#kphbanyumastimur – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Fri, 23 Jun 2017 10:05:33 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png #kphbanyumastimur – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Menikmati Liburan di Negeri Beribu Mata Air https://stg.eppid.perhutani.id/menikmati-liburan-di-negeri-beribu-mata-air/ Fri, 23 Jun 2017 10:05:33 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=47892 SUARAMERDEKA.COM (23/6/2017) | Sudah punya rencana libur Lebaran yang cukup panjang pada akhir pekan ini? Kalau belum, berikut ada beberapa objek wisata alam yang bisa dikunjungi selain Lokawisata Baturraden.

Menikmati pemandangan dan bermain air di sekitar air terjun bisa menjadi pilihan untuk menikmati masa liburan di Negeri Beribu Mata Air. Disebut demikian, lantaran di Kabupaten Banyumas terdapat lebih dari 1.000 mata air besar maupun kecil yang mengalir di wilayah ini.

Sebagian kecil berubah menjadi 209 sungai yang mengalir dari Gunung Slamet dan memecah menjadi ratusan sungai kecil, sungai, ngarai dan air terjun. Di antara ratusan air terjun itu, ada tiga curug yang populer di masyarakat, yaitu Curug Gomblang, Curug Jenggala, dan Curug Lawang.

Ketiganya, wajib dikunjungi saat liburan nanti. Curug yang pertama yaitu Gomblang. Objek wisata di lahan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur ini berlokasi di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.

Lokasi ini bisa dituju dengan perjalanan sekitar 45 menit dari Kota Purwokerto dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 50 meter ini berada di kawasan hutan damar. Pemandangan alam dan vegetasi yang masih rapat membuat pengunjung pasti betah berlama- lama.

Antar-Jemput Pengunjung

Menurut Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, sejak 2015 objek wisata ini mulai dibenahi agar memikat wisatawan. Sebagian besar pengunjung kerap berswafoto (selfie) dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan.

Karena itu, pengelola menyediakan selfie deck, mushala, toilet, dan tempat kuliner dan gasebo untuk berteduh. ”Sekarang sudah ada layanan antar-jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lain bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” ujar Sapto, tempo hari.

Di lokasi ini, kata dia, juga disediakan area ”Camping Ground”. Wisatawan yang berminat bisa berkemah dengan memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp 15.000 per orang. Dari arena ini, pengunjung bisa melihat keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak.

Di timur Curug Gomblang terdapat curug kedua yaitu Curug Jenggala, yang berlokasi di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden. Curug yang bernama asli Tempuan itu juga dilengkapi selfie deck, bedanya fasilitas swafoto ini berbentuk simbol cinta di atas tebing. Untuk menuju ke air terjun ini membutuhkan sedikit perjuangan.

Kendaraan roda dua hanya boleh terparkir di permukiman warga Dusun Kalipagu, sekitar 3 kilometer dari pintu masuk gerbang Desa Ketenger. Pengunjung harus menempuh 30 menit dengan berjalan kaki melintasi sawah yang luas juga intalasi gorong-gorong Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ketenger.

Tetapi, rasa lelah itu akan terlunasi setelah melihat tiga bagian Curug Jenggala yang jatuh dari ketinggian sekitar 25 meter. ”Tarif untuk pengunjung hanya tiket masuk Rp 5.000,” kata Ketua LMDH Desa Ketenger, Purnomo. Berbeda dari dua curug lainnya, Curug Lawang di Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata.

Seperti namanya, air terjun ini memiliki bentuk yang unik, karena mirip sebuah gua dengan dinding menyerupai pintu. Dua terjunan air setinggi 25 meter dari balik gua membentuk kolam kecil lalu menjadi aliran Sungai Pelus. Bebatuan besar di sekitar curug menambah cantik lokasi tersebut. ”Masih ada dua curug lagi yang sudah dikenal, yaitu Curug Telu dan Curug Tebela.

Kalau mau ke sini, sebaiknya didampingi pemandu wisata yang bertugas karena jalurnya licin dan terjal,” ujar Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Karangsalam, Sisworo. Untuk menempuh tempat ini membutuhkan waktu perjalanan sekitar 30 menit ke arah timur dari pintu gerbang Mandala Wisata Baturraden menunju Desa Karangsalam. Sesampainya di gerbang desa wisata, hamparan sawah dan ladang menjadi pemandangan yang menarik.

Sumber: suaramerdeka.com

Tanggal: 23 Juni 2017

]]>
Wisata Plus Lestarikan Hutan https://stg.eppid.perhutani.id/wisata-plus-lestarikan-hutan/ Thu, 30 Mar 2017 01:58:40 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46055 KOMPAS (30/3/2017) | Bersepatu bot warna hijau tua, mengenakan celana panjang penuh saku serta tas pinggang, Purnomo (40) berjalan meniti jalur bebatuan sambil membawa parang. Kaus oblong warna merahnya basah oleh keringat. Dia baru saja selesai kerja bakti bersama beberapa warga desa memperbaiki pipa saluran air bersih di tepi sungai.

Kerja bakti dan gotong royong warga Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itulah yang kini mengubah wajah lingkungan, sosial, dan ekonomi desa. Melalui proses panjang sejak 2008, Pumomo yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita Desa Ketenger perlahan mengajak warga menggali potensi religi dan budaya. Warga juga diajak mengangkat keindahan alam desanya, terutama dengan wisata alam Curug Jenggala

Desa Ketenger di lereng Gunung Slamet sisi timur dikaruniai pemandangan alam yang lengkap. Perbukitan dengan pohon-pohon pinus dan hutan yang rimbun memberikan kesejukan udara. Hamparan sawah warga berjejer membentuk teras-teras bertindak yang rapi Air sungai yang bening dan deras mengalir dari air terjun menyusun bebatuan.

Sejumlah situs sejarah, seperti situs Lemah Wangi Batur Lurnpang atau Padepokan Galuh Purba dan situs Batur Semende juga ada di sana Untuk menjaga kearifan lokal, setiap dua tahun sekali ada ritual baritan. Dalam ritual itu, warga yang memiliki hewan peliharaan menari bersama penari lengger untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.

Kemudian, pada 2015-2016, Purnomo bersama sejumlah warga desa berinisiatif memanfaatkan aliran air terjun dengan ketinggian sekitar 15 meter, yang merupakan pertemuan antara Sungai Banjaran dan Sungai Mertelu, sebagai obyek wisata.

Didukung Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur dengan modal untuk membangun jembatan dan “dek cinta”, yaitu papan berbentuk hati untuk wisatawan berswafoto, Pumomo mengajak warga bergotong royong menata lokasi sekitar 0,25 hektar agar dapat menarik wisatawan. “Awalnya hanya empat orang yang membantu, tapi kemudian bertambah jadi 28 orang, lalu sekarang sedikitnya ada 50 orang yang terlibat mengelola wisata ini,” kata Pumomo, Rabu (22/3).

Warga desa butuh waktu sekitar dua minggu untuk membangun jembatan, membuat jalan setapak sepanjang 500 meter dengan ratusan anaktangga dari tanah yang ditahan bambu, membangun gapura selamat datang, serta membersihkan pohon rengas dan kemadu yang bisa mengakibatkan gatal pada kulit “Ada sekitar 10 pohon rengas dan kemadu yang kami tebang, tapi kemudian kami menanam 500 bibit pohon nagasari, tembagan, dan klengsar yang merupakan tanaman endemik di lereng Gunung Slamet,” kata Pumomo.

Masyarakat sejahtera

Kendati ada cemoohan dari beberapa warga yang meragukan usaha mengelola wisata Curug Jenggala, Pumomo tetap meneruskan membangun tempat itu. Dengan misi hutan lestari masyarakat sejahtera. Pumomo yakin manfaat wisata alam itu bisa dirasakan bagi semua warga di desa itu.

Melalui promosi di media sosial, Curug Jenggala yang baru dibuka pada Oktober 2016 mampu mendongkrak pengunjung secara drastis. Kalau biasanya pengunjung sekitar 2.000 orang per bulan, kini jumlahnya bisa mencapai 10.000-13.000 orang per bulan. Pemasukan dari wisatawan mencapai Rp 50 juta-Rp 67 juta per bulan. “Saat ini sedikitnya ada sembilan pelataran rumah warga yang dijadikan tempat parkir. Warga yang tadinya berburu burung di hutan ada yang beralih menjadi tukang ojek atau mengurus taman dan ibu-ibu rumah tangga juga membuka warung makanan ringan,” tutur Purnomo yang sehari-hari bekerja sebagai operator pintu jaga air PLTA Ketenger.

Menurut Purnomo, aneka jenis burung yang banyak diburu warga antara lain burung percit, depyu mini, kutilang hijau, dan kanis jenggot Hasil tangkapan itu dijual dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 300.000 per ekor. “Biasanya warga memburu dengan getah atau jaring,” ujarnya

Sejumlah warga mengapresiasi usaha dan kerja keras Purnomo dalam mengelola wisata alam di desanya tersebut.

Joko (45), warga desa yang dulu sering berburu burung di hutan, misalnya, kini turut mengelola lingkungan sekitar tempat wisata curug. “Dulu saat cari burung harus berjalan kaki ke dalam hutan sampai delapan jam dan menginap di hutan. Paling banyak dapat lima burung. Sekarang tidak usah masuk ke dalam hutan, bersih-bersih di sini juga sudah dapat pemasukan,” kata Joko.

Warga lain, Kusno (29), kini menjadi tukang ojek dengan pemasukan Rp 30.000-Rp 50.000 di hari biasa, sedangkan di hari libur bisa mencapai Rp 100.000 – Rp 150.000. Sebelumnya, dia menjadi buruh bangunan dan buruh tani dengan upah Rp 60.000 per hari. “Jadi buruh tenaganya terperas seharian. Sekarang lebih baik,” kata Kusno.

Uang pemasukan dari penjualan tiket ujar Pumomo, dibagi dua bagian, yaitu 40 persen bagi Perhutani sebagai pemilik area hutan dan 60 persen bagi LMDH Gempita Pemasukan bagi LMDH Gempita itu kemudian dibagi-bagi lagi, masing-masing untuk upah tenaga kerja, pengembangan, kas LMDH, kas desa, dana bina lingkungan desa dana bina budaya dan religi, serta untuk dana-dana sosial.

Setidaknya ada 30 pengurus LMDH Gempita yang mengelola tempat wisata itu. Mereka berbagi tugas, antara lain menjaga loket masuk, mengembangkan usaha, dan menjaga keamanan. Pendapatan mereka per bulan berkisar Rp 1 juta – Rp 13 juta. Selain dampak ekonomi, setidaknya 160 keluarga di Dusun Kalipagu juga sudah mulai sadar wisata, antara lain bagaimana menyambut pengunjung dengan ramah serta tidak sembarangan menjemur pakaian dalam di depan rumah.

Selain terlibat aktif dalam mengembangkan wisata dan menjaga hutan di desa. Purnomo pernah mengikuti Semiloka Nasional Hutan Indonesia di Jakarta pada September 2016. Purnomo juga pernah menjadi pembicara pada diskusi publik bertema “Kearifan Masyarakat Lokal Lereng Gunung Slamet dalam Menghadapi Ancaman Bencana” yang digelar Korps Mahasiswa Pecinta Alam FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, pada 2009.

Purnomo menyampaikan, dek cinta yang dibangun di Curug Jenggala bukan sekadar papan berbentuk hati yang dipakai untuk berswafoto. Fasilitas itu, katanya, juga sebagai pengingat bagi warga dan semua pengunjung tentang semangat handuweni (memiliki). “Dengan semangat handuweni, orang akan ikut mencintai dan menjaga lingkungan serta sesamanya,” ujar Purnomo.

Sumber: Kompas, hal. 16

Tanggal: 30 Maret 2017

]]>
Berswafoto di Curug Jenggala https://stg.eppid.perhutani.id/berswafoto-di-curug-jenggala/ Mon, 27 Mar 2017 01:12:49 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46042 KOMPAS.COM (27/3/2017) | Mendung menggantung di lereng kaki Gunung Slamet. Sepasang muda-mudi menaiki ratusan anak tangga berupa tanah berundak yang ditahan bambu-bambu.
Meski tinggal berjarak 100 meter dari Curug Jenggala, karena hujan lebat turun, mereka pun sabar menanti di sebuah pondok sederhana.
”Penasaran ingin lihat Curug Jenggala yang ramai di media sosial,” kata Melinda (18) yang datang bersama Audy Dwi (19), kekasihnya, Jumat (3/2/2017) siang.
Mereka berasal dari Kabupaten Cilacap dan khusus datang ke wisata alam di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, untuk mengisi waktu liburan kuliah.
”Rabu kemarin sudah sampai di Dusun Kalipagu, tapi keburu hujan deras lalu pulang lagi. Sekarang hampir sampai baru hujan deras,” tutur Audy.
Curug Jenggala berjarak sekitar 17 kilometer dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, dengan waktu tempuh 45 menit hingga 1 jam menggunakan kendaraan bermotor.
Setibanya di Dusun Kalipagu, pengunjung dapat membeli tiket masuk Rp 5.000 per orang. Sekitar 800 meter sebelum curug, karena akses jalan terbatas, kendaraan roda dua harus diparkir di halaman rumah warga dengan ongkos Rp 2.000 per motor.
Dari parkiran, pengunjung dapat berjalan kaki menyusuri jalan bebatuan dan setapak selebar 1 meter di tepi pipa air PLTA Ketenger.
Sambil berjalan, pengunjung dapat menikmati sawah, alam perbukitan, dan hutan alami di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur. Jalan yang terjal dan curam itu dapat ditempuh sekitar 30-45 menit.
Alternatif lain adalah menyewa jasa ojek warga setempat dengan ongkos Rp 10.000 sekali antar hingga kompleks Rumah Jaga Kolam Tando Harian Muntu Sub PLTA Ketenger.
Rumah jaga itu hanya 300 meter sebelum curug. Jadi, pengunjung hanya tinggal berjalan kaki menyusuri bukit dan menyeberangi sungai dengan waktu tempuh 15 menit sebelum tiba di curug.
Dek cinta
Ikon khas wisata alam Curug Jenggala adalah dek cinta yang disusun dari kayu berbentuk waru atau hati. Di dek itu, para pengunjung bisa berswafoto dengan latar belakang empat buah jeram dari air terjun Jenggala.
Bila ingin mendapatkan foto dengan komposisi utuh dek cinta serta pemandangan air terjun, telah disediakan pula sebuah panggung setinggi 1,5 meter di depan dek cinta.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan Gempita Desa Ketenger Purnomo mengatakan, di balik dek cinta ada makna untuk mengingatkan seluruh pengunjung dan warga tentang semangat handuweni atau memiliki.
”Dengan semangat memiliki, orang akan ikut mencintai dan menjaga lingkungan serta sesamanya,” kata Purnomo.
Curug Jenggala kini dikelola warga sekitar. Modal untuk membeli kayu untuk membuat deck cinta dan jembatan disediakan Perhutani, sedangkan warga bergotong royong menata tempat itu. ”Misi yang diangkat adalah hutan lestari, masyarakat sejahtera,” ujar Purnomo.
Setidaknya ada 30 orang yang dilibatkan untuk mengelola tempat wisata itu. Mereka berbagi tugas, antara lain menjaga loket masuk, pengembangan usaha, dan keamanan. Tiap bulan rata-rata pendapatan mereka berkisar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per orang.
”Dari sisi ekonomi, warga mendapatkan pemasukan tambahan. Dari segi sosial, warga mulai sadar bagaimana menyapa pengunjung serta tidak lagi menjemur pakaian dalam di depan rumah,” papar Purnomo.
Dwiyana (21), salah satu petugas loket, bersyukur mendapatkan pekerjaan di kampung halamannya itu setelah selesai SMA.
Sementara Suprapto (43), yang sehari-hari membersihkan lahan, kini mulai jadi tukang ojek. ”Sehari dapat Rp 70.000 sampai Rp 100.000,” kata Suprapto.
Di wilayah itu terdapat pula obyek wisata Curug Penganten, Curug Muntu, Situs Batur Lumpang, dan Bukit Cinta. Namun, dengan dibukanya obyek wisata Curug Jenggala pada 22 Oktober 2016, kata Dwiyana, jumlah pengunjung meningkat.
”Sebelum curug ini dibuka, jumlah kunjungan per bulan tidak sampai 2.000 orang. Setelah dibuka, pengunjung bertambah sampai 10.000 bahkan 13.000 orang per bulan,” kata Dwiyana.
Tokoh masyarakat Dusun Kalipagu, Nur Sanjaya (47), mengatakan, Curug Jenggala ada di pertemuan antara Sungai Banjaran dan Sungai Mertelu.
Di sana juga terdapat Situs Batur Semende yang menjadi penanda tempat pelatihan para prajurit Kerajaan Jenggala pada tahun 1040. ”Di sini para prajurit utama atau para senopati berlatih ilmu keprajuritan dan kanuragan,” kata Nur.
“Air surga”
Menurut Nur, Curug Jenggala diapit dua bukit, yakni Bukit Cipokol dan Bukit Ciangin. Cipokol berarti air pokok, sedangkan ciangin berarti embun. Air yang mengalir di Curug Jenggala, kata Nur, bermakna ”air surga”.
”Air itu memberi kehidupan bagi warga. Itu terbukti dengan tumbuhnya perekonomian seiring pertambahan pengunjung,” ujarnya.
Nur menambahkan, untuk menjaga keharmonisan dan kelestarian alam sekitar, warga ataupun pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan, tidak berbuat mesum, serta menghargai kearifan lokal.
Demi keselamatan, pengunjung dilarang turun dan bermain air di sekitar curug yang tingginya sekitar 15 meter saat hujan dan mendung di bagian hulu karena rawan banjir.
Sayangnya, fasilitas dasar seperti toilet belum dibangun. Selain itu, kualitas jalan terutama 2 km juga masih harus ditingkatkan pemerintah setempat. (MEGANDIKA WICAKSONO)
 
Sumber: kompas.com
Tanggal: 27 Maret 2017

]]>
Curug Gomblang Dilengkapi Selfie Deck https://stg.eppid.perhutani.id/curug-gomblang-dilengkapi-selfie-deck/ Fri, 03 Mar 2017 02:52:48 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45639 logo-phtsmallSUARAMERDEKA.COM (3/2/2017) | Selfie deck akhir-akhir ini cukup ngetren di sejumlah objek wisata alam. Pada beberapa lokasi bahkan sengaja dibangun untuk menambah daya tarik. Seperti di Curug Gomblang, di Dusun Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng.

Titik untuk berfoto ria itu dibangun pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Latarnya tentu saja air terjun dengan memiliki ketinggian sekitar 50 meter.

Di sekitar lokasi itu, pemandangan alam dan rerimbunan hutan damar yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur membuat pengunjung pasti betah berlama-lama. Lokasi ini bisa dituju dengan perjalanan sekitar 45 menit dari Kota Purwokerto, dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Melewati Desa Wisata Ketenger – Desa Melung lalu masuk ke arah utara.

Naik Ojek

Memasuki pintu gerbang wisata Curug Gomblang, pengunjung bisa memilih untuk naik ojek atau berjalan kaki hingga ke curug. Di sepanjang jalan, perbukitan dan hutan menambah suasana terasa sejuk.

”Jalannya masih berbatu, lumayan untuk olahraga sedikit,” ujar salah satu pengunjung, Bima Adji (22). Tak jauh dari lokasi curug juga terdapat beberapa warung dan gazebo yang dibangun dari kayu dan bambu. Tempat ini bisa digunakan untuk beristirahat sejenak, sembari menikmati es kelapa muda yang dijual di kawasan itu.

Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, sejak 2015, objek wisata ini mulai dibenahi agar memikat wisatawan. Sebagian besar pengunjung kerap berswafoto (selfie) dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan.

Karena itu, pengelola menyediakan selfie deck, mushala, toilet, dan tempat kuliner dan gasebo untuk berteduh. ”Sekarang sudah ada layanan antar-jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lainnya bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” ujar Amin. Di lokasi ini, kata dia, juga disediakan area ”Camping Ground”.

Wisatawan yang berminat bisa berkemah dengan memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp 15.000 per orang. Dari arena ini, pengunjung bisa melihat keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak. (Nugroho Pandhu Sukmono- 46)

Sumber: suaramerdeka.com

Tanggal: 3 Maret 2017

]]>
Kamu Harus Nikmati Tiga Air Terjun Keren di Banyumas Ini https://stg.eppid.perhutani.id/kamu-harus-nikmati-tiga-air-terjun-keren-banyumas/ Wed, 01 Mar 2017 08:37:07 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45581 750x500-kamu-harus-nikmati-tiga-air-terjun-keren-di-banyumas-ini-170228uMERDEKA.COM (28/2/2017) | Kabupaten Banyumas layak disebut sebagai Negeri Beribu Mata Air. Pasalnya, terdapat lebih dari 1.000 mata air besar maupun kecil yang mengalir di wilayah ini.

Sebagian kecil berubah menjadi 209 sungai yang mengalir dari Gunung Slamet dan memecah menjadi ratusan sungai kecil, sungai, ngarai atau jurang dan air terjun. Di antara ratusan air terjun itu, ada tiga curug yang populer di masyarakat, yaitu Curug Gomblang, Curug Jenggala dan Curug Lawang. Ketiganya, wajib dikunjungi saat melepas penat akhir pekan.

Curug Gomblang

Pertama, Curug Gomblang berlokasi di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini bisa dituju dengan perjalanan sekitar 45 menit dari Kota Purwokerto dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 50 meter ini berada di kawasan hutan damar yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur. Pemandangan alam dan vegetasi yang masih rapat membuat pengunjung pasti betah berlama-lama.

Menurut Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, sejak 2015, objek wisata ini mulai dibenahi agar memikat wisatawan.

Sebagian besar pengunjung kerap berselfie dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan. Oleh karena itu, pengelola menyediakan selfie deck, musala, toilet dan tempat kuliner dan gazebo untuk berteduh.

“Sekarang sudah ada layanan antar jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lainnya bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” ujar Sapto, Selasa (28/2).

Di lokasi ini, kata dia, juga disediakan area Camping Ground. Wisatawan yang berminat bisa berkemah dengan memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp 15.000 per orang. Dari arena ini, pengunjung bisa melihat keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak.

Curug Jenggala

Di timur Curug Gomblang terdapat curug ke dua yaitu Curug Jenggala, yang berlokasi di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.

Curug yang bernama asli Tempuan itu juga dilengkapi selfie deck, bedanya fasilitas swafoto ini berbentuk simbol cinta di atas tebing.

Untuk menuju ke air terjun ini membutuhkan sedikit perjuangan. Kendaraan roda dua hanya boleh terparkir di pemukiman warga Dusun Kalipagu, sekitar 3 kilometer dari pintu masuk gerbang Desa Ketenger.

Pengunjung harus menempuh 30 menit dengan berjalan kaki melintasi sawah yang luas juga intalasi gorong-gorong Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ketenger. Tetapi, rasa lelah itu akan terlunasi setelah melihat tiga bagian Curug Jenggala yang jatuh dari ketinggian sekitar 25 meter.

“Tarif untuk pengunjung hanya tiket masuk Rp5.000,” kata Ketua LMDH Desa Ketenger, Purnomo.

Meski masih dalam tahap pengembangan. curug yang dikelola bersama Perum Perhutani KPH Banyumas Timur dan LMDH Ketenger ini selalu ramai dikunjungi setiap akhir pekan.

Curug Lawang

Berbeda dengan dua curug lainnya, Curug Lawang di Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata setempat. Seperti namanya, air terjun ini memiliki bentuk yang unik, karena mirip sebuah gua dengan dinding menyerupai pintu.

Dua buah terjunan air setinggi 25 meter dari balik gua membentuk kolam kecil lalu menjadi aliran Sungai Pelus. Bebatuan besar di sekitar curug menambah cantik lokasi tersebut.

Untuk menempuh tempat ini membutuhkan waktu perjalanan sekitar 30 menit ke arah timur dari pintu gerbang Mandala Wisata Baturraden menunju Desa Karangsalam.

Sesampainya di gerbang desa wisata, hamparan sawah dan ladang menjadi pemandangan yang menarik. Beberapa gubug yang ada di areal persawahan bisa menjadi tempat bertanya para wisatawan yang ingin berpetualang di empat air terjun yang masih asri. (suk)

Sumber: merdeka.com

Tanggal: 28 Februari 2017

]]>
Satu Lagi Ekowisata dari Banyumas: Curug Gomblang https://stg.eppid.perhutani.id/satu-ekowisata-banyumas-curug-gomblang-2/ Wed, 22 Feb 2017 02:47:04 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45396 583243_620TEMPO.CO (21/2/2017) | Curug Gomblang yang berlokasi di Desa Kalisalak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terus dibenahi untuk memikat wisatawan. Maklum, kawasan seluas lima hektare ini kian diminati para pelancong.

“Terutama pada akhir pekan, bisa mencapai ratusan pengunjung,” kata Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Senin, 20 Februari 2017. Mereka banyak yang ingin selfie dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan.

Obyek wisata tersebut sudah dirintis sejak September 2015. “Mulai dikenal oleh masyarakat luas sejak Lebaran 2016,” kata Sapto.

Peningkatan pelayanan dilakukan dalam banyak segi. Misalnya, membenahi dan membangun beberapa fasilitas, di antaranya musala, toilet, dan tempat untuk berteduh. “Kami juga menyediakan layanan antar-jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lain bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” katanya.

Layanan tersebut disediakan karena jarak antara pos pertama atau loket hingga lokasi mencapai 1 kilometer dengan kondisi jalan masih berbatu.

Curug Gomblang berada di lereng selatan Gunung Slamet pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Dengan posisi semacam itu, tersedia panorama alam yang indah. Selain itu, Curug Gomblang yang memiliki ketinggian air terjun sekitar 50 meter berada di kawasan hutan damar yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur.

Selain Curug Gomblang, di sekitar daerah itu masih ada beberapa obyek wisata lain, seperti Curug Lima dan camping ground (lahan untuk berkemah).

Khusus untuk camping ground, peminat yang hendak berkemah bisa memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp 15 ribu per orang. “Kami juga akan membuat wisata malam dengan menawarkan keindahan pemandangan Kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak,” ujar Sapto.

Sumber: tempo.co

Tanggal: 21 Februari 2017

]]>
Satu Lagi Ekowisata Dari Banyumas: Curug Gomblang https://stg.eppid.perhutani.id/satu-ekowisata-banyumas-curug-gomblang/ Tue, 21 Feb 2017 08:17:39 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45383 20170221112835-7HETANEWS.COM (21/2/2017) | Curug Gomblang yang berlokasi di Desa Kalisalak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terus berbenah untuk memikat wisatawan. Maklum, kawasan seluas lima hektar ini kian diminati para pelancong.

“Terutama pada akir pekan, bisa mencapai ratusan pengunjung,” kata Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Senin. Mereka banyak yang ingin berswafoto (selfie) dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan.

Objek wisata tersebut sudah dirintis sejak September 2015. “Dan, mulai dikenal oleh masyarakat luas sejak Lebaran 2016,” kata Sapto Purnomo.

Peningkatan pelayanan dilakukan dalam banyak segi. Misalnya, membenahi dan membangun beberapa fasilitas di antaranya musala, toilet, dan tempat untuk berteduh. “Kami juga menyediakan layanan antar-jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lainnya bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” katanya.

Layanan tersebut disediakan karena jarak antara pos pertama atau loket hingga lokasi mencapai 1 kilometer dengan kondisi jalan masih berbatu.

Curug Gomblang berada di lereng selatan Gunung Slamet pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Dengan posisi semacam itu, tersedia panorama alam yang indah. Selain itu, Curug Gomblang yang memiliki ketinggian air terjun sekitar 50 meter berada di kawasan hutan damar yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur.

Selain Curug Gomblang, diskeitar situ masih ada beberapa objek wisata lain, seperti Curug Lima dan “Camping Ground” (lahan untuk berkemah).

Khusus untuk “Camping Ground”, peminat bisa yang hendak berkemah bisa memesan satu minggu sebelum kegiatan. Tarifnya dipatok Rp15.000 per orang. “Kami juga akan membuat wisata malam dengan menawarkan keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak,” katanya.

Sumber: hetanews.com

Tanggal: 21 Februari 2017

]]>
Curug Gomblang Banyumas Semakin Diminati Wisatawan https://stg.eppid.perhutani.id/curug-gomblang-banyumas-semakin-diminati-wisatawan/ Tue, 21 Feb 2017 01:15:58 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=45380 20160830082655curugANTARANEWS.COM (20/2/2017) | Curug Gomblang yang berlokasi di Desa Kalisalak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, semakin diminati wisatawan khususnya kalangan muda-mudi yang ingin berswafoto (selfie) dengan latar belakang air terjun dan pemandangan alam pegunungan.

“Sebenarnya objek wisata ini sudah dirintis sejak September 2015, namun mulai dikenal oleh masyarakat luas sejak Lebaran 2016,” kata Wakil Ketua Pengelola Wisata Curug Gomblang Amin Sapto Purnomo di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Senin.

Menurut dia, tidak sedikit wisatawan yang berkunjung setiap harinya terutama pada akhir pekan atau liburan bisa mencapai ratusan orang.

Oleh karena itu, pihaknya terus mengembangkan dan melengkapi fasilitas di objek wisata yang memiliki luas area sekitar 5 hektare tersebut demi meningkatkan kenyamanan pengunjung.

Ia mengatakan pihaknya telah membenahi dan membangun beberapa fasilitas di antaranya musala, toilet, dan tempat untuk berteduh.

“Kami juga menyediakan layanan antar-jemput pengunjung dengan ojek dan angkutan lainnya bagi pengunjung yang ingin mencapai lokasi tanpa berjalan kaki,” katanya.

Menurut dia, layanan tersebut diberikan karena jarak antara pos pertama atau loket hingga lokasi mencapai 1 kilometer dengan kondisi jalan masih berbatu.

Lebih lanjut, Amin mengatakan wisatawan yang ingin menikmati keindahan Curug Gomblang cukul membayar tiket masuk sebesar Rp5.000 per orang dan biaya penitipan kendaraan sebesar Rp2.000 per unit.

Selain Curug Gomblang, kata dia, pihaknya juga menawarkan beberapa objek wisata lain yang ada di sekitar tempat itu seperti Curug Lima dan “Camping Ground” (lahan untuk berkemah).

Khusus untuk “Camping Ground”, lanjut dia, bagi wisatawan yang akan berkemah diimbau untuk memesan tempat lebih dulu maksimal satu minggu sebelum kegiatan dengan tarif sebesar Rp15.000 per orang.

“Kami berencana membangun serta memperbarui sarana dan prasarana yang ada untuk lebih menarik banyak pengunjung. Kami juga akan membuat wisata malam dengan menawarkan keindahan pemandangan kota Purwokerto pada malam hari yang terlihat dari pegunungan Desa Kalisalak,” katanya.

Menurut dia, pihaknya akan terus berupaya memromosikan potensi wisata pegunungan khususnya yang ada di Desa Kalisalak demi memajukan perekonomian warga setempat.

Seperti diwartakan, Curug Gomblang yang berada di lereng selatan Gunung Slamet atau pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut itu memiliki panorama alam yang indah dan telah tersedia fasilitas untuk berswafoto berupa “selfie deck”.

Selain itu, Curug Gomblang yang memiliki ketinggian air terjun sekitar 50 meter berada di kawasan hutan damar milik yang dikelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur.

Oleh karena itu, pengelolaan objek wisata Curug Gomblang dilakukan oleh Perhutani KPH Banyumas Timur bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kalisalak.

Pendapatan dari hasil penjualan tiket masuk akan dibagi sebesar 60 persen untuk LMDH dan 40 persen untuk Perhutani.

Sumber: antaranews.com

Tanggal: 20 Februari 2017

]]>
Wana Wisata: Selfie Deck dan View Deck Rekam Eksotisme Gunung Selok Cilacap https://stg.eppid.perhutani.id/wana-wisata-selfie-deck-dan-view-deck-rekam-eksotisme-gunung-selok-cilacap/ Wed, 25 Jan 2017 02:44:37 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=44783 deck-view-gunung-selok-youtube-may-candra-santosaBISNIS.COM (24/1/2017) | Eksotisme visual menjadi kemasan yang ditawarkan bagi wisatawan pengunjung Wana Wisata Gunung Selok, Cilacap.

Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur menambah wahana baru di Wana Wisata Gunung Selok, Desa Karangbenda, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

“Penambahan wahana baru ini dilakukan untuk mendukung wahana yang telah ada. Wahana Selfie Deck yang dibangun pada bulan April 2016 terbukti mendongkrak jumlah wisatawan di Wana Wisata Gunung Selok,” kata Administrator Perhutani KPH Banyumas Timur Wawan Triwibowo di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.

Ia mengatakan jumlah wisatawan ke Wana Wisata Gunung Selok selama lima tahun atau pada periode 2011-2015 rata-rata hanya 11.000 orang per tahun.

Tetapi setelah adanya Selfie Deck, kata dia, jumlah wisatawan ke Wana Wisata Gunung Selok pada tahun 2016 mencapai lebih dari 67.000 orang.

Menurut dia, hal itu menunjukan bahwa wahana Selfie Deck mampu mengungkit jumlah pengunjung lebih dari enam kali lipat.

“Bahkan pada liburan tahun baru 1 Januari 2017, jumlah kunjungan wisatawan mencapai rekor tertinggi dalam satu hari, yaitu mencapai lebih dari 1.900 orang,” katanya.

Terkait hal itu, Wawan mengatakan, pihaknya menambah wahana baru berupa View Deck di atas pohon yang dilengkapi dengan jembatan gantung yang menghubungkan dua pohon.

Menurut dia, wahana baru yang secara resmi akan diluncurkan pada 28 Januari 2017 yang bertepatan dengan liburan Tahun Baru Imlek 2568 itu ditujukan untuk memanjakan pengunjung dan memecah keramaian sehingga antrean wisatawan yang hendak berswafoto di lokasi Selfie Deck tidak menumpuk.

“Wahana baru berupa View Deck itu berada di Puncak Selok View yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi Selfie Deck. Di Puncak Selok View, pengunjung dapat merasakan semilir angin laut yang menerpa dari ketinggian 150 meter di atas permukaan laut serta menikmati panorama matahari terbit (sunrise) pada pagi hari,” katanya.

Ia mengatakan wisatawan yang ingin berlibur di Wana Wisata Gunung Selok cukup membayar tiket masuk sebesar Rp4.000 per orang.

“Jika ingin masuk ke wahana Selfie Deck cukup menambah Rp2.500 per orang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Wawan mengatakan ide pengembangan wahana Selfie Deck dan View Deck itu seiring dengan perkembangan pembangunan di pesisir selatan Jawa.

Menurut dia, pembangunan dengan Jalan Lintas Selatan (JLS) serta jalur rel ganda Jakarta-Purwokerto yang dilanjutkan Purwokerto-Yogyakarta akan membuat potensi wisata di pesisir pantai selatan Jawa semakin menggeliat.

“Terlebih didukung dengan kemajuan teknologi smartphone yang saat ini berkembang tidak sekadar alat berkomunikasi melalui telepon maupun pesan singkat atau SMS tetapi lebih dari itu. Smartphone merupakan sarana aktualisasi diri atau selfie,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, tren wisata yang muncul dalam beberapa waktu terakhir merupakan wisata-wisata yang memanjakan pengunjung untuk dapat berswafoto.

Ia mengatakan munculnya media-media sosial yang semakin menjamur seperti Instagram, Facebook, Twitter, Blackberry Massenger, Whatsapp, dan sebagainya menjadikan produk hasil selfie atau swafoto para pengunjung cepat menjadi viral di dunia maya.

“Salah satu lokasi wisata yang berkembang pesat di pesisir selatan Jawa adalah Wana Wisata Gunung Selok. Wana wisata yang berada 3 kilometer sebelah timur Adipala, Kabupaten Cilacap, menawarkan keindahan panorama birunya pantai yang menyatu dengan permadani hijau persawahan,” katanya.

Ia mengatakan pemandangan tersebut dapat dinikmati pengunjung dari atas bukit di antara rindangnya hutan mahoni.

“Terlebih pengunjung dapat menikmati pemandangan dari Selfie Deck yang menawarkan angle atau sudut foto yang nampak berada di puncak ketinggian dengan latar belakang keindahan laut dan sawah,” katanya.

Sumber: bisnis.com

Tanggal: 24 Januari 2017

]]>
Wisata Gunung Selok Tambah Wahana Baru https://stg.eppid.perhutani.id/wisata-gunung-selok-tambah-wahana-baru/ Wed, 25 Jan 2017 02:31:13 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=44780 wisata-gunung-selok-cilacap-696x464RAYAPOS.COM (24/1/2017) | Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyumas Timur menambah wahana baru di Wana Wisata Gunung Selok, Desa Karangbenda, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

“Penambahan wahana baru ini dilakukan untuk mendukung wahana yang telah ada. Wahana ‘Selfie Deck‘ yang dibangun pada bulan April 2016 terbukti mendongkrak jumlah wisatawan di Wana Wisata Gunung Selok,” kata Administrator Perhutani KPH Banyumas Timur Wawan Triwibowo di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa (24/1).

Ia mengatakan jumlah wisatawan ke Wana Wisata Gunung Selok selama lima tahun atau pada periode 2011-2015 rata-rata hanya 11.000 orang per tahun.

Tetapi setelah adanya “Selfie Deck”, kata dia, jumlah wisatawan ke Wana Wisata Gunung Selok pada tahun 2016 mencapai lebih dari 67.000 orang.

Menurut dia, hal itu menunjukan bahwa wahana “Selfie Deck” mampu mengungkit jumlah pengunjung lebih dari enam kali lipat.

“Bahkan pada liburan tahun baru 1 Januari 2017, jumlah kunjungan wisatawan mencapai rekor tertinggi dalam satu hari, yaitu mencapai lebih dari 1.900 orang,” katanya.

Terkait hal itu, Wawan mengatakan, pihaknya menambah wahana baru berupa “View Deck” di atas pohon yang dilengkapi dengan jembatan gantung yang menghubungkan dua pohon.

Menurut dia, wahana baru yang secara resmi akan diluncurkan pada 28 Januari 2017 yang bertepatan dengan liburan Tahun Baru Imlek 2568 itu ditujukan untuk memanjakan pengunjung dan memecah keramaian sehingga antrean wisatawan yang hendak berswafoto di lokasi “Selfie Deck” tidak menumpuk.

“Wahana baru berupa ‘View Deck’ itu berada di Puncak Selok View yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi ‘Selfie Deck‘. Di Puncak Selok View, pengunjung dapat merasakan semilir angin laut yang menerpa dari ketinggian 150 meter di atas permukaan laut serta menikmati panorama matahari terbit (sunrise) pada pagi hari,” katanya.

Ia mengatakan wisatawan yang ingin berlibur di Wana Wisata Gunung Selok cukup membayar tiket masuk sebesar Rp4.000 per orang.

“Jika ingin masuk ke wahana ‘Selfie Deck‘ cukup menambah Rp2.500 per orang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Wawan mengatakan ide pengembangan wahana “Selfie Deck” dan “View Deck” itu seiring dengan perkembangan pembangunan di pesisir selatan Jawa.

Menurut dia, pembangunan dengan Jalan Lintas Selatan (JLS) serta jalur rel ganda Jakarta-Purwokerto yang dilanjutkan Purwokerto-Yogyakarta akan membuat potensi wisata di pesisir pantai selatan Jawa semakin menggeliat.

“Terlebih didukung dengan kemajuan teknologi ‘smartphone‘ yang saat ini berkembang tidak sekedar alat berkomunikasi melalui telepon maupun pesan singkat atau SMS tetapi lebih dari itu. ‘Smartphone‘ merupakan sarana aktualisasi diri atau ‘selfie‘,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, tren wisata yang muncul dalam beberapa waktu terakhir merupakan wisata-wisata yang memanjakan pengunjung untuk dapat berswafoto ria.

Ia mengatakan munculnya media-media sosial yang semakin menjamur seperti Instagram, Facebook, Twitter, Blackberry Massenger, Whatsapp, dan sebagainya menjadikan produk hasil “selfie” atau swafoto para pengunjung cepat menjadi viral di dunia maya.

“Salah satu lokasi wisata yang berkembang pesat di pesisir selatan Jawa adalah Wana Wisata Gunung Selok. Wana wisata yang berada 3 kilometer sebelah timur Adipala, Kabupaten Cilacap, menawarkan keindahan panorama birunya pantai yang menyatu dengan permadani hijau persawahan,” katanya.

Ia mengatakan pemandangan tersebut dapat dinikmati pengunjung dari atas bukit di antara rindangnya hutan mahoni.

“Terlebih pengunjung dapat menikmati pemandangan dari ‘Selfie Deck’ yang menawarkan ‘angle’ atau sudut foto yang nampak berada di puncak ketinggian dengan latar belakang keindahan laut dan sawah,” katanya. [ant]

Sumber: rayapos.com

Tanggal: 24 Januari 2017

]]>