perolehan sertifikasi IG. Lahan perhutani hasil kerjasama progam MoU kini diperbaharui lagi. Luasan lahan penanaman kopi juga bertambah.

Awalnya dari 4.000 hektar menjadi 14.000 hektar lahan kopi siap tanam. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bondowoso sangat memanjakan petani-petani kopi. Peningkatan kualitas dan kuantitas kopi Arabika Bondowoso terus dilakukan. Hal ini dilakukan demi ketersediaan kopi berkualitas di pasar kopi luar dan dalam negeri.

Sumber : timesindonesia.co.id

Tanggal : 19 Mei 2017

]]>
Bupati Amin Said Paparkan Potensi Kopi di Jakarta https://stg.eppid.perhutani.id/bupati-amin-said-paparkan-potensi-kopi-di-jakarta/ Fri, 28 Apr 2017 02:44:34 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46571 HARIANBHIRAWA.CO.ID (27/04/2017) | Bupati Bondowoso H Amin Said Husni memaparkan program Pengembangan Klaster Kopi Arabika Java Ijen-Raung di Forum Bisnis Bupati dan Badan Usaha Milik Negara/Swasta yang bertempat di Hotel JS Luansa Jakarta, Kamis (27/4) kemarin.

Forum tersebut sejatinya merupakan ikhtiar Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) sebagai upaya mempercepat kolaborasi kebijakan dan sumber daya berkaitan dengan pengembangan daerah setempat.

Dalam paparannya, Bupati Bondowoso menjelaskan perihal Program Pengembangan Kluster Kopi Arabika Java Ijen-Raung yang telah dilakukan sejak 2011 lalu. Amin menyebutkan program ini berjalan bagus dibuktikan dengan saat ini telah ada 13. 000 areal yang ditanami kopi Arabika dari sebelumnya hanya 4.000 hektare.

Program Pengembangan Klaster Kopi tersebut, juga melibatkan enam pihak yakni Pemkab Bondowoso, Perhutani sebagai penyedia lahan, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Bank Indonesia, Bank Jatim dan Asosiasi Petani Kopi.

“Pada 2011 kami mengembangkan klaster Kopi Arabika Java Ijen-Raung dengan luas areal tanam sebesar 4. 000 hektare. Program ini melibatkan enam pihak yakni Perhutani, Puslitkoka, BI, Bank Jatim dan APEKI,” katanya.

Amin menyebutkan bahwa saat ini Pemkab Bondowoso masih bisa menangani sektor hulu. Untuk masuk di industri perkopian yang besar, standardisasi mutu kopi masih menjadi kendala mengingat program tersebut diikuti oleh 44 kelompok tani yang tersebar di seluruh Bondowoso.

Oleh karena itu, Amin meminta dukungan dari Kementerian Desa dan PDTT. Dukungan tersebut kata dia, adalah berupa perbaikan infrakstruktur seperti jalan, jembatan dan pipanisasi. Ini mengingat daerah yang dipilih untuk program klaster kopi berada di wilayah perbukitan yang jauh dari pusat kota Bondowoso.

“Kami tentu butuh dukungan dari Pak Menteri karena program klaster kopi ini ada di wilayah perbukitan sehingga butuk perbaikan jalan, jembatan dan pipanisasi,” ujarnya.

Kemudian, bantuan sekitar 3 juta bibit dari pemerintah pusat juga diperlukan karena rencananya Perhutani akan menambah luasan areal tanam di wilayah lereng Argopuro.

Dari lima tahun berjalan, Program Pengembangan Klaster Kopi Arabika Java Ijen-Raung telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat Bondowoso. Kini, di Bondowoso telah banyak ditemui kedai-kedai kecil yang memasarkan kopi Arabika daerah setempat. Bahkan mereka telah membranding kabupaten tersebut dengan Bondowoso Republik Kopi.

Hadir dalam acara itu, Menteri Pembangunan Desa dan Daerah Tertinggal (PDT) Eko Putro Sanjoyo, pengusaha dan pejabat BUMN. Bupati didampingi kepala Bappeda Ir Matsakur, Kepala Dinas Pertanian Munandar dan Sekretaris DPMD Asnawi Sabil.

Sumber: harianbhirawa.co.id

Tanggal: 27 April 2017

]]>
Kembangkan Kopi, Pemkab Temanggung Gandeng Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/kembangkan-kopi-pemkab-temanggung-gandeng-perhutani-2/ Thu, 24 Nov 2016 02:43:45 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42758 20161122154457kopANTARAJATENG.COM (22/11/2016) | Pemerintah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, berencana menggandeng Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara untuk mengembangkan tanaman kopi di lahan Perhutani di kawasan lereng Gungung Sindoro dan Sumbing.
Bupati Temanggung, Bambang Sukarno di Temanggung, Selasa, mengatakan hal ini sebagai upaya pengembangan budidaya tanaman kopi, terutama jenis arabika yang bisa ditanam di atas ketinggian lebih dari 1.200 meter di atas permukaan laut.
Ia mengatakan, dalam kerja sama tersebut nantinya petani tidak perlu menyewa lahan, petani hanya memanfaatkan lahan Perhutani untuk tanaman kopi dan tanaman keras lainnya seperti pohon damar.
“Sistemnya bagi hasil, petani tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa lahan, tetapi hasilnya harus ada sharing atau bagi hasil,” katanya.
Di sebelah tanaman kopi, katanya bisa ditanami pohon damar untuk naungan. Selain itu pohon damar juga bisa diambil getahnya sebagai bahan baku kemenyan.
Menurut dia petani juga bisa menanam rumput kolojono di sekitar tanaman kopi dan pohon damar. Rumput ini nantinya bisa dijadikan sebagai pakan ternak seperti kambing atau sapi.
“Nanti akan saya usahakan ada bantuan hewan ternak, jadi tidak hanya merawat kopi saja, dari hasil ternak ini petani juga bisa menambah penghasilan,” katanya.
Ia mencontohkan di Desa Kwadungan Gunung lereng Gunung Sindoro, lahan milik Perhutani seluas 36 hektare yang masih belum dimanfaatkan untuk tanaman kopi, lahan ini bisa dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan tanaman kopi.
Ia mengatakan pengembangan tanaman kopi ini sebagai salah satu langkah untuk memenuhi permintaan kopi jenis arabika yang semakin melonjak. Apalagi setelah dirinya membawa kopi arabika Temanggung ke Atlanta beberapa waktu lalu.
“Kopi arabika Temanggung sudah mendunia, sudah terkenal sehingga saat ini permintaannya cukup tinggi,” katanya.
Seorang pedagang kopi di Desa Kwadungan Gunung, Kecamatan Kledung, Zaenal Arifin (36) menuturkan, pada masa panen raya tahun ini permintaan kopi arabika dari lereng gunung Sindoro cukup tinggi, padahal persediaan kopi di tingkat petani masih sangat terbatas.
“Belum semua petani di wilayah Kecamatan Kledung membudidayakan tanam kopi, jadi produksinya masih sedikit,” katanya.
Ia menyebutkan setiap bulan mengirim biji kopi antara 50 kilogram hingga satu kuintal ke sejumlah daerah seperti, Jakarta, Surabaya, Cilacap, dan Tangerang.
 
Sumber : antarajateng.com
Tanggal : 22 November 2016

]]>
Kembangkan Kopi, Pemkab Temanggung Gandeng Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/kembangkan-kopi-pemkab-temanggung-gandeng-perhutani/ Wed, 23 Nov 2016 01:05:55 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42681 var-www-html-kbr-id-layouts-uploads-thumb-festival-kopi-nusantara_740x450-396x241SUARAMERDEKA.COM (23/11/2016) | Untuk mengembangkan tanaman kopi di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro yang memiliki kualitas baik, Pemerintah Kabupaten Temanggung berencana menggandeng Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara. Langkah itu diharapkan dapat membuahkan hasil positif bagi perekonomian rakyat.
Bupati Bambang Sukarno, mengatakan, upaya itu sebagai salah satu cara pengembangan budidaya tanaman kopi. Dalam kerjasama ini terutama diarahkan untuk jenis arabika yang bisa ditanam di atas ketinggian lebih dari 1.200 meter di atas permukaan laut.
“Dalam kerja sama tersebut nantinya petani tidak perlu menyewa lahan, petani hanya memanfaatkan lahan Perhutani untuk tanaman kopi dan tanaman keras lainnya seperti pohon damar. Sistemnya bagi hasil, petani tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa lahan, tetapi hasilnya harus ada sharing atau bagi hasil,”ujarnya, Selasa (22/11)
Dikatakan akan banyak manfaat dari pola ini sebab dii sebelah tanaman kopi, bisa juga ditanami pohon damar untuk naungan. Selain itu pohon damar juga bisa diambil getahnya sebagai bahan baku kemenyan, sehingga secara ekonomi sangat menguntungkan karena bisa menambah income.
Menurut dia, jika kreatif petani juga bisa menanam rumput kolojono di sekitar tanaman kopi dan pohon damar. Rumput ini nantinya bisa dijadikan sebagai pakan ternak seperti kambing atau sapi. Dengan demikian dalam satu lahan ada banyak manfaatnya.
“Nanti akan saya usahakan ada bantuan hewan ternak, jadi tidak hanya merawat kopi saja, dari hasil ternak ini petani juga bisa menambah penghasilan. Untuk lahan contohnya di Desa Kwadungan Gunung lereng Gunung Sindoro, ada lahan milik Perhutani seluas 36 hektare belum dimanfaatkan untuk tanaman kopi, maka lahan ini bisa dimanfaatkan,” katanya.
Pengembangan tanaman kopi sendiri sebagai salah satu langkah untuk memenuhi permintaan kopi jenis arabika yang semakin melonjak. Apalagi setelah Bambang membawa kopi arabika Temanggung ke Atlanta beberapa waktu lalu, sehingga semakin dikenal dan diminati konsumen luar negeri.
Pedagang kopi di Desa Kwadungan Gunung, Kecamatan Kledung, Zaenal Arifin (36) menuturkan, pada masa panen raya tahun ini permintaan kopi arabika dari lereng gunung Sindoro cukup tinggi. Namun sayangnya persediaan kopi arabika di tingkat petani masih terbatas, sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.
“Saat ini belum semua petani di wilayah Kecamatan Kledung membudidayakan tanam kopi, jadi produksinya masih sedikit. Kalau saya setiap bulan baru mengirim biji kopi antara 50 kilogram hingga satu kuintal ke sejumlah daerah seperti, Jakarta, Surabaya, Cilacap, dan Tanggerang,” terangnya.
 
Sumber : suaramerdeka.com
Tanggal : 23 November 2016

]]>
Kopi Tumpang Sari dari Tlahab https://stg.eppid.perhutani.id/kopi-tumpang-sari-tlahab/ Wed, 09 Nov 2016 08:12:58 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42383 logoKOMPAS, JAKARTA (9/11/2016) | Warga Desa Tlahab, Temanggung, Jawa Tengah, memanen berton-ton kopi di tengah hamparan tanaman tembakau. Inilah contoh proyek tumpang sari dan konservasi lahan yang berhasil. Di belakang kesuksesan itu, ada seseorang bernama Tuhar (49) adalah Ketua Kelompok Tani Daya Sindoro di Jl. Desa Tlahab. Saat ditemui di rumahnya di desa itu, awal Oktober lalu, ia sibuk menemani warga yang menyangrai biji kopi dengan mesin milik kelompok tani yang ditempatkan di rumahnya. Berkarung-karung kopi memenuhi teras rumah.

“Buat saya, menanam kopi itu bagian dari ibadah,” kata Tuhar. “Ibadah” yang dimaksud itu adalah amal kebaikan yang dia kerjakan untuk sesama dan lingkungan sekitar.

Kopi yang diolah itu merupakan produksi warga Desa Tlahab yang dikembangkan dengan pola tanam tumpang sari. Tuhar bersama para penyuluh dinas pertanian Kabupaten Temanggung merintis penanaman kopi dan tembakau di satu lahan. Cara ini kemudian dikenal dengan pola Tlahab.

Pemandangan desa ini segar oleh pola tanam itu. Pohon kopi tumbuh subur dengan daun berwarna hijautua. Tanaman setinggi 1-2 meter itu berderet berpola, selajur, berselang-seling dengan tembakau berdaur hijau muda.

Pola tumpang sari diterapkan dengan penanaman terencana. Caranya, tembakau ditanam dengan jarak 4-6 meter. Di antara jarak itu kemudian ditanami kopi dan beragam jenis sayuran. Agar semua tanaman dapat tumbuh leluasa, di antara deretan tanaman itu diberi jarak lagi sepanjang 1-2 meter.

Dengan menerapkan pola ini, tidak ada jeda panen atau paceklik., Setiap bulan, selalu saja ada tanaman yang memberikan hasil dan pendapatan bagi petani

“Petani tidak lagi menggantungkan nasib pada hasil panen tembakau yang belum tentu bagus dan harganya belum tentu tinggi,” ujarnya.

Saat bersamaan, pohon kopi sebagai tegakan juga bisa membantu menahan erosi yang menggerus lahan pertanian. Pola Tlahab kini populer. Banyak petani dari sejumlah daerah berkunjung, melihat, dan mempelajari teknik itu.

Berawal dari iseng

Tuhar mulai bertani kopi sejak tahun 2000l Saat itu. Desa Tlahab mendapatkan 50.000 bibit kopi gratis dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Tani Partisipatif itu sekaligus sebagai bagian dari usaha konservasi dan pencegahan erosi di areal lahan tembakau. –

Pada mulanya, banyak petani yang enggan mengikuti program itu, bah-kan membuang bantuan bibit kopi Namun, iseng-iseng, Tuhar mencoba menanam 500 bibit “Waktu itu, saya bahkan tidak yakin, apakah tanaman kopi bisa tumbuh atau tidak.”

Bibit kopi ia tanam di antara tembakau. Jarak itu bervariasi, sesuai dengan luasan lahan. Selain Tuhar, ternya ta ada juga sejumlah petani lain yang juga mencoba menanam kopi.

Tak berselang lama. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah datang lagi membagikan 150XXX bibit kopi gratis di desa itu. Pada tahap kedua ini, Tuhar memperoleh LOOO bibit kopi

Pada 2004 sampai 2005, tanaman kopi warga, termasuk Tuhar, mulai dipanea Banyak warga terkejut tetapi juga senang. Ternyata, kopi mereka bisa tumbuh baik di tengah kebun tembakau, bahkan bisa berbuah dan dipanen.

Hasil panen kopi awal itu dijual dengan sistem tebasan, yakni diborong saat kopi masih berwarna hijau. Tidak heran, nilai jualnya rendah, hanya Rp L500-Rp 2XKK) per kilogram. Satu pohon kopi menghasilkan sekitar 1 kilogram biji kopi

Menjual kopi

Tahun 2008, Tuhar membentuk Kelompok Tani Daya Sindoro dengan 45 anggota petani Tujuan awalnya, bagaimana cara menjual kopi dengan harga yang baik.

Tahun 2010, jalan mulai terbuka. Ketika itu, ada Sekolah Lapangan

Pengendalian Hama Terpadu di Desa Tlahab yang mengajari petani tata cara budidaya kopi secara benar. Tuhar lantas menyemangati petani, terutama anggota Daya Sindoro, untuk membibitkan kopi secara mandiri.

Mereka menghasilkan sekitar 200.000 bibit kopi Sebanyak 30.000 bibit di antaranya diberikan gratis kepada Lembaga Masyarakat Desa dan Hutan. Bibit itu lantas ditanam di kawasan hutan seluas 25 hektar milik Perhutani

Dari 170.000 bibit sisanya, 100.000 bibit diberikan kepada petani yang berminat menanam kopi Sebanyak 70000 bibit lagi dijual. Hasil penjualan itu disimpan sebagai dana kas kelompok.

Produksi kopi Desa Tlahab berangsur dikenal. Tahun 2010. sejumlah pedagang dan eksportir mulai datang membeli kopi dari desa ini Melalui perantaraan sejumlah eksportir. Kelompok Tani Daya Sindoro mengekspor kopi ke Jerman dan Korea Selatan. Ekspor biji kopi mentah ke Korea Selatan bahkan berlangsung hingga tiga kali berturut-turut dari tahun 2012 hingga 2014. Total, alda 14 ton biji kopi yang telah diekspor ke “Negeri Ginseng” itu.

Kontes kopi

Kiprah Kelompok Tani Daya Sindoro di Desa Tlahab menarik perhatian pemerintah pusat Kementerian Pertanian memberikan delapanunit mesin. Ada juga bantuan mesin wasting (panggang) rancangan Institut Pertanian Bogor.

Namun, mesin itu belum disertai standar operasional. Tuhar mengetahui teknik operasional mesin tersebut setelah mencoba-coba selama dua hari dua malam dengan menghabiskan 70 kilogram biji kopi hasil panennya.

Lebih lanjut Tuhar mendalami cara membuat kopi bubuk. Semua itu dilakukan secara otodidak serta banyak bertanya dan berkunjung ke sejumlah kafe di Semarang dan Yogyakarta. Setelah uji coba dan belajar dari sana-sini dia pun menguasai teknik menyangrai dan membuat bubuk kopi secara benar.

Tuhar lantas merintis usaha pembuatan kopi bubuk. Ia keluarkan tiga merek kopi dengan cita rasa berbeda Lebih dari itu, ia memberanikan diri mengikuti lomba Tahun 2014, kopi arabika milik petani ini menyabet gelar juara III dalam Kontes Kopi Specialti Indonesia tingkat nasional untuk kategori kopi arabika

Prestasi itu menyentak banyak orang yang selama ini tidak mengetahui bahwa Kabupaten Temanggung juga memproduksi kopi “Seusai kontes, sejumlah petani dari kelompok tani asal Bondowoso datang ke Desa Tlahab. Mereka ingin membuktikan, apakah kopi benar-benar ditanam di Temanggung atau tidak,” ujarnya sembari terbahak.

Pada Februari 2016, kopi produksi Tuhar dipamerkan dalam pameran Speciality Coffee Association of America di Atlanta, Amerika Serikat Ajang ini kian memopulerkan Desa Tlahab sebagai penghasil kopi

Semangat Tuhar “menular” kepada banyak warga. Dari sekitar 200 hektar lahan pertanian di Desa Tlahab, sekitar 70 persen kini ditanami kopi Semuanya menggunakan pola tumpang sari dengan rata-rata LOOO tanaman kopi per 1 hektar. Sekarang, total tanaman kopi di desa ini mencapai 150.000 pohon. Produktivitasnya mencapai 5 kilogram green bean per pohon.

Gerakan menanam kopi juga terbukti membantu konservasi lahan pertanian. Saat bersamaan, muncul altematif komoditas andalan selain tembakau. Kini, petani Desa Tlahab tidak lagi terialu bergantung pada hasil panen tembakau yang selama ini tidak menentu. Maklum, kualitas dan harga tembakau tu run-naik. bergantung pada cuaca serta pasar.

“Kami berharap petani dapat bebas paceklik sepanjang tahun,” ujar Tuhar.

Sumber : Kompas
Tanggal : 9 November 2016

]]>
Petani Lereng Gunung Wilis Budidaya Kopi Arabika https://stg.eppid.perhutani.id/petani-lereng-gunung-wilis-budidaya-kopi-arabika/ Fri, 28 Oct 2016 08:26:44 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41399 ANTARAJATIM.COM, JAKARTA (27/10/2016) | Sejumlah petani lereng Gunung Wilis ( 2.169 meter di atas permukaan laut/ mdpl) yang tergabung dalam Kelompok Pesanggem Hutan Kreatif (KPHK) Wilis, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mulai membudidayakan tanaman kopi jenis arabika, karena nilai jualnya yang lebih tinggi.
Ketua KPHK Wilis, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri Sudiro mengemukakan sudah mencoba budidaya tanaman kopi jenis ini sekitar dua tahun. Dari masa tanam itu sekitar 30 tanaman sudah diujicobakan.
“Dua tahun ini, ada sekitar 25-30 batang kopi yang sudah ditanam dan sudah bisa menghasilkan biji kopi 6-8 kilogram,” katanya dikonfirmasi, Kamis.
Ia mengatakan, petani memang memilih budidaya kopi arabika. Dari sisi harga, jenis kopi ini mempunyai nilai yang lebih tinggi ketimbang jenis robusta. Jika harga 1 kilogram kopi robusta sekitar Rp25 ribu per kilogram, jenis arabika bisa dua kali lipat, sekitar Rp50 ribu per kilogram.
Di lereng Gunung Wilis, lanjut dia, sebenarnya sudah ada tanaman kopi, tapi jenis robusta. Namun, kopi ini sudah ditanam secara turun temurun, sehingga tinggal panen saja.
Untuk saat ini, pihaknya memang masih tanam sekitar 30 tanaman kopi, namun selama dua bulan ini sudah melakukan budidaya bibit tanaman ini. Ada sekitar 1.600 bibit biji kopi arabika yang sudah mulai disemai.
“Kami nanti targetnya 10 ribu pohon. Namun, untuk dua bulan ini masih 1.600 pohon. Nanti jika panjangnya sudah sekitar 25 sentimer tanaman siap ditanam,” katanya.
Ia mengaku, saat ini memang masih fokus pada pembibitan. Namun, ia mengakui terkendala lahan, karena tidak semua petani yang tergabung di kelompok mempunyai lahan yang luas.
Untuk itu, ia pun mencoba mengajak kerjasama dengan Perhutani Kediri, terkait dengan upaya tanam kopi di areal perkebunan. Nantinya, jika hal itu diizinkan, bisa menambah pemasukan petani serta perhutani.
“Jujur, kami tidak punya lahan, jadi di lingkungan kami yang bisa ditanami adalah di hutan, jadi mencoba silaturahmi dengan Perum Perhutani dan semoga mereka memberi peluang agar diberi kesempatan bisa tanam di hutan,” katanya.
Ia menambahkan, untuk budidaya itu sementara juga fokus untuk kebutuhan kelompok dan bukan untuk dijual. Ia mencoba tanam dengan biji berkualitas bagus, sehingga nantinya bisa menghasilkan bibit yang bagus pula.
Pihaknya berharap, dengan budidaya ini nantinya kesejahteraan petani juga semakin meningkat. Selain itu, diharapkan ada komoditas andalan lain selain hortikultura di lereng Gunung Wilis ini.
 
Tanggal : 27 Oktober 2016
Sumber : antarajatim.com

]]>