Masyarakat – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Fri, 30 Dec 2016 14:38:22 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Masyarakat – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Perhutani Serahkan Bagi Hasil Tebangan Untuk LMDH Di Probolinggo https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-serahkan-bagi-hasil-tebangan-lmdh-probolinggo/ Fri, 30 Dec 2016 14:38:22 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=43765 srPROBOLINGGO, PERHUTANI (30/12/2016) | Administratur Perum Perhutani Kesatuan Hutan (KPH) Probolinggo Ratmanto Trimahiono menyerahkan dana bagi hasil tebangan kayu sebesar Rp.112.807.010,- kepada 28 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) wilayah Kabupaten Probolinggo dan 25 LMDH yang masuk pemerintahan Kabupaten Lumajang, di Probolinggo, Kamis (22/12).Perwakilan LMDH yang hadir mewakili adalah Ketua LMDH Tani Makmur Desa Sumberjo, Lumajang Pujiono dan Ketua LMDH Sumberpuring, Desa Sumbersentul, Probolinggo Nur Khasan.

Ratmanto Trimahiono mengatakan bahwa dana bagi hasil dari kegiatan pengelolaan hutan bersama tersebut rencananya akan dipergunakan masyarakat untuk mengembangkan meningkatkan pendapatan dan mengembangkan bisnis.

Pujiono mengaku selain untuk meningkatkan perekonomian, dana bagi hasil tersebut akan dipergunakan untuk penguatan lembaga, kegiatan sosial dan yang terpenting akan untuk mendaftarkan lembaganya secara resmi ke Kemenhumkam. (Kom-PHT/Prblg)

Editor: Soe
Copyright©2016

]]>
Begini Indahnya Gua Peninggalan Jepang di Purwakarta https://stg.eppid.perhutani.id/begini-indahnya-gua-peninggalan-jepang-purwakarta/ Wed, 16 Nov 2016 07:14:28 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42389 sr1RADARTEGAL.COM (15/11/2016) | Bagi yang menyukai wisata alam sekaligus wisata sejarah, sebuah gua di Desa Pusaka Mulya Kecamatan Kiarapedes Kabupaten Purwakarta bisa menjadi pilihan. Selain menyuguhkan suasana alam yang asri, gua ini memiliki sejarah yang menarik.Terceritakan, terdapat puluhan mungkin ratusan serdadu Negeri Matahari (Jepang, red) mendiami gua ini beberapa waktu silam. Tercatat jelas, para prajurit yang terkenal dengan Misi Hara Kiri (bunur diri) ini meninggalkan gua tanah tersebut pada tahun 1945 lalu, tak lama setelah pasukan Amerika dan sekutunya menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hirosima.

Memiliki luas kurang lebih 200 meter persegi, berisikan satu aula pertemuan, sembilan kamar di dalamnya dengan kapasitas 50 orang tertampung dalam kamar tersebut. Gua bersejarah ini kini menjadi lokasi wisata yang menakjubkan.

Jajaran pohon pinus nan rindang, dengan dua curug (air terjun) bernama Curug Cimanaresa dan Curug Pamoyanan, ratusan wisatawan lokal pun mendatangi lokasi wisata ini. Biasanya mencapai puncak keramaian pada akhir pekan.

Hanya dengan merogoh kantong senilai Rp5 ribu untuk tiket masuk ke lokasi, wisatwan akan disuguhkan pemandangan menakjubkan.

“Kebanyakan wisawatan kesini untuk menikmati keindahan alam, sejuknya mata air curug dan yang paling populer adalah wisata sejarah gua peninggalan Jepang,” tutur Asep (39), salah seorang guide (pemandu wisata) di lokasi.

Selain menyimpan banyak cerita sejarah tentang bagaimana keseharian sang serdadu Jepang menduduki negeri ini dengan sistem kerja paksa yang terkenal seantero dunia bernama romusha, wisata alam Pusaka Mulya juga menyimpan cerita bagaimana ‘urang leuweung’ atau harimau jawa, warga sekitar menyebut, menguasai lereng pinus wisata Pusaka Mulya yang berada dibawah kaki Gunung Burangrang ini.

“Dulu puluhan hingga ratusan ekor ‘urang leuweung’ menguasai hutan ini, namun sejak lokasi ini ‘loba jelema’ (banyak manusia) mendatangi areal ini, mereka (harimau) itu seakan lenyap, meski kami yakin mereka masih ada di sekitar kami,” ungkap Asep.

Merinding bercampur takut menjadi hal wajar bagi wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini. Namun menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang memiliki andrenalin kuat untuk bisa menyusuri semua objek yang ada.

Bersama kang Asep, kami pun berhasil menyusuri beberapa langkah kedalam gua. Benar saja, terdapat rongga rongga mirip huruf ‘U’ di dalam gua sebagaimana diceritakan Bah Ahmad, salah satu pemilik warung kopi di lokasi.

“Dulu ayah saya ikut membangun gua ini, kalau tidak salah waktu serdadu Jepang menduduki negeri ini sebelum negara Jepang ‘ludes’ (hancur) kena bom Amerika,” cerita Bah Ahmad sembari menggoreskan sebatang kayu kering ketas tanah merah melukiskan bagaimana grafik desain gua yang berbentuk U atau memutar itu dibangun ayahnya 58-60 tahun lalu.

Berbeda dengan aura dalam gua ketika kita memasukinya, dimana pengunjung akan terbayang bagaimana dahulu para serdadu Jepang beraktifitas di dalam gua dengan mulut gua hanya berdiameter 2-3 meter dengan ketinggian 2,5-3 meter, namun luas di dalamnya.

Pengalaman seru wisatawan pohon pinus Pusaka Mulya akan kembali ditantang andrenalinnya ketika mengunjungi air terjun bernama? Curug Pamoyanan. Lokasi itu menceritakan, puluhan harimau menjemurkan dirinya diatas pohon kiara (pinus).

“Sekitar tahun 60-70-an, mereka (harimau) masih banyak mandi, kemudian berjemur di sekitar curug Pamoyanan. Itulah sebabnya curug tersebut disebut curug pamoyanan atau dalam bahasa Indonesia berjemur,” lanjut Bah Ahmad.

Berjarak 28 km dari pusat kota Purwakarta, wisata pinus Pusaka Mulya memang baru saja dibuka untuk umum dua tahun silam oleh pihak Perhutani Bandung bersama warga sekitar.

Bahkan, diceritakan Bah Ahmad, masih ada beberapa gua peninggalan Jepang yang belum dibuka sejak sengaja ditutup oleh pihak Perhutani dengan warga sekitar tahun 70-an dengan alasan keselamatan dan disalahgunakan orang tidak bertanggung jawab.

“Masih ada beberapa gua yang belum dibuka, itupun lokasinya masih dirahasiakan. Sebab, berada didalam hutan,” lanjut Bah Ahmad.

Bahkan, berdekatan dengan Curug Pamoyanan, warga dan pihak Perhutani mendapati sebuah gua yang konon menjadi sarang harimau. Sehingga tak disarankan bagi wisatwan mengunjungi curug tersebut seorang diri atau tanpa didampingi pemandu wisata sekitar.

“Entah itu gua Jepang atau sarang harimau, yang pasti banyak harimau keluar masuk ke dalam gua itu. Makanya sampai saat ini, gua itu kami isolasi dari wisatwan,” lanjutnya.

Bercerita tentang bagaimana harimau menguasai hutan pinus Pusaka Mulya, Abah Ahmad kemudian menyarankan Pasundan Ekspres menemui Bah Somad, ayah Bah Ahmad di kediamannya.

Meski telah jarang terlihat, sang raja hutan diceritakan Bah Ahmad masih kerap bersautan di malam hari pada tahun 2000 silam.

“Dulu kalau habis panen, kami beberapa pria dewasa terpaksa menunggu padi hasil panen di saung yang berada di tengah sawah,” ujar abah.

Bukan hanya khawatir akan keselamatan, Bah Ahmad bersama beberapa temannya terpaksa mengunci diri didalam saung takut takut sang harimau menerkam mereka, meski belum pernah terceritakan ada warga menjadi korban keganasan sang harimau.

“Mereka (harimau) itu tidak akan menganggu atau mengancam jika tidak manusia itu sendiri yang menggangu mereka,” tutur Abah.

Areal gunung Burangrang sendiri berdasarkan data yang berhasil dihimpun merupakan areal hutan lindung untuk Harimau Jawa oleh pemerintah yang dikelola oleh pihak Perhutani. Maka tak aneh ketika habibat mereka banyak ditemui warga di lokasi wisata pusaka mulya beberapa tahun silam.

Sayang, meski menjadi lokasi wisata ramai dikunjungi ratusan pengunjung setiap minggunya. Objek wisata yang kini masih menjadi objek wisata dibawah wewenang Perhutani ini kurang mendapat perhatian pemerintah sekitar mungkin karena lokasinya yang berbatasan antara Kabupaten Subang dan Purwakarta.

Tangan tangan jahil corat coret pohon dan batu juga buang sampah sembarangan menjadi pemandangan kurang menyedapkan dilokasi ini oleh ulah wisatwan tak bertanggung jawab.(maldiansyah/jpg)

Sumber : Radartegal.com
Tanggal : 15 November 2016

]]>
Kopi Tumpang Sari dari Tlahab https://stg.eppid.perhutani.id/kopi-tumpang-sari-tlahab/ Wed, 09 Nov 2016 08:12:58 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42383 logoKOMPAS, JAKARTA (9/11/2016) | Warga Desa Tlahab, Temanggung, Jawa Tengah, memanen berton-ton kopi di tengah hamparan tanaman tembakau. Inilah contoh proyek tumpang sari dan konservasi lahan yang berhasil. Di belakang kesuksesan itu, ada seseorang bernama Tuhar (49) adalah Ketua Kelompok Tani Daya Sindoro di Jl. Desa Tlahab. Saat ditemui di rumahnya di desa itu, awal Oktober lalu, ia sibuk menemani warga yang menyangrai biji kopi dengan mesin milik kelompok tani yang ditempatkan di rumahnya. Berkarung-karung kopi memenuhi teras rumah.

“Buat saya, menanam kopi itu bagian dari ibadah,” kata Tuhar. “Ibadah” yang dimaksud itu adalah amal kebaikan yang dia kerjakan untuk sesama dan lingkungan sekitar.

Kopi yang diolah itu merupakan produksi warga Desa Tlahab yang dikembangkan dengan pola tanam tumpang sari. Tuhar bersama para penyuluh dinas pertanian Kabupaten Temanggung merintis penanaman kopi dan tembakau di satu lahan. Cara ini kemudian dikenal dengan pola Tlahab.

Pemandangan desa ini segar oleh pola tanam itu. Pohon kopi tumbuh subur dengan daun berwarna hijautua. Tanaman setinggi 1-2 meter itu berderet berpola, selajur, berselang-seling dengan tembakau berdaur hijau muda.

Pola tumpang sari diterapkan dengan penanaman terencana. Caranya, tembakau ditanam dengan jarak 4-6 meter. Di antara jarak itu kemudian ditanami kopi dan beragam jenis sayuran. Agar semua tanaman dapat tumbuh leluasa, di antara deretan tanaman itu diberi jarak lagi sepanjang 1-2 meter.

Dengan menerapkan pola ini, tidak ada jeda panen atau paceklik., Setiap bulan, selalu saja ada tanaman yang memberikan hasil dan pendapatan bagi petani

“Petani tidak lagi menggantungkan nasib pada hasil panen tembakau yang belum tentu bagus dan harganya belum tentu tinggi,” ujarnya.

Saat bersamaan, pohon kopi sebagai tegakan juga bisa membantu menahan erosi yang menggerus lahan pertanian. Pola Tlahab kini populer. Banyak petani dari sejumlah daerah berkunjung, melihat, dan mempelajari teknik itu.

Berawal dari iseng

Tuhar mulai bertani kopi sejak tahun 2000l Saat itu. Desa Tlahab mendapatkan 50.000 bibit kopi gratis dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Tani Partisipatif itu sekaligus sebagai bagian dari usaha konservasi dan pencegahan erosi di areal lahan tembakau. –

Pada mulanya, banyak petani yang enggan mengikuti program itu, bah-kan membuang bantuan bibit kopi Namun, iseng-iseng, Tuhar mencoba menanam 500 bibit “Waktu itu, saya bahkan tidak yakin, apakah tanaman kopi bisa tumbuh atau tidak.”

Bibit kopi ia tanam di antara tembakau. Jarak itu bervariasi, sesuai dengan luasan lahan. Selain Tuhar, ternya ta ada juga sejumlah petani lain yang juga mencoba menanam kopi.

Tak berselang lama. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah datang lagi membagikan 150XXX bibit kopi gratis di desa itu. Pada tahap kedua ini, Tuhar memperoleh LOOO bibit kopi

Pada 2004 sampai 2005, tanaman kopi warga, termasuk Tuhar, mulai dipanea Banyak warga terkejut tetapi juga senang. Ternyata, kopi mereka bisa tumbuh baik di tengah kebun tembakau, bahkan bisa berbuah dan dipanen.

Hasil panen kopi awal itu dijual dengan sistem tebasan, yakni diborong saat kopi masih berwarna hijau. Tidak heran, nilai jualnya rendah, hanya Rp L500-Rp 2XKK) per kilogram. Satu pohon kopi menghasilkan sekitar 1 kilogram biji kopi

Menjual kopi

Tahun 2008, Tuhar membentuk Kelompok Tani Daya Sindoro dengan 45 anggota petani Tujuan awalnya, bagaimana cara menjual kopi dengan harga yang baik.

Tahun 2010, jalan mulai terbuka. Ketika itu, ada Sekolah Lapangan

Pengendalian Hama Terpadu di Desa Tlahab yang mengajari petani tata cara budidaya kopi secara benar. Tuhar lantas menyemangati petani, terutama anggota Daya Sindoro, untuk membibitkan kopi secara mandiri.

Mereka menghasilkan sekitar 200.000 bibit kopi Sebanyak 30.000 bibit di antaranya diberikan gratis kepada Lembaga Masyarakat Desa dan Hutan. Bibit itu lantas ditanam di kawasan hutan seluas 25 hektar milik Perhutani

Dari 170.000 bibit sisanya, 100.000 bibit diberikan kepada petani yang berminat menanam kopi Sebanyak 70000 bibit lagi dijual. Hasil penjualan itu disimpan sebagai dana kas kelompok.

Produksi kopi Desa Tlahab berangsur dikenal. Tahun 2010. sejumlah pedagang dan eksportir mulai datang membeli kopi dari desa ini Melalui perantaraan sejumlah eksportir. Kelompok Tani Daya Sindoro mengekspor kopi ke Jerman dan Korea Selatan. Ekspor biji kopi mentah ke Korea Selatan bahkan berlangsung hingga tiga kali berturut-turut dari tahun 2012 hingga 2014. Total, alda 14 ton biji kopi yang telah diekspor ke “Negeri Ginseng” itu.

Kontes kopi

Kiprah Kelompok Tani Daya Sindoro di Desa Tlahab menarik perhatian pemerintah pusat Kementerian Pertanian memberikan delapanunit mesin. Ada juga bantuan mesin wasting (panggang) rancangan Institut Pertanian Bogor.

Namun, mesin itu belum disertai standar operasional. Tuhar mengetahui teknik operasional mesin tersebut setelah mencoba-coba selama dua hari dua malam dengan menghabiskan 70 kilogram biji kopi hasil panennya.

Lebih lanjut Tuhar mendalami cara membuat kopi bubuk. Semua itu dilakukan secara otodidak serta banyak bertanya dan berkunjung ke sejumlah kafe di Semarang dan Yogyakarta. Setelah uji coba dan belajar dari sana-sini dia pun menguasai teknik menyangrai dan membuat bubuk kopi secara benar.

Tuhar lantas merintis usaha pembuatan kopi bubuk. Ia keluarkan tiga merek kopi dengan cita rasa berbeda Lebih dari itu, ia memberanikan diri mengikuti lomba Tahun 2014, kopi arabika milik petani ini menyabet gelar juara III dalam Kontes Kopi Specialti Indonesia tingkat nasional untuk kategori kopi arabika

Prestasi itu menyentak banyak orang yang selama ini tidak mengetahui bahwa Kabupaten Temanggung juga memproduksi kopi “Seusai kontes, sejumlah petani dari kelompok tani asal Bondowoso datang ke Desa Tlahab. Mereka ingin membuktikan, apakah kopi benar-benar ditanam di Temanggung atau tidak,” ujarnya sembari terbahak.

Pada Februari 2016, kopi produksi Tuhar dipamerkan dalam pameran Speciality Coffee Association of America di Atlanta, Amerika Serikat Ajang ini kian memopulerkan Desa Tlahab sebagai penghasil kopi

Semangat Tuhar “menular” kepada banyak warga. Dari sekitar 200 hektar lahan pertanian di Desa Tlahab, sekitar 70 persen kini ditanami kopi Semuanya menggunakan pola tumpang sari dengan rata-rata LOOO tanaman kopi per 1 hektar. Sekarang, total tanaman kopi di desa ini mencapai 150.000 pohon. Produktivitasnya mencapai 5 kilogram green bean per pohon.

Gerakan menanam kopi juga terbukti membantu konservasi lahan pertanian. Saat bersamaan, muncul altematif komoditas andalan selain tembakau. Kini, petani Desa Tlahab tidak lagi terialu bergantung pada hasil panen tembakau yang selama ini tidak menentu. Maklum, kualitas dan harga tembakau tu run-naik. bergantung pada cuaca serta pasar.

“Kami berharap petani dapat bebas paceklik sepanjang tahun,” ujar Tuhar.

Sumber : Kompas
Tanggal : 9 November 2016

]]>
LSM Geram Bojonegoro Dukung Perhutani Peduli Hutan https://stg.eppid.perhutani.id/lsm-geram-bojonegoro-dukung-perhutani-peduli-hutan/ Fri, 16 Jan 2015 01:39:40 +0000 http://perhutani.co.id/?p=17594 dok.kom/pht/bjn/2015PERHUTANI-BOJONEGORO (14/01) – Dalam rangka menyadarkan masyarakat agar peduli dan ikut menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro mengadakan Audiensi dengan 31 (tiga puluh satu) anggota aliansi yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geram Bojonegoro di Aula Perhutani KPH Bojonegoro, Selasa.
Administratur/KKPH Bojonegoro, Erwin menyampaikan bahwa saat ini kendala utama Perhutani adalah menyadarkan masyarakat agar tidak merusak hutan dan peduli terhadap kelestarian hutan dan lingkungan.
Dengan adanya sinergi positif antara Perhutani dengan LSM GERAM Bojonegoro untuk berkomitmen membangun kembali hutan salah satunya dengan upaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya hutan, jelas Erwin. (Kom-PHT/Bjn/Rafik).
 
Editor: Media Indah E.L/ @Copyright2015
 
 

]]>