#kphkeduutara – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Mon, 28 Aug 2017 04:09:32 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png #kphkeduutara – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Wana Wisata Jumprit https://stg.eppid.perhutani.id/wana-wisata-jumprit/ Mon, 28 Aug 2017 04:09:32 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=49199 MEDIA INDONESIA (28/8/2017) | Sejumlah wisatawan menikmati suasana hutan pinus di kawasan Wana Wisata Jumprit di lereng Gunung Sindoro, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, kemarin. Perum Perhutani KPH Kedu Utara bekerja sama dengan masyarakat sekitar hutan terus mengembangkan wisata alam jumprit dengan menambah berbagai fasilitas umum dan infrastruktur penunjang.

 
Sumber: Media Indonesia, hal. 23
Tanggal: 28 Agustus 2017

]]>
Serunya, Ngabuburit Di Bukit Sleker Asri https://stg.eppid.perhutani.id/serunya-ngabuburit-di-bukit-sleker-asri/ Mon, 29 May 2017 03:46:27 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=47253 KRJOGJA.COM (28/5/2017) | Warga lereng Gunung Sumbing menanti berbuka puasa dengan berwisata di bukit Sleker Asri Desa Gandusari Kecamatan Bandongan Magelang. Keindahan alam yang masih perawan dan kesejukkan hawa pegunungan di sore hari menjadi kenikmatan tersendiri dalam berbuka, sekaligus meningkatkan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Lokasi bukit Sleker Asri sekitar 7 kilometer sebelah barat Kota Magelang. Pengunjung dapat naik angkutan pedesaan jurusan Bandongan. Akses jalan sudah bagus, mobil dapat parkir di lokasi wisata yang dikelola Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Gandusari, Perum Perhutani KPH Kedu Utara tersebut.

Pengunjung Anis Khusnul (30) warga Genuk Kabupaten Semarang mengatakan sengaja datang ke Bukit Sleker bersama suami dan anaknya, untuk menikmati kesejukan alam yang telah jarang ada di lingkungan tempat tinggalnya. “Kebetulan sedang silaturahmi ke orang tua, jadi saya sempatkan ke Bukit Sleker. Ini tempat yang indah,” katannya, Minggu (28/5).

Dia mengatakan ada sejumlah wahana permainan untuk anak, seperti ayunan dan ketangkasan outbond, sehingga anak-anak bisa bermain gembira. Lokasi yang indah juga menarik pengunjung mengabadikan momen dengan berfoto untuk berbagi kebahagiaan lewat jejaring sosial.

Pengunjung lainnya, Dodi mengatakan menjadi kenikmatan tersendiri saat berbuka puasa di Bukit Sleker Asri, apalagi ditemani orang yang disayang. Nuansa hutan menambah nikmat dalam berbuka. Menu membawa sendiri atau membeli dari pedagang setempat. ” Sajian terlezat adalah lapar, menu sederhana sudah terasa di hotel atau restoran mewah,” katanya sembil mengatakan alam sekitar bukit Sleker Asri juga masih baik, yakni hamparan lahan pertanian warga. (Osy)

Sumber: krjogja.com

Tanggal: 28 Mei 2017

]]>
Kopi Arabika Hutan Perhutani Kedu Utara https://stg.eppid.perhutani.id/kopi-arabika-hutan-perhutani-kedu-utara/ Fri, 13 Jan 2017 03:44:38 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=44382 biji-kopi-arabikaPERHUTANI-FOTO (13/1/2017) | Kopi Arabica banyak diminati para peminum kopi.  Selain rendah kafein, daya jual lebih tinggi dibanding kopi lainnya.

Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara mengembangkan tanaman kopi arabika di hutan lindung bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. Tanaman kopi diharapkan menjaga kelestarian hutan lindung sekaligus menambah pendapatan masyarakat sekitar hutan.

]]> Kembangkan Kopi, Pemkab Temanggung Gandeng Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/kembangkan-kopi-pemkab-temanggung-gandeng-perhutani-2/ Thu, 24 Nov 2016 02:43:45 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42758 20161122154457kopANTARAJATENG.COM (22/11/2016) | Pemerintah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, berencana menggandeng Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara untuk mengembangkan tanaman kopi di lahan Perhutani di kawasan lereng Gungung Sindoro dan Sumbing.
Bupati Temanggung, Bambang Sukarno di Temanggung, Selasa, mengatakan hal ini sebagai upaya pengembangan budidaya tanaman kopi, terutama jenis arabika yang bisa ditanam di atas ketinggian lebih dari 1.200 meter di atas permukaan laut.
Ia mengatakan, dalam kerja sama tersebut nantinya petani tidak perlu menyewa lahan, petani hanya memanfaatkan lahan Perhutani untuk tanaman kopi dan tanaman keras lainnya seperti pohon damar.
“Sistemnya bagi hasil, petani tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa lahan, tetapi hasilnya harus ada sharing atau bagi hasil,” katanya.
Di sebelah tanaman kopi, katanya bisa ditanami pohon damar untuk naungan. Selain itu pohon damar juga bisa diambil getahnya sebagai bahan baku kemenyan.
Menurut dia petani juga bisa menanam rumput kolojono di sekitar tanaman kopi dan pohon damar. Rumput ini nantinya bisa dijadikan sebagai pakan ternak seperti kambing atau sapi.
“Nanti akan saya usahakan ada bantuan hewan ternak, jadi tidak hanya merawat kopi saja, dari hasil ternak ini petani juga bisa menambah penghasilan,” katanya.
Ia mencontohkan di Desa Kwadungan Gunung lereng Gunung Sindoro, lahan milik Perhutani seluas 36 hektare yang masih belum dimanfaatkan untuk tanaman kopi, lahan ini bisa dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan tanaman kopi.
Ia mengatakan pengembangan tanaman kopi ini sebagai salah satu langkah untuk memenuhi permintaan kopi jenis arabika yang semakin melonjak. Apalagi setelah dirinya membawa kopi arabika Temanggung ke Atlanta beberapa waktu lalu.
“Kopi arabika Temanggung sudah mendunia, sudah terkenal sehingga saat ini permintaannya cukup tinggi,” katanya.
Seorang pedagang kopi di Desa Kwadungan Gunung, Kecamatan Kledung, Zaenal Arifin (36) menuturkan, pada masa panen raya tahun ini permintaan kopi arabika dari lereng gunung Sindoro cukup tinggi, padahal persediaan kopi di tingkat petani masih sangat terbatas.
“Belum semua petani di wilayah Kecamatan Kledung membudidayakan tanam kopi, jadi produksinya masih sedikit,” katanya.
Ia menyebutkan setiap bulan mengirim biji kopi antara 50 kilogram hingga satu kuintal ke sejumlah daerah seperti, Jakarta, Surabaya, Cilacap, dan Tangerang.
 
Sumber : antarajateng.com
Tanggal : 22 November 2016

]]>
Kembangkan Kopi, Pemkab Temanggung Gandeng Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/kembangkan-kopi-pemkab-temanggung-gandeng-perhutani/ Wed, 23 Nov 2016 01:05:55 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42681 var-www-html-kbr-id-layouts-uploads-thumb-festival-kopi-nusantara_740x450-396x241SUARAMERDEKA.COM (23/11/2016) | Untuk mengembangkan tanaman kopi di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro yang memiliki kualitas baik, Pemerintah Kabupaten Temanggung berencana menggandeng Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara. Langkah itu diharapkan dapat membuahkan hasil positif bagi perekonomian rakyat.
Bupati Bambang Sukarno, mengatakan, upaya itu sebagai salah satu cara pengembangan budidaya tanaman kopi. Dalam kerjasama ini terutama diarahkan untuk jenis arabika yang bisa ditanam di atas ketinggian lebih dari 1.200 meter di atas permukaan laut.
“Dalam kerja sama tersebut nantinya petani tidak perlu menyewa lahan, petani hanya memanfaatkan lahan Perhutani untuk tanaman kopi dan tanaman keras lainnya seperti pohon damar. Sistemnya bagi hasil, petani tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa lahan, tetapi hasilnya harus ada sharing atau bagi hasil,”ujarnya, Selasa (22/11)
Dikatakan akan banyak manfaat dari pola ini sebab dii sebelah tanaman kopi, bisa juga ditanami pohon damar untuk naungan. Selain itu pohon damar juga bisa diambil getahnya sebagai bahan baku kemenyan, sehingga secara ekonomi sangat menguntungkan karena bisa menambah income.
Menurut dia, jika kreatif petani juga bisa menanam rumput kolojono di sekitar tanaman kopi dan pohon damar. Rumput ini nantinya bisa dijadikan sebagai pakan ternak seperti kambing atau sapi. Dengan demikian dalam satu lahan ada banyak manfaatnya.
“Nanti akan saya usahakan ada bantuan hewan ternak, jadi tidak hanya merawat kopi saja, dari hasil ternak ini petani juga bisa menambah penghasilan. Untuk lahan contohnya di Desa Kwadungan Gunung lereng Gunung Sindoro, ada lahan milik Perhutani seluas 36 hektare belum dimanfaatkan untuk tanaman kopi, maka lahan ini bisa dimanfaatkan,” katanya.
Pengembangan tanaman kopi sendiri sebagai salah satu langkah untuk memenuhi permintaan kopi jenis arabika yang semakin melonjak. Apalagi setelah Bambang membawa kopi arabika Temanggung ke Atlanta beberapa waktu lalu, sehingga semakin dikenal dan diminati konsumen luar negeri.
Pedagang kopi di Desa Kwadungan Gunung, Kecamatan Kledung, Zaenal Arifin (36) menuturkan, pada masa panen raya tahun ini permintaan kopi arabika dari lereng gunung Sindoro cukup tinggi. Namun sayangnya persediaan kopi arabika di tingkat petani masih terbatas, sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.
“Saat ini belum semua petani di wilayah Kecamatan Kledung membudidayakan tanam kopi, jadi produksinya masih sedikit. Kalau saya setiap bulan baru mengirim biji kopi antara 50 kilogram hingga satu kuintal ke sejumlah daerah seperti, Jakarta, Surabaya, Cilacap, dan Tanggerang,” terangnya.
 
Sumber : suaramerdeka.com
Tanggal : 23 November 2016

]]>
Liburan 17 Agustus? Yuk Mendaki Gunung Prau https://stg.eppid.perhutani.id/liburan-17-agustus-yuk-mendaki-gunung-prau/ Mon, 08 Aug 2016 08:32:42 +0000 http://perhutani.co.id/?p=39323 KOMPAS.COM, JAKARTA (8/8/2016) | Berencana liburan saat 17 Agustus nanti? Menikmati pemandangan pegunungan dengan cara mendaki bisa menjadi pilihan liburan.

Gunung Prau di Jawa Tengah adalah salah satu yang bisa memanjakan mata pendaki. Gunung dengan ketinggian 2.565 mdpl itu menawarkan panorama seperti Gunung Sindoro, Sumbing, awan-awan menggumpal, dan tentunya momen matahari terbit dan tenggelam.

Bendahara Yayasan Konservasi Gunung Prau, Paulus Nugrahajati mengatakan, pendakian Gunung Prau tetap dibuka pada libur 17 Agustus. Ia menambahkan, pada 17 Agustus mendatang akan ada upacara pengibaran bendera di Puncak Gunung Prau.

“Sementara masih sporadis, belum ada kabar siapa yang memimpin. Hanya pendakian biasa dan upacara bendera di puncak,” kata Paulus dalam pesan singkat kepada KompasTravel, Rabu (3/8/2016) siang.

Kepala Urusan Komunikasi Perusahaan Perhutani KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Kedu Utara Divisi Regional Jawa Tengah, Herman Sutrisno menyarankan bagi para pendaki yang ingin mendaki Gunung Prau untuk tetap mengutamakan keselamatan. Terlebih cuaca di Gunung Prau, lanjutnya, cukup ekstrim dibandingkan bulan selanjutnya.

“Karena ini akhir-akhirnya lebih dingin. Persiapan fisik perlu diperhatikan, alat-alat pendakian yang lengkap. Karena kan di atas Gunung Prau kan gak boleh bikin api unggun dan selalu koordinasi dengan base camp ketika ingin mendaki,” kata Herman saat dihubungi KompasTravel, Rabu (3/8/2016).

Salah satu jalur pendakian yang menjadi favorit para pendaki untuk menuju Puncak Gunung Prau adalah Patak Banteng. Kemudahan akses, fasilitas, dan rute yang tidak terlalu sulit menjadi alasan untuk mendaki melewati rute tersebut dibanding jalur lain.
Jika melewati jalur Patak Banteng, pendaki cukup menempuh jarak sekitar empat kilometer atau jika ditarik garis lurus hanya berjarak 600 meter. Pendaki di Gunung Prau, dapat langsung tiba di area Puncak Gunung Prau dibandingkan jalur lain.

Adapun jalur-jalur pendakian Gunung Prau lain seperti jalur Dusun Wates, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung; jalur Dusun Kenjuran, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal; Jalur Dusun Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo; Jalur Dusun Kalilembu, Kabupaten Wonosobo; Dusun Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo; Jalur Dusun Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

Tanggal : 8 Agustus 2016
Sumber : Kompas.com

]]>
Mendaki Gunung Prau Saat 17 Agustus? Ini 6 Jalur Resmi… https://stg.eppid.perhutani.id/mendaki-gunung-prau-saat-17-agustus-6-jalur-resmi/ Mon, 08 Aug 2016 08:26:07 +0000 http://perhutani.co.id/?p=39319 KOMPAS.COM, JAKARTA (8/8/2016) | Jika ingin mendaki Gunung Prau, Jawa Tengah pada 17 Agustus mendatang, ada baiknya memperhatikan jalur-jalur resmi yang bisa dilewati. Terdapat tujuh jalur resmi yang bisa dilewati pendaki menuju Puncak Gunung Prau.Adapun jalur-jalur pendakian resmi Gunung Prau yakni jalur Dusun Wates, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung; jalur Dusun Kenjuran, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal; Jalur Dusun Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo; Jalur Dusun Kalilembu, Kabupaten Wonosobo; Dusun Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo; Jalur Dusun Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

“Enam jalur itu resmi yang sudah kita ketahui dan kerja sama dengan Perhutani. Jalur itu sudah ada sejak dulu, mulai terkoordinasi akhir tahun 2015 dan awal tahun sudah bisa dilewati,” Kepala Urusan Komunikasi Perusahaan Perhutani KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Kedu Utara Divisi Regional Jawa Tengah, Herman Sutrisno saat dikonfirmasi KompasTravel, Rabu (3/8/2016).

Menurut Herman, tujuh pilihan jalur tersebut bisa digunakan oleh pendaki yang ingin menuju Puncak Gunung Prau. Ia menambahkan, setiap jalur memiliki karakteristik yang berbeda sebelum tiba di puncak gunung.

“Tujuh jalur itu bisa jadi pilihan mau lewat jalur mana. Kalau yang pertama kali biasanya cenderung lewat Dieng, kalau mau cepat lewat Puncak Patak Banteng, kalau mau lewat lain bisa lewat daerah-daerah yang terdekatnya dari pintu masuk,” jelasnya.

Bendahara Yayasan Konservasi Gunung Prau, Paulus Nugrahajati juga mengatakan, dengan adanya jalur tersebut, pendaki bisa menghindari penumpukan di jalur Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Tujuh jalur tersebut menurut Paulus juga telah terdaftar di Perusahaan Perhutani KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Kedu Utara Divisi Regional Jawa Tengah.

“Sebenarnya semua jalur sudah ada, cuma dulu terkonsentrasi di Patak Banteng,” ungkapnya.

Jalur Patak Banteng dikenal sebagai jalur favoritTpendaki karena jarak yang dekat ke Puncak Gunung Prau yakni sekitar empat kilometer dan kemudahan akses transportasi. Kemudahan akses, fasilitas, dan rute yang tidak terlalu sulit menjadi alasan untuk mendaki melewati rute tersebut dibanding jalur lain.

Gunung Prau terletak di kawasan Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Gunung ini memiliki ketinggian 2.565 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung dengan ketinggian 2.565 mdpl itu menawarkan panorama seperti Gunung Sindoro, Sumbing, awan-awan menggumpal, dan tentunya momen matahari terbit dan tenggelam.

Tanggal : 8 Agustus 2016
Sumber : Kompas.com

]]>
Tembakau Temanggung, Andalan Daerah tetapi Sebagian Tanam di Hutan Lindung https://stg.eppid.perhutani.id/tembakau-temanggung-andalan-daerah-sebagian-tanam-hutan-lindung/ Sun, 05 Jun 2016 03:24:18 +0000 http://perhutani.co.id/?p=37541 MONGABAY.CO.ID, TEMANGGUNG (3/6/2016) | Siang itu, matahari terik. Warga dan petani mulai mendekat ke panggung kehormatan di atas tanah tegalan. Ibu-ibu tampak menggendong balita, sambil membawa payung melindungi dari dari sengatan matahari.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, ditunggu ribuan orang dalam ritual Among Tebal, atau selamatan memasuki tanam tembakau, di Desa Mranggen Kidul, Kecamatan Bansari, Temanggung.

Didahului arak-arakan tumpeng dan gunungan hasil bumi, sejurus Gubernur dan rombongan pejabat datang. Tiba di lokasi, Ganjar langsung menanam bibit tembakau, diikuti pejabat lain. Selesai itu, Ganjar bergeser ke panggung. Dia terlihat bertanya kepada Bupati Temanggung, Bambang Sukarno, yang duduk di sebelah kirinya. Tangan menunjuk gunung, arah depan panggung sebelah kanan. “Itu Sumbing, atau Sindoro?” tanya Ganjar. “Gunung Sumbing. Kalau Sindoro di belakang kita ini,” kata Bambang, Selasa (3/5/16).

Lereng Sumbing, Sindoro, dan Prau adalah sentra penghasil tembakau terbaik di Jateng. Pabrikan menguasai pasar rokok Indonesia seperti Gudang Garam dan Jarum memiliki gudang besar di sini. Sebagian besar hasil pertanian tembakau Temanggung diserap dua merek ini. Jika panen raya tiba, deretan truk pengangkut tembakau antre mengular di depan gudang.

Ganjar menyampaikan pesan kepada sekitar 4.000 petani tembakau yang hadir untuk menjaga kelestarian lingkungan, di kalimat-kalimat awal sambutannya.

“Menanamlah dengan cara baik, dirawat tanaman, juga hutan,” katanya dengan bahasa Jawa, tanpa tedeng aling-aling. “Kalau kalian tak merawat hutan, tak mau merawat mata air, saya tidak mau jadi senopati. Jadi hansip saja,” katanya seraya bergurau. Gubernur Jateng ini oleh kalangan petani dijuluki senopati tembakau karena kepedulian terhadap nasib petani tembakau.

Memasuki hutan lindung

Kepala Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung Perum Perhutani KPH Kedu Utara Yudi Noviar  setuju pernyataan Ganjar. Terlebih hingga musim tanam tahun lalu masih dijumpai warga menanam tembakau di hutan lindung. Padahal, tindakan ini merusak alam dan menyalahi aturan.

“Di hutan lindung tak boleh ada pengolahan tanah intensif. Warga bisa menanam tetapi dengan jenis-jenis tanaman yang ada unsur konservasi,” katanya.

Tembakau dianggap bukan tanaman konservasi karena akar pendek. Usia tiga bulan daun sudah bisa panen. Usai panen batang, tanaman dicabut. Selama pertumbuhan, tembakau harus terus mendapat sinar matahari. Itulah mengapa di sekitar lahan tembakau tak ada pohon tegakan atau naungan. Kalaupun ada, petani biasa memangkas dahan dan ranting, atau memotong. Kondisi ini menyebabkan lereng Sumbing dan Sindoro terlihat gersang. Luas lahan kritis cenderung meningkat tiap tahun.

Untuk Sumbing, Sindoro, Perhutani menyarankan petani menanam kopi dan terong Belanda. Kopi bisa panen setelah tiga hingga empat tahun, terong Belanda delapan bulan.

“Cuma mereka beralasan, mau makan apa kalau itu belum panen? Akhirnya nekat menanam seperti tembakau.”

Untuk mencegah itu, BKPH Temanggung melakukan berbagai sosialisasi disertai surat pernyataan, tindakan represif dilakukan seperti pencabutan dan penangkapan yang menanam tembakau.

Yudi membeberkan data. Luas hutan di bawah pengelolaan BKPH Temanggung ada 5.430,46 hektar. Sebanyak 278,35 hektar tanaman semusim yakni tembakau.  “Ini sebenarnya ilegal. Kami sudah berkali-kali sosialisasi, sampai represi berupa pencabutan dan penangkapan. Warga masih seperti itu.”

Tahun lalu, Perhutani Temanggung mencabut paksa tembakau di hutan lindung seluas 15 hektar. Antara lain di Desa Katekan, Giripurno, dan Canggal. Luas hutan lindung yang bisa dibebaskan dari tanaman semusim 170 hektar.

Mengajak petani berubah

Warga Lereng Gunung Sumbing, Sindoro,  hingga kini belum bisa lepas dari tembakau. Data 2010-2014, luas lahan ditanami tembakau berkisar 12.000-15.000 hektar. Sebenarnya,  sudah ada upaya pemerintah memberikan bibit kopi arabika untuk tanam di lereng gunung sejak 15 tahun lalu agar bertahap ada perubahan pola tanam.

Danang Purwanto, Kepala Bidang Statistik dan Litbang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Temanggung, menjelaskan, masyarakat pertembakauan mencapai 51.958 jiwa. Petani memiliki kopi arabika baru 8.559 orang. Dibanding mereka masih bergantung tembakau, jumlah kecil, hanya 15%. “Masyarakat tembakau masih sulit berubah menanam komoditas lain,” katanya.

Penikmat besar uang tembakau itu pedagang

Masalah lain, idealnya petani tembakau bisa langsung menjual ke pabrik. Tujuannya, agar petani paling banyak menikmati harga tembakau pada musim panen.  Tahun lalu per kg bisa mencapai Rp250.000.

Data Bappeda menunjukkan, harga daun tembakau basah petani hanya Rp5.000 per kilogram. Industri rajangan tembakau Rp40.000, pengepul Rp50.000. Rantai niaga bertambah karena ada Gabungan Kelompok Tani. Gapoktan bermitra dengan perwakilan pabrikan, sebelum komoditas ini berakhir di tangan grader pabrikan untuk dinilai kualitas dan harga.

Memutus rantai niaga tembakau agar lebih pendek sampai sekarang belum bisa dilakukan– untuk tak mengatakan mustahil. Sebab, petani cenderung tak mau rebut masalah naik turun harga, transportasi, dan proses jual beli di gudang pabrik yang memakan waktu.

“Petani lebih suka ngopeni (merawat) ladang. Saat menjual hasil panen lebih suka menjual daun,” kata Dwi Obaja, pedagang tembakau yang sudah 10 tahun menekuni bisnis ini. Selain memasok tembakau untuk pabrik, dia kerap bermitra dengan petani. Obaja memberi bantuan modal tanam dan pengolahan kepada belasan petani saat musim tanam tembakau.

Menurut dia, hanya petani yang berpikiran maju dan punya modal besar mengolah daun tembakau jadi rajangan kering, masuk dalam keranjang lalu siap dijual ke pabrik.

“Menanam tembakau risiko tinggi terutama faktor alam. Kalau masih hujan saat menanam, bibit bisa busuk, harus ganti baru,” katanya. “Pabrik juga minta kemloko, jenis ini perawatan sulit. Akhirnya petani memilih jenis lain yang mudah tumbuh dan perawatan gampang.”

Dia membenarkan masih banyak petani memakai tanah Perhutani. Umumnya mereka petani yang tak punya tanah sendiri. Untuk itu, kerap terjadi kebakaran hutan di Lereng Sumbing dan Sindoro.

“Setelah dibakar, didiamkan satu hingga dua tahun. Setelah itu ditanami tembakau,” katanya.

Efek ganda ekonomi

Memutus ketergantungan tembakau masih sulit. Terlebih banyak orang menggantungkan penghasilan dari komoditas ini, seperti pembuat rigen, yaitu alat dari bambu dianyam sebagai tempat tembakau rajangan dikeringkan.

Dusun Letih, Desa Mergowati, Kecamatan Kedu, sudah lama dikenal sebagai sentra pembuatan rigen.

Riswanto, warga Mergowati mengatakan, di tangan perajin satu rigen Rp30.000, ukuran 95cm x 2,25m, lebih kecil 80cm x 2m Rp25.000. Bahan bambu ukuran 12 meter, bisa menghasilkan dua rigen, dengan lama pengerjaan dua hari. Orang yang terlibat dua sampai tiga orang.

“Kalau pas panen raya harga bisa Rp40.000.”

Meski bukan musim tembakau, Desa Mergowati selalu membuat rigen. Warga membuat untuk disimpan, dijual pada musim tembakau. “Biasanya sambilan, terutama pas masa sepi tandur,” katanya.

Samudi, warga Mergowati mengatakan, dalam tiga bulan mampu membuat 50 rigen. Dia kerjakan tiap hari.

Ada juga warga mendapat tambahan penghasilan dari membuat keranjang tembakau. Satu keranjang tembakau kering 60 kg bisa Rp180.000. Keranjang tembakau dari anyaman bambu dilapisi gedebog atau pelepah batang pisang yang dikeringkan. Gedebog rata-rata Rp800 per lembar. Satu keranjang membutuhkan 90 lembar. Di banyak tempat gedebog pisang dibuang.

Dari data Bappeda lima tahun terakhir, tembakau masih andalan sektor pertanian Temanggung meski berpotensi mengancam konservasi lahan. Tembakau dianggap mendorong sektor barang dan jasa tumbuh. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) pada 2016, berkontribusi Rp32,02 miliar. Pendapatan asli daerah (PAD) tahun yang sama “hanya” dipatok Rp205,658 miliar. (Nuswantoro)

Tanggal : 3 Juni 2016
Sumber  : mongabay.co.id

]]>