Pabrik Sagu Perhutani – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Wed, 02 Aug 2017 02:15:37 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png Pabrik Sagu Perhutani – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Bupati dan Wabup Tinjau Pabrik Sagu Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/bupati-dan-wabup-tinjau-pabrik-sagu-perum-perhutani/ Wed, 02 Aug 2017 02:15:37 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=48645 BERITALIMA.COM (2/8/2017) | Bupati Sorong Selatan (Sorsel) Samsudin Anggiluli, SE bersama Wakil Bupati (Wabup) Drs. Marthinus Salamuk bersama sejumlah Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemkab Sorsel, meninjau Pabrik Sagu milik Perum Perhutani yang terletak di Distrik Kais, Minggu (30/7) kemarin.

Kehadiran rombongan bupati dan wabup ke lokasi Pabrik Sagu Perhutani tersebut, disambut hangat oleh Genderal Manager (GM) Kawasan Bisnis Mandiri (KBM) Industri Sagu Papua (ISP) – Perum Perhutani, Panca P.N. Sihite bersama jajarannya.

Dalam Kesempatan yang sama , bupati bersama rombongan diajak untuk melihat kondisi pabrik sagu milik negara (BUMN) tersebut yang dibangun dengan megah di Distrik Kais wilayah Kabupaten Sorsel.

G.M. KBM ISP – Perum Perhutani, Panca P.N. Sihite pada kesempatan ini pun menjelaskan perkembangan produksi pabrik sagu yang masih dalam tahap uji coba. Disampaikan P. Sihite, sampai saat ini proses produksi sagu belum berjalan normal dan belum ada serah terima dari pihak kontraktor kepada pihak Perum Perhutani.

“Nanti pada minggu kedua bulan Agustus ini akan ada uji coba peningkatan kapasitas produksi. Tujuan utama keberadaan pabrik ini adalah pemberdayaan masyarakat. Tentunya ini yang menjadi harapan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujarnya.

Sementara itu Bupati Samsudin Anggiluli, SE dalam keterangannya menyampaikan, pihaknya bersama rombongan mengunjungi pabrik sagu tersebut untuk mengecek sekaligus mengetahui perkembangannya. Pada kesempatan ini bupati menghimbau agar Perum Perhutani dapat memperhatikan masyarakat lokal dalam merekrut tenaga kerja.

Selain itu bupati menjelaskan, kehadiran investor di wilayah Imekko sangat memberikan dapak positif bagi pembentukan calon Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Imekko. Sebab salah satu pertimbangan yang dilihat adalah kehadiran investor yang dapat menopang penerimaan daerah.

“Wilayah Imekko memiliki sumber daya alam melimpah dan sebagian sudah dikelola. Di sini sudah ada dua pabrik sagu besar yang dapat mendukung proses pemekaran Imekko,” pungkasnya.

Sumber : bertitalima.com

Tanggal : 2 Agustus 2017

]]>
Mahasiswa KKN UGM Siap Gelar Festival Sagu https://stg.eppid.perhutani.id/mahasiswa-kkn-ugm-siap-gelar-festival-sagu/ Mon, 31 Jul 2017 04:09:07 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=48603 RADARSORONG.COM (30/7/2017) | Wilayah Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel) mempunyai potensi hutan alam sagu yang sangat luas dan terdapat industri sagu yakni Perum Perhutani di Kais. Untuk itulah mahasiswa KKN Profesi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta akan melaksanakan Festival Sagu di Kampung Kais, ibukota Distrik Kais. Festival Sagu yang akan dilaksanakan pada hari Minggu (30/7) besok tersebut akan dibuka secara resmi oleh Bupati Sorsel Samsuddin Anggiluli, SE. Kepala Distrik Kais Yulius Keba ketika ditanya Radar Sorong baru-baru ini menjelaskan, Distrik Kais mempunyai hutan alam sagu sangat luas dan masyarakat Kais sudah menyatu dengan hutan alam sagu sejak dulu. Untuk itulah pada momen Festival Sagu yang baru pertama kali dilaksanakan ini akan menampilkan budaya masyarakat Kais yang hidup dari hutan alam sagu, melalui tarian tradisional yang menampilkan peralatan tokok sagu secara tradisional yakni nani dan lainnya. Selain itu juga akan dipamerkan pengolahan sagu mulai dari jaman dulu secara tradisional oleh masyarakat hingga pengolahan secara modern saat ini. Masyarakat Kais sudah dilatih mengolah sagu secara modern oleh mahasiswa KKN UGM selama 2 bulan ini. Kegiatan Festival Sagu ini mendapat dukungan penuh mahasiswa KKN UGM.

Sementara itu Koordinator Tim Mahasiswa UGM kepada Radar Sorong menjelaskan, materi atau konten yang dipamerkan antara lain pengolahan sagu menjadi olahan makanan. Kalau selama ini masyarakat di Kais hanya mengolah sagu menjadi ‘papeda’, maka dalam Festival Sagu akan dipamerkan pengolahan sagu menjadi mie, bakso dan olahan makanan lainnya. Masyarakat sendiri yang akan mengolah dalam pameran tersebut. Selain menjadi olahan makanan, sagu juga diolah menjadi berbagai jenis pernak pernik. Untuk itulah akan dibuat lorong sebagai expo guna menampilkan pernaik-pernik berbahan sagu. Diharapkan dengan Festival Sagu yang pertama kali dilaksanakan ini terus berkelanjutan di tahun-tahun mendatang. Sehingga masyarakat Indonesia tidak hanya datang ke Festival Raja Ampat dan Festival Danau Sentani, tapi juga Festival Sagu di Sorong Selatan.

Sumber : radarsorong.com

Tanggal : 30 Juli 2017

]]>
Kisah di Balik Pembangunan Pabrik Sagu Terbesar RI di Papua Barat https://stg.eppid.perhutani.id/kisah-balik-pembangunan-pabrik-sagu-terbesar-ri-papua-barat/ Thu, 31 Dec 2015 12:49:13 +0000 http://perhutani.co.id/?p=31679 finance.detik.com-Sorong -Perum Perhutani telah membangun pabrik sagu modern dan terbesar di Indonesia senilai Rp 112 miliar yang berlokasi di Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Pabrik yang perencanaan pembangunannya dimulai pada 2012 itu, akan diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) besok, 1 Januari 2016.
Ada berbagai cerita menarik dibalik upaya Perum Perhutani membangun pabrik sagu di pedalaman Kabupaten Sorong Selatan itu. Berbagai penolakan dan perlawanan dari masyarakat sekitar sempat terjadi. Belum lagi, lokasi pabrik berada di pedalaman Papua Barat yang terisolir dan tak ada akses jalan serta kepungan hewan liar seperti buaya.
Berkaca pada situasi tersebut, Perhutani yang telah menerima penugasan di sektor pangan pada 29 Februari 2012 oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, tak langsung buru-buru melakukan pembangunan fisik. Perhutani bersama tim melakukan pendekatan secara intens berkali-kali selama 2 tahun, setelah itu baru proses konstruksi. Tujuannya ialah membangun pondasi sosial di masyarakat.
“Kita lakukan pendekatan ke semua elemen di Kais selama 2 tahun. Kita ingin bangun pondasi sosial yang kokoh sehingga semua (warga lokal) di sini jaga karena mereka (penduduk lokal) punya rasa memiliki terhadap pabrik,” kata General Manager Perhutani, Papua, Ronald Guido Suitela di Pabrik Sagu Perhutani, Kais, Sorong Selatan, Kamis (31/12/2015).
Ronald sendiri terlibat dari proses survei pendahuluan hingga pabrik rampung dan siap diresmikan Presiden Jokowi. Saat survei, Ronald dan tim melakukan pemetaan kondisi di Kais, termasuk situasi sosial.
Tim Perhutani berkali-kali melakukan dialog dan mendengarkan masukan warga. Alhasil, perencanaan dan pendirian pabrik sagu yang mampu memproduksi 30.000 ton tepung sagu per tahun ini juga mengakomodasi ide dan kebutuhan warga.
“Terakhir, kita kokohkan bangunan sosial itu bernama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Mereka strukturnya berasal dari penduduk lokal. Bahkan, LMDH dilantik oleh Bupati Sorong Selatan disamakan dengan Kepala UPT dan Kepala Dinas. Setelah dilantik, kita bawa ke Lampung dan Pangalengan untuk dilatih,” tambahnya.
LMDH yang diketuai oleh mantan kepala kampung di Kais ini, selanjutnya menjadi wadah komunikasi antara Perum Perhutani sebagai pemilik pabrik dan warga lokal. Komunikasi dibuat satu pintu. Selain itu, penentuan karyawan lokal yang bekerja di pabrik hingga harga sagu yang bakal dijual di pabrik juga dibahas antara warga dan LMDH.
“Kita nggak layani orang per orang. Kita layani LMDH,” ujarnya.
Ronald mengatakan pendekatan ke warga tidak berjalan mulus. Ia mengaku saya dihadang warga yang membawa tombak, parang, dan panah saat melakukan pendekatan.
“Saya pernah dihadang pakai parang, tombak, panah. Saya awalnya diadili tapi setelah berproses saya malah dipuja-puja warga,” kelakarnya.
Bukan hanya mengajak warga berdialog, pendekatan juga dilakukan dengan berbaur. Ronald mengaku harus berbicara, makan, berperilaku layaknya penduduk lokal agar bisa diterima masyarakat. Apalagi ia berpegangan ke niat baik. Baginya, pendekatan dengan penduduk Papua lebih mengutamakan hati.
“Bangun Papua harus pakai hati bukan otak. Kita hari ini bisa akali orang Papua tapi besok. Kita akan diakali bahkan diganggu,” jelasnya.
Setelah persoalan sosial bisa ditangani, proses pembangunan atau konstruksi baru dimulai pada awal 2014. Selama konstruksi, komunikasi antara Perhutani dan warga terus dijalin melalui fasilitas LMDH. Alhasil, proyek pembangunan pabrik dilindungi warga lokal dan tak pernah ada boikot dengan jalan pemalangan.
Proses konstruksi juga melibatkan puluhan tenaga kerja lokal. Akhirnya, proyek ini bisa tuntas 31 Desember 2015. Pabrik sagu mulai beroperasi menggiling batang sagu ukuran 1 meter (tual). Kapasitas terpasang pabrik mampu mengolah 6.000 tual dan menghasilkan 100 ton tepung sagu kering.
Saat pabrik mulai beroperasi, penduduk lokal bisa menjadi pekerja hingga pemasok tual sagu (batang sagu ukuran 1 meter). Ronald menjelaskan, penduduk bisa tebang 1 pohon selama 1 hari. 1 pohon bisa hasilkan 10-12 tual.
“Katakanlah 1 tual dihargai Rp 10.000 (harga tual dan hak ulayat) maka dia bisa terima Rp 120.000 per hari. Bagaimana bila dalam 1 keluarga ada 3 orang yang produktif. Dia juga bisa berternak babi dengan memanfaatkan pakan dari limbah sagu, kemudian bisa usaha madu hutan di sekitar pabrik. Mereka juga bisa pagi kerja setelah itu cari sagu,” tutur Ronald
 
Sumber : finance.detik.com
Tanggal : 31 Desember 2015

]]>
Cadangan Sagu RI Bisa Gantikan Beras untuk 80 Juta Penduduk https://stg.eppid.perhutani.id/cadangan-sagu-ri-gantikan-beras-80-juta-penduduk/ Thu, 31 Dec 2015 08:00:06 +0000 http://perhutani.co.id/?p=31683 finance.detik.com- Sorong -Indonesia memiliki cadangan tanaman sagu 1,4 juta hektar (ha), sedangkan 1,2 juta ha di antaranya berada di Pulau Papua. Cadangan hamparan sagu tersebut bisa diolah menjadi bahan makanan pengganti beras hingga produk energi.
Bila dikelola dan dimanfaatkan dengan benar, cadangan sagu tersebut bisa memasok kebutuhan karbohidrat pengganti beras untuk 80 juta penduduk Indonesia dalam 1 tahun. Potensi itu tentu bisa ditingkatkan kembali.
“Di Papua saja, ada 8 juta ton potensi pohon sagu terbuang percuma tiap tahunnya. Pohon sagu itu mati secara alami karena tidak ditebang. Anda tahu, 8 juta ton pohon sagu yang terbuang itu bisa penuhi kebutuhan karbohidrat untuk 80 juta orang setiap tahunnya,” kata Ahli Sagu Indonesia, Prof. Nadirman Haska di Lokasi Pabrik Sagu Perhutani di Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Kamis ( 31/12/2015).
Potensi cadangan tersebut bisa melompat naik berkali-kali, bila lahan sagu dikelola dengan sistem perkebunan. Dengan pohon sagu yang tumbuh alami, petani atau bisa memanen batang sagu (tual) siap olah mencapai 6-7 ton per tahun. Angka ini bisa menjadi 25 ton tual bila dikelola secara perkebunan.
“Bila dikelola dengan sistem kebun, setelah tahun ke-10 bisa hasilkan 25 ton per tahun,” Tambahnya.
Selain itu, biaya perawatan tanaman sagu terbilang murah bahkan gratis bila dibandingkan perkebunan kelapa sawit. Pohon sagu saat ini tumbuh secara alami, berbeda dengan kelapa sawit yang harus melalui proses land clearing, pembibitan hingga pemupukan.
Untuk pengolahan, biaya produksi sagu hingga menghasilkan tepung dalam standar internasional senilai US$ 250 per ton dan harga sagu di pasar internasional US$ 550 per ton. Sedangkan kelapa sawit, biaya produksi US$ 350 per ton dan harga di pasar berkisar US$ 600 per ton. Tren harga kelapa sawit terus menurun sejalan lesunya ekonomi dunia.
Dilihat dari nilai ekonomi dan perannya dalam sektor pangan, Indonesia bisa masuk ke industri pengolahan sagu. Apalagi, sagu merupakan tanaman dan makanan asli Indonesia.
“Kita bisa menjadi supplier karbohidrat terbesar di dunia. Hutan sagu dikonversi ke pemenuhan pangan,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia dinilai tak perlu khawatir terhadap defisit pemenuhan beras. Mantan Peneliti BPPT ini, mengaku pasokan beras bakal terus turun karena konversi lahan dan terbatasnya pasokan air untuk mendukung pertanian padi.
“Sawah itu perlu dialiri air. Untuk aliri air ke sawah, perlu berapa hutan yang bisa hasilkan air. Hutan kita bertambah atau berkurang? Sedangkan untuk sagu, kita punya cadangan yang tumbuh alami,” tutur Nadirman.
(feb/hns)
Sumber : finance.detik.com
Tanggal : 31 Desember 2015

]]>