porang – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Fri, 05 May 2017 03:01:42 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png porang – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Wah, Jenis Tanaman Ini Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China, Begini Cara Budidayanya! https://stg.eppid.perhutani.id/46702-2/ Fri, 05 May 2017 03:01:42 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46702 TRIBUNNEWS.COM (4/5/2017) | Meski bentuknya tak beraturan dan membuat gatal bagi yang menyentuhnya, porang asal Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun yang satu ini menjadi buruan banyak investor Jepang dan China sejak sepuluh tahun terakhir.
Bukan tanpa alasan. Semenjak dibudidayakan petani dari tahun 1970-an, porang menjadi komoditas tanaman perkebunan yang menjanjikan bagi petani setempat. Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting stir menanam porang.
“Dulu pertama dibudidayakan hanya empat hektar saja sekitar tahun 1986. Kini lahan yang dikembangkan sudah mencapai 650 hektar,” ujar Hartoyo, salah satu perintis budidaya Porang di Klangon, Rabu ( 3 / 5 / 2017).
Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pandan Asri Desa Klangon KPH Saradan ini mengatakan, sebelum dibudidayakan seperti saat ini, warga mencari porang yang tumbuh liar di hutan.
Untuk mengajak warga membudidayakan porang tidaklah gampang. Awalnya Hartoyo hanya mengajak satu warga untuk bersama-sama menanam porang di lahan milik perhutani.
Setelah warga yang diajak itu bisa membeli sapi dari hasil panen porang, warga pun berbondong-bondong menanam porang di lahan perhutani.
“Warga yang saya ajak tadi ternyata berhasil membeli sapi dari hasil panen porang. Setelah itu banyak warga yang ikut menanam porang,” ungkap Hartoyo.
Ia menyebutkan saat ini sudah ada 715 warga yang menanam porang di lahan milik perhutani. Tak hanya warga Desa Klangen saja, petani yang tinggal tak jauh dari Klangen juga ikut menanam porang.
Hartoyo mengungkapkan hutan milik perhutani dijadikan lahan penanaman porang karena tanaman jenis umbi-umbian itu tidak bisa ditanam di tempat terbuka. Tanaman porang membutuhkan sandaran pohon lainnya.
Meski menggunakan lahan perhutani, warga tak membayar mahal. Setiap petani yang menggunakan lahan perhutani dikenakan tarif tujuh persen dari hasil panen setahun sekali.
Bagi hasil tujuh persen tidak hanya masuk ke perhutani saja. Sebagian pemasukan dari bagi hasil masuk untuk kas desa.
Ia menambahkan, setiap tahunnya, porang iris kering asal Klangon yang diekspor ke Jepang dan China mencapai 750 ton.
Jumlah itu bisa bertambah bila petani memiliki modal besar.
Selama ini, kata Hartoyo, petani porang sering mengeluh tipisnya modal yang dimiliki untuk pengembangan komoditas unggulan yang diburu investor dari Jepang dan China.
Lantaran tak memiliki modal besar, sebut Hartoyo, banyak petani yang terjebak bujuk rayu pengusaha. Modusnya, pengusaha memberikan modal bagi petani untuk budidaya porang namun saat panen nanti hasilnya harus dijual ke pengusaha dengan harga yang sudah ditentukan.
“Jadi semisal pengusaha itu sudah mematok harga Rp 27.000 per kilogram porang iris kering maka ketika harganya naik Rp 35.000 per kilogram petani tidak tetap mendapatkan harga sesuai kesepakatan,” ucapnya.
Sementara bila hendak mengambil pinjaman di bank, petani tak banyak memiliki jaminan sehingga kesulitan mendapatkan pinjaman.
Untuk pengelolaannya, Hartoyo menceritakan, porang iris kering dijual kepada pengusaha di Surabaya. Selanjutnya, porang itu diolah menjadi mi, tepung, atau jelly yang kemudian diekspor ke Jepang dan China.
“Sekarang bukan hanya pengusaha Jepang yang mencari porang. Pengusaha asal China dan Korea juga berburu porang di Madiun,” kata Hartoyo.
Ia mengungkapkan kejayaan budidaya porang sudah dirasakan seluruh warga Klangon. Pendapatan warga bertambah seiring naiknya harga porang iris kering di pasaran. “Kalau bisa dirata-rata warga disini memiliki minimal dua sepeda motor,” tutur Hartoyo.
Senada dengan Hartoyo, Kepala Dusun Klangon, Parmo (40) yang sudah sepuluh tahun menanam porang ini mengaku bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 8 juta hingga Rp 9 juta setiap kali musim panen.
Parmo mengatakan, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk memanen perdana bila mulai membudidayakan porang.
Menurut Parmo, kebun porang miliknya bisa menopang perekonomian keluarganya. Pasalnya satu hektar lahan bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton porang basah.
Harga porang basah bisa mencapai Rp 4.000 perkilogram. Sementara porang iris kering bisa mencapai Rp 35.000 perkilogram.
Untuk mengeringkan porang ini dibutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga sepekan, tergantung kondisi cuaca. Setelah dikeringkan, porang yang sudah diiris-iris itu menyusut dan berubah warna.
Ia mencontohkan satu kuintal atau 100 kilogram porang basah kalau dikeringkan maka beratnya menyusut menjadi 17 kg.
Selain menjual porang kering, warga Desa Klangon juga sudah bisa menjual bibit porang. Tak hanya bisa menjual porang basah dan kering, petani bisa menjual bibitnya. Harga per satu kilogramnya mencapai Rp 50.000.
Tak beda dengan Parmo, Sutiyem (58) tetangganya mengaku kebanjiran rejeki saat harga porang naik. Setiap tahunnya, ia bisa memanen empat ton porang di satu hektar lahannya.

Sumber : tribunnews.com

Tanggal : 4 Mei 2017

]]>
Porang Madiun Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China https://stg.eppid.perhutani.id/porang-madiun-menjadi-buruan-pengusaha-jepang-dan-china/ Thu, 04 May 2017 01:25:39 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=46636 KOMPAS.COM (3/5/2017) | Meski bentuknya tak beraturan dan membuat gatal bagi yang menyentuhnya, porang asal Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun yang satu ini menjadi buruan banyak investor Jepang dan China sejak sepuluh tahun terakhir.

Bukan tanpa alasan. Semenjak dibudidayakan petani dari tahun 1970-an, porang menjadi komoditas tanaman perkebunan yang menjanjikan bagi petani setempat. Harga porang iris kering yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadikan banyak petani yang banting stir menanam porang.

“Dulu pertama dibudidayakan hanya empat hektar saja sekitar tahun 1986. Kini lahan yang dikembangkan sudah mencapai 650 hektar,” ujar Hartoyo, salah satu perintis budidaya Porang di Klangon, Rabu ( 3 / 5 / 2017).

Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pandan Asri Desa Klangon KPH Saradan ini mengatakan, sebelum dibudidayakan seperti saat ini, warga mencari porang yang tumbuh liar di hutan.

Untuk mengajak warga membudidayakan porang tidaklah gampang. Awalnya Hartoyo hanya mengajak satu warga untuk bersama-sama menanam porang di lahan milik perhutani. Setelah warga yang diajak itu bisa membeli sapi dari hasil panen porang, warga pun berbondong-bondong menanam porang di lahan perhutani.

“Warga yang saya ajak tadi ternyata berhasil membeli sapi dari hasil panen porang. Setelah itu banyak warga yang ikut menanam porang,” ungkap Hartoyo.

Ia menyebutkan saat ini sudah ada 715 warga yang menanam porang di lahan milik perhutani. Tak hanya warga Desa Klangen saja, petani yang tinggal tak jauh dari Klangen juga ikut menanam porang.

Hartoyo mengungkapkan hutan milik perhutani dijadikan lahan penanaman porang karena tanaman jenis umbi-umbian itu tidak bisa ditanam di tempat terbuka. Tanaman porang membutuhkan sandaran pohon lainnya.

Meski menggunakan lahan perhutani, warga tak membayar mahal. Setiap petani yang menggunakan lahan perhutani dikenakan tarif tujuh persen dari hasil panen setahun sekali.

Bagi hasil tujuh persen tidak hanya masuk ke perhutani saja. Sebagian pemasukan dari bagi hasil masuk untuk kas desa.

Ia menambahkan, setiap tahunnya, porang iris kering asal Klangon yang diekspor ke Jepang dan China mencapai 750 ton.

Jumlah itu bisa bertambah bila petani memiliki modal besar.

Selama ini, kata Hartoyo, petani porang sering mengeluh tipisnya modal yang dimiliki untuk pengembangan komoditas unggulan yang diburu investor dari Jepang dan China.

Lantaran tak memiliki modal besar, sebut Hartoyo, banyak petani yang terjebak bujuk rayu pengusaha. Modusnya, pengusaha memberikan modal bagi petani untuk budidaya porang namun saat panen nanti hasilnya harus dijual ke pengusaha dengan harga yang sudah ditentukan.

“Jadi semisal pengusaha itu sudah mematok harga Rp 27.000 per kilogram porang iris kering maka ketika harganya naik Rp 35.000 per kilogram petani tidak tetap mendapatkan harga sesuai kesepakatan,” ucapnya.

Sementara bila hendak mengambil pinjaman di bank, petani tak banyak memiliki jaminan sehingga kesulitan mendapatkan pinjaman.

Untuk pengelolaannya, Hartoyo menceritakan, porang iris kering dijual kepada pengusaha di Surabaya. Selanjutnya, porang itu diolah menjadi mi, tepung, atau jelly yang kemudian diekspor ke Jepang dan China.

“Sekarang bukan hanya pengusaha Jepang yang mencari porang. Pengusaha asal China dan Korea juga berburu porang di Madiun,” kata Hartoyo.

Ia mengungkapkan kejayaan budidaya porang sudah dirasakan seluruh warga Klangon. Pendapatan warga bertambah seiring naiknya harga porang iris kering di pasaran. “Kalau bisa dirata-rata warga disini memiliki minimal dua sepeda motor,” tutur Hartoyo.

Senada dengan Hartoyo, Kepala Dusun Klangon, Parmo (40) yang sudah sepuluh tahun menanam porang ini mengaku bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 8 juta hingga Rp 9 juta setiap kali musim panen.

Parmo mengatakan, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk memanen perdana bila mulai membudidayakan porang. Menurut Parmo, kebun porang miliknya bisa menopang perekonomian keluarganya. Pasalnya satu hektar lahan bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton porang basah.

Harga porang basah bisa mencapai Rp 4.000 perkilogram. Sementara porang iris kering bisa mencapai Rp 35.000 perkilogram.

Untuk mengeringkan porang ini dibutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga sepekan, tergantung kondisi cuaca. Setelah dikeringkan, porang yang sudah diiris-iris itu menyusut dan berubah warna.

Ia mencontohkan satu kuintal atau 100 kilogram porang basah kalau dikeringkan maka beratnya menyusut menjadi 17 kg.

Selain menjual porang kering, warga Desa Klangon juga sudah bisa menjual bibit porang. Tak hanya bisa menjual porang basah dan kering, petani bisa menjual bibitnya. Harga per satu kilogramnya mencapai Rp 50.000.

Tak beda dengan Parmo, Sutiyem (58) tetangganya mengaku kebanjiran rejeki saat harga porang naik. Setiap tahunnya, ia bisa memanen empat ton porang di satu hektar lahannya.

Sumber : kompas.com

Tanggal : 3 Mei 2017

]]>
Bantu Masyarakat Desa, Gusdurian, Kodim dan Perhutani Tanam Porang https://stg.eppid.perhutani.id/bantu-masyarakat-desa-gusdurian-kodim-dan-perhutani-tanam-porang/ Sat, 26 Nov 2016 13:59:53 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42838 berita_331951_800x600_dandim_jongkok_disaksikan_ketua_gusdurian_pati_baju_merahRRI.CO.ID (26/11/2016) | Gusdurian Pati, bersama Kodim 0718/Pati, Perum Perhutani KPH Pati, dan masyarakat sekitar hutan kembali melakukan penanaman pohon porang, di kawasan hutan Desa Sumbermulyo Kecamatan Tlogowungu, Sabtu (26/11/2016). Penanaman kali ini merupakan tahun ketiga yang dilakukan bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat.
Gerakan bersama menanam porang itu, karena tanaman ini memiliki nilai jual tinggi. Rata-rata perkilonya bisa mencapai Rp.3ribu. Apalagi, di kawasan hutan turut Desa Sumbermulyo Kecamatan Tlogowungu tersedia lahan seluas 1 hektar lebih, yang cocok untuk tanaman ini.
Ketua Gusdurian Pati, Eddy Siswanto mengatakan menanam porang dilakukan untuk membantu perekonomian masyarakat di sekitar hutan, serta menjaga kelestarian hutan.
“Tujuan kita ini untuk membantu masyarakat, khususnya yang ada di pinggiran hutan, agar perekonomian meningkat, dan supaya hutan ini tidak curi orang. Kalau perekonomian masyarakat bagus, tentunya hutan ini lebih lestari dan bagus,” tuturnya kepada RRI, Sabtu (26/11/2016).
Sementara itu Komandan Kodim 0718/Pati, Letkol. Inf. Andri Amijaya Kusuma mengatakan, budidaya porang merupakan tanaman yang memiliki prospek yang menjanjikan. Karena setelah ditanam tanpa perawatan yang rumit, dalam tiga tahun sudah dapat dipanen. Diharapkan budidaya Porang dapat meningkatkan perekonomian LMDH.
“Sehingga dari segi kehidupan, masyarakat bisa terbantu. Dan kami bisa melakukan kegiatan bareng Perhutani, bahwa lahan-lahan Perhutani yang ada ini kita lestarikan  keberadaanya,” tutur Dandim Pati.
Penanaman 2000 lebih bibit porang di kawasan hutan di KPH Perum Perhutani Pati itu juga sejalan dengan peringatan Hari Menanam Pohon Sedunia. (Agus Pambudi/LS/HF)
 
Sumber : rri.co.id
Tanggal : 26 November 2016

]]>
Perhutani KPH Cepu Siapkan Lahan 150 Hektare Untuk Budidaya Tanaman Porang https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-kph-cepu-siapkan-lahan-150-hektare-untuk-budidaya-tanaman-porang/ Wed, 16 Jul 2014 05:04:47 +0000 http://perhutani.co.id/?p=13169 porang CepuBLORA. Perhutani KPH Cepu terus melakukan perluasan lahan produksi porang. Pada tahun ini telah disiapkan lahan seluas 150 hektare untuk budidaya tanaman tersebut. Penambahan luas lahan tanaman tersebut dilakukan dalam rangka menyiapkan ketersediaan bahan baku pabrik porang yang rencananya akan dibangun di Blora tahun ini.

Administratur (Adm) Perhutani KPH Cepu, Endro Kusjianto menjelaskan bahwa penanaman porang kembali akan dilakukan tahun ini dengan lokasi penanaman tersebar di beberapa wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH).

“Penanaman porang masih terus jalan, tahun ini kami siapkan lahan 150 hektare,” ungkapnya.

Menurutnya secara umum kondisi hutan jati sangat cocok untuk budidaya porang. Hanya saja agar produksi yang dihasilkna bisa lebih bagus harus diperhatikan beberapa hal dalam pemilihan lokasi lahan penanaman. Diantaranya lahan harus landai dan harus ada tanaman tegakan jati minimal 60 persen.

Dia mengungkapkan, Perhutani melalui Pusbanghut sudah mulai mengembangkan bibit porang secara generatif. Hanya saja bibit yang dikembangkan dengan biopori tersebut saat ini belum bisa digunakan, sehingga penanaman masih dilakukan dengan vegetatif.

“Bibitnya untuk sementara ini masih mengambil dari Jawa Timur seperti Madiun dan Nganjuk,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, untuk penanaman porang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah telah memproyeksikan lahan seluas 1200 hektare. Lahan tersebut tersebar di empat wilayah KPH. Yakni KPH Randublatung seluas 520 hektare, KPH Cepu 480 hektare, KPH Blora seluas 150 hektare dan KPH Mantingan seluas 50 hektare. Dengan luas lahan tersebut ditarget bisa produksi sebanyak 3000 ton per tahun.

Selama 2013, Perhutani KPH Cepu telah melakukan penanaman porang di lahan seluas 28 hektare. Penanaman perdana dilakukan di petak 7087D, RPH dan BKPH Cabak Kecamatan Jiken dengan luas 26,2 hektare. Pada penanaman perdana tersebut dihadiri menteri BUMN Dahlan Iskan.

Terpisah, Kepala Seksi PSDH Perhutani KPH Cepu, M Farkhan Masykur mengemukakan pada tahun 2014 ini penanaman akan dilakukan di wilayah 4 BKPH. Yaitu BKPH Ledok 49 hektare, Nglobo 33,9 hektare, Cabak 59,4 hektare dan Nglebur 7,5 hektare.

“Semua lahan di wilayah yang ditentukan sudah siap, tinggal menunggu pelaksanaan tanamnya,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dengan keberadaan lahan yang luas dan memadai, porang nantinya bisa jadi komoditas prioritas di Kabupaten Blora. Tanaman ini baru bisa dipanen ketika usia tanam mencapai tiga tahun. Kulit porang bisa digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Sedangkan lendirnya merupakan bahan baku makanan favorit di Jepang. (rs-infoblora | ud-45 SMNetwork)

Sumber  :  www.infoblora.com
Tanggal  :  15 Juli 2014

]]>
Dahlan Iskan Tanam Porang Massal di Hutan Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id/dahlan-iskan-tanam-porang-massal-di-hutan-perhutani/ Mon, 29 Apr 2013 01:43:08 +0000 http://perhutani.co.id/?p=7009 Blora (27/4)– Sabtu pagi, suasana hutan jati di Mrico Kecut yang menghubungkan Blora dan Cepu dipadati hampir seribuan petani desa. Mereka datang berbondong-bondong untuk menanam porang di Petak hutan 7087D, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cabak, Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (BKPH) Cabak, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Perhutani Unit I Jawa Tengah. Hari itu, mereka akan melakukan penanaman massal porang bersama Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto dan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, didampingi oleh Bupati Blora Djoko Nugroho. Tanpa basa basi, Dahlan Iskan menyampaikan salam kepada para petani yang telah menunggu selama satu jam. Setelah memberi aba-aba dengan hitungan mundur yang dimulai dari angka tujuh, Menteri BUMN itu memukul gong dan mengajak seluruh petani yang hadir serentak menanam porang. Penanaman massal perdana seluas 16,2 Ha tersebut akan dilanjutkan dengan penanaman lanjutan hinggan mencapai luasan 1200 Ha di wilayah Kabulaten Blora.

Dalam sambutannya, Dahlan Iskan terkesan akan kesigapan Perhutani merealisasikan penanaman porang di Blora yang rencananya baru September nanti bisa lebih cepat. Dua bulan lalu saat Dahlan memimpin rapat tentang Porang di Randublatung, meminta Perhutani untuk mengekplorasi tanaman yang baik dan menguntungkan sebagai tanaman sela, pilihannya adalah jarak, empon-empon, jagung dan porang. Akhirnya dipilih Porang karena pasarnya sudah ada yakni Jepang dan China. Dahlan kembali mengingat semasa dirinya menjadi wartawan saat melakukan liputan tanaman porang di Nganjuk, sampai sekarang porang tersebut masih ada, petani yang dulunya diwawancarai, sekarang beralih menjadi pengusaha sukses. Untuk itu, Dahlan berharap petani porang di Blora segera mengikuti jejak kesuksesan petani di Nganjuk.

Porang baru bisa dipanen setelah 2 (dua) tahun ditanam, untuk itu nantinya petani akan mendapat upah bulanan selain sharing yang diterima dari Perhutani. Hal ini untuk mendorong minat petani porang bekerja. Upah nantinya berkisar Rp 700.000,- per bulan per orang. Ketua kelompok porang adalah karyawan Perhutani terutama mandor-mandor lapangan. Tujuannya agar karyawan Perhutani juga dapat merasakan sejahtera. Saat ini sudah ada 120 ketua kelompok, artinya ada 1200 an anggota. Dahlan berharap pada tahun 2015 akan menjadi 10.000 kelompok tani porang sehingga 100.000 orang menanam porang. Bukan hal yang mustahil Blora akan menjadi penghasil porang terbesar di dunia.

Seorang anggota kelompok bernama Gusnan saat ditanya Dahlan Iskan menuturkan bahwa dia pernah menanam porang 1 ha namun bibit lama di kantong sehingga membusuk pada akhirnya gagal ditanam. Sebelumnya, Hadi petani porang juga mengeluhkan cara menanam porang yang kurang benar karena pernah membelah porang sebelum ditanam mengakibatkan porang tidak tumbuh. Pengakuan polos Hadi ini membuat Dahlan Iskan tertawa dan mengatakan “Porang dibelah ya langsung digoreng, tapi jangan dilakukan karena membuat kulit gatal” gurau Menteri BUMN ditengah diskusi dengan petani.

Dalam sambutannya Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto mengatakan bahwa Perhutani akan mendirikan pabrik porang di Blora pada tahun 2014 dengan kapasitas 30.000 ton per hari, mengingat tingginya permintaan porang dari dalam dan luar negeri, serta bertepatan panen porang perdana yang diperkirakan pada tahun 2015. Saat ini Perhutani sudah memiliki pabrik porang di Pare Kediri dengan kapasitas masih 500 ton per hari. “Dalam pengembangan tanaman dan industri porang, masyarakat memang terlibat langsung pada proses hulu, sementara Perhutani pada proses hilir atau industrialisasinya,”

Sementara itu , Djoko Nugroho Bupati Blora menyambut baik rencana pendirian pabrik porang mengingat di Blora tak satupun pabrik berdiri di kota dengan julukan kota sate ini. Apalagi 49% wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan Perum Perhutani maka sudah sesuai apabila pabrik pengolahan porang ada di sekitar Blora.

Selain menanam porang, Dahlan menyempatkan panen empon-empon seperti temu lawak dan kencur putih yang ditanam masyarakat dengan sistem tumpangsari di hutan Perhutani. Hasil empon-empon inilah yang diperjuangkan Menteri BUMN hingga Dahlan Iskan bersedia menjadi bintang iklan produk jamu Sido Muncul. Tentu saja pak Menteri berharap agar empon-empon dibeli dengan harga wajar oleh perusahaan tersebut. (Humas-Pht)

]]> Fokus Baru Untuk Sela-sela Hutan Jati https://stg.eppid.perhutani.id/fokus-baru-untuk-sela-sela-hutan-jati/ Mon, 29 Apr 2013 01:23:11 +0000 http://perhutani.co.id/?p=7005 SUDAH dimulai: penanaman porang secara masal untuk meningkatkan penghasilan petani di sekitar hutan jati. Lokasinya di Mrico Kecut, kawasan hutan yang terletak antara kota Blora dan Cepu.

Sabtu pagi lalu, lebih 1.000 orang berkumpul di tengah hutan jati tersebut. Mereka terdiri dari 120 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 10 orang. Ketua kelompoknya adalah karyawan Perhutani yang sudah dididik bagaimana menanam porang yang benar.

Perum Perhutani, BUMN yang mengelola hutan jati di seluruh Jawa dan Madura, memang memiliki program untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di sekitar hutan. Terutama untuk memanfaatkan tanah di sela-sela pohon jati.

Berbagai tanaman sudah dicoba: jagung, empon-empon, ketela, jarak, dan banyak lagi. Tapi hasilnya sangat minim. Para petani tetap melakukan itu mengingat sesedikit apa pun hasilnya tetap lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Setahun terakhir ini direksi Perhutani terns mengevaluasi tanaman apa yang sebenarnya paling cocok untuk petani di sekitar hutan jati. Emponempon (temulawak, kunyit, kunyit putih, jahe) sebenarnya tumbuh dengan sangat baik. Misalnya di hutan jati dekat Randublatung.

Sabtu siang itu saya diagendakan melakukan panen empon-empon tersebut. Hasilnya sangat baik. Tapi harga empon-empon tidak terlalu menjanjikan. Pasarnya pun terbatas. Proses pasca panennya
pun tidak mudah. Terutama proses pengeringannya yang hams standar. Ini karena empon-empon tersebut akan dipergunakan untuk jamu.

Seorang petani yang selama ini menanam jagung juga senasib. “Satu hektar paling besar bisa menghasilkan jagung senilai Rp 500.000,” katanya di acara temu petani tersebut.

TANAMAN jarak, seperti yang dilakukan di Purwodadi, lebih kecil lagi: hanya Rp 150.000 per hektar. Bahwa mereka tetap menanam komoditi-komoditi tersebut hanyalah karena daripada tidak ada penghasilan sama sekali.

Mengingat luasnya hutan jati milik Perhutani, tetap saja harus ditemukan cara terbaik untuk memanfaatkannya. Daripada di sela-sela pohon jati itu hanya ditumbuhi rumput liar. Di Kabupaten Blora sendiri, seperti dikemukakan Bupati Blora saat itu, hampir separo (49 persen) wilayah kabupaten itu adalah hutan jati Perhutani.

Setelah setahun diskusi dan evaluasi dilakukan, jatuhlah kesimpulan: tanaman porang adalah tanaman yang paling tinggi nilai ekonominya. Satu hektar bisa menghasilkan Rp 30 juta per tahun. Ini berdasarkan pengalaman para petani porang di hutan jati Nganjuk, Jatim. Padahal satu petani bisa saja menanam porang sampai tiga hektar. Bahkan di Nganjuk itu, petani porangnya sudah menjadi juragan kecil-kecilan: mempekerjakan buruh panen dari wilayah lain. Ini karena kian lama hasil porangnya kian banyak dan petani tidak sanggup lagi memanennya sendiri.

Masalahnya: untuk penanaman pertama, hasilnya baru bisa dipanen dua tahun kemudian. Selama menunggu dua tahun itulah yang perlu dipikirkan petani dapat hasil dan mana. Sedang tanaman jagung bisa panen dalam waktu empat bulan.

Tim Perhutani, seperti dikemukakan Dirutnya, Bambang Sukmananto, akhirnya menemukan cara ini: bagi hasil. Petani, seperti di hutan Mrico Kecut tadi, melakukan penanam terus-menerus setiap hari.

Mereka akan dibayar sesuai dengan luasan tanaman yang mereka kerjakan. Kian rajin mereka menanam besar bayarannya.

Tiap bulan, petani akan mendapat bayaran sekitar Rp 700.000. Bisa lebih besar kalau rajin dan bisa turun kalau malas: Selama dua tahun menunggu, mereka hidup dari bayaran tersebut. Saat panen tiba, mereka mendapat bagian separo dari hasil porangnya.

Porang (sejenis umbi-umbian suweg) relatif mudah penanganannya. Tidak banyak hama dan tidak perlu perawatan yang berat.

Cukup hanya membersihkan rumputnya. bayaran Rp 700.000 per bulan itu memang kecil, tapi jam kerja mereka juga tidak panjang. Mereka bekerja hanya empat jam sehari. Sisa jam kerjanya bisa tetap untuk mencari penghasilan lainnya.

Perhutani juga akan mendirikan pabrik porang di Blora. Tahun depan pabrik itu mulai dikerjakan, sehingga di tahun 2015, saat panen porang pertama dilakukan pabriknya sudah berdiri. Bupati Blora sangat bersuka cita. Inilah industri pertama yang akan berdiri sepanjang sejarak Kabupaten Blora modern.

Bagi Perhutani mendirikan pabrik porang tidak lagi sulit. Perhutani sudah mulai berpengalaman. Sudah setahun ini memiliki pabrik tepung porang kecil-kecilan di Pare, Kediri. Kapasitasnya memang baru 500 ton per hari tapi hasil usahanya sangat baik.

Tepung porangnya memenuhi standar internasional. Pembelinya sampai antre. Terutama dari Tiongkok dan Jepang. Tepung porang memang menjadi bahan baku kue, kosmetik, dan obat-obatan. Praktis, pasar tepung porang tidak terbatas.

Karena baru ada satu pabrik tepung porang, maka pasar luar negeri tidak sabar. Seorang pengusaha dari Malaysia dan beberapa pedagang dari Tiongkok terus datang ke Indonesia: ingin investasi di porang.

Saya sudah minta kepada Perhutani untuk tidak membuka pintu dulu. Masih terlalu banyak petani kita yang perlu ditolong.

Mesin-mesinnya pun bisa dibuat di dalam negeri. Seperti mesin yang di Pare itu buatan Sidoarjo, Jatim.

“Sudah setahun ini tidak pernah rewel ujar Pak Kasim pimpinan pabrik porang di Pare itu. Bahkan Kasim bisa mengoperasikan pabriknya setahun penuh tanpà berhenti.

Padahal, menurut perencanaannya dulu, pabrik itu akan mirip pabrik gula: hanya bekerja enam bulan setahun.

Memanfaatkan sela-sela tanaman jati di hutan yang berjuta-juta hektar luasnya itu akan terus menjadi fokus Perhutani.

Bahkan, bisa jadi, hasil tanaman selanya kini bisa lebih besar dan hasil hutan jatinnya.ini mengingat jati baru bisa dipanen setelah 20 atau 30 tahun. Saya bertekad kabupaten Blora yang Hoskin bisa menjadi penghasil porang terbesar di dunia.

Ini akan melengkapi identitas Blora yang selama ini lebih dikenal sebagai tempat kelahiran tokoh-tokoh besar seperti Pramoedya Ananta Toer, Benny Murdani, dan tentu wartawan pertama Indonesia: sang pernula, Adisuryo!

Penulis : Dahlan Iskan / Menteri Negara BUMN
Jawa Pos, 29 April 2013 hal. 1 & 15;
Rakyat Merdeka, 29 April 2013 hal 1,5;
detik.com, 29 April 2013 10:32

]]>
Dahlan Rela Tak Dibayar Asalkan Empon-empon Petani Dibeli Pabrik https://stg.eppid.perhutani.id/dahlan-rela-tak-dibayar-asalkan-empon-empon-petani-dibeli-pabrik/ Mon, 29 Apr 2013 00:19:43 +0000 http://perhutani.co.id/?p=7003 BLORA – Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan berkunjung ke kawasan hutan milik PT Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Sabtu (27/4). Dahlan mengaku sangat tertarik dengan banyaknya tanaman empon-empon dan porang yang ditanam di bawah tegakan pohon jati di kawasan hutan.

Terlebih lagi itu ditanam oleh petani masyarakat desa hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. “Setelah dipanen, ini hasilnya sangat baik dan banyak,” ungkap Dahlan sambil menunjukan bongkahan temulawak yang dicangkulnya sendiri dari dalam tanah, di BKPH Cabak, KPH Cepu.

Setelah mencangkul untuk mengambil bongkahan empon-empon, Dahlan tanpa sungkan langsung mengunyah temulawak yang berwarna kuning cerah itu. Aksi mantan Dirut PLN ini kontan mengagetkan semua yang hadir, beberapa saat kemudian Bambang Sukmananto juga melakukan hal yang sama. “Ternyata enak juga rasanya segar dan cocok untuk obat,” ungkapnya spontan.

Spontanitas Dahlan tidak cukup sampai di situ, setelah puas mengunyah tanaman obat itu, dengan gesit Dahlan yang memakai kemeja warna putih langsung merangsek ke depan menerobos tingginya tanaman empon-empon, tak hayal dirut Perhutani, Bupati Blora dan para administratur KPH kaget dan langsung mengikuti aksi Dahlan.

Meski tidak berlangsung lama, namun hal itu sudah cukup memuaskan Dahlan, karena bisa langsung melihat tanaman yang subur dan hasilnya sangat baik.

Dibeli Pabrik

Dia mengakui, dibandingkan dengan porang, empon-empon hasilnya tidak begitu banyak. Meskipun demikian karena banyaknya petani di lahan hutan yang menanam, maka hasilnya bisa dijual petani. Untuk itu dirinya akan berusaha agar hasil panen dari empon-empon petani di Blora akan di beli oleh pabrik jamu dalam hal ini PT Sidomuncul.

Dahlan sendiri saat ini menjadi salah satu bintang iklan dari salah satu produk jamu ternama tersebut. Dia berkomitmen, tidak perlu dibayar asalkan hasil dari petani empon-empon bisa dibeli semua oleh PT Sidomuncul.

Direktur Utama PT Perhutani Bambang Sukmananto menyambut baik tawaran itu dan berharap Dahlan selaku Menteri BUMN bisa membantu petani. ”Kami sangat berharap hasil panen empon-empon di lahan Pehutani bisa dibeli dan bisa kerja sama dengan PT Sidomuncul selaku pabrik jamu olahan di Jateng ini.”

Bambang mengakui, selama ini pasar empon-empon belum jelas, sehingga banyak petani yang resah sebab hasil panenya tidak bisa dijual seluruhnya. “Kami harap janji Pak Dahlan ini bisa segera terwujud. Apalagi, beliau adalah salah satu bintang iklan dari Sidomuncul,” harap Bambang.

Dengan demikian, maka ratusan hektare tanaman empon-empon yang ada bisa terserap untuk meningkatkan kesejahteraan petani setempat. (gie-42,47)

Jurnalis : Gie
SuaraMerdeka.com, 29 April 2013

]]>
Kembangkan Tanaman Porang, Perhutani Terapkan Sistem Bagi Hasil https://stg.eppid.perhutani.id/kembangkan-tanaman-porang-perhutani-terapkan-sistem-bagi-hasil/ Mon, 04 Feb 2013 01:26:45 +0000 http://perhutani.co.id/?p=6418 Budidaya porang yang rencananya dikembangkan oleh Perum Perhutani (Persero) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah seluas 1.200 haktare (ha) akan menggunakan sistem bagi hasil dengan petani. Untuk persentasenya minimal 50:50. Persentase bagi hasil tersebut atas pertimbangan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Porang rencananya akan ditanam di bawah tegakan. “Bagi hasilnya, ya minimal 50:50 lah. Karena kita kan harus balik modal,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto di Tegal, Jawa Tengah, akir pekan kemarin.

Menurut Bambang, pengembangan tanaman porang ke depan sangat menjanjikan. Meskipun, ia mengakui membudidayakan porang membutuhkan investasi awal yang tinggi. Namun porang berbiaya rendah pasca panen di tahun ketiga. “Porang hanya ditanam sekali namun bisa diproduksi terus menurus. Investasi awal cukup mahal, karena perlu tanah yang agak gembur. Butuh Rp 15,4 juta per ha di tahun pertama, tahun kedua butuh Rp 6,29 juta, dan tahun ketiga Rp 10,07 juta,” paparnya.

Bambang mengusulkan penanaman porang juga dilakukan Nganjuk, Saradan, Madiun, Bojonegoro, daerah dan lainnya. Tiap daerah mendapat jatah lahan porang seluas 200 ha dan akan meningkat menjadi 1.000 ha pada 2014 mendatang. “Kami harus menyediakan lahan dengan kemiringan tanah minimal 15 derajat agar mengurangi kadar air garam, sehingga porang bisa tumbuh dengan baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menginstruksikan Perhutani untuk melibatkan masyarakat miskin dalam menanam porang di Blora. “Saya meminta Perhutani segera mengembangkan lagi tanaman porang karena terbukti dapat mendapatkan penghasilan tambahan sekaligus ikut mengentaskan kemiskinan di sejumlah lokasi,” kata Dahlan.

Penanaman porang berpotensi membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di Kabupaten Blora. Aktifitas ini diperkirakan bisa menyerap tenaga kerja hingga 3.800 orang. “Kita membutuhkan 3-4 orang pekerja untuk setiap hektarnya yang direkrut dari desa-desa miskin di Kabupaten Blora,” ucapnya. Mantan Dirut PLN ini juga meminta Perhutani menerapkan sistem bagi hasil, sehingga kesejahteraan semakin meningkat dan mampu mengentaskan kemiskinan. Penanaman diharapkan sudah bisa direalisasikan pada September-Oktober tahun ini.

Porang atau Amorphophallus Onchophyllus oleh masyarakat Jawa dikenal dengan nama Iles-Iles atau suweg. Tanaman ini merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100–150 cm dengan umbi yang berada di dalam tanah. Porang bisa digunakan sebagai bahan makanan seperti mie, tahu, shirataki dan konyaku. Umbi porang juga digunakan sebagai bahan baku dalam industri lem, campuran bahan kertas, pengganti media tumbuh mikroba, isolator listrik, bahan parasut, bahan obat, penjernih air, pengikat formula tablet, dan pengental sirup.

Sebelumnya, Bambang mengatakan bahwa Perhutani akan menyiapkan penanaman Porang. Untuk penanaman, diperkirakan menghabiskan sekitar Rp 4 juta per hektar. Dana tersebut digunakan baru untuk penanaman tahun pertama. ”Porang itu tahun pertama belum bisa dinikmati hasilnya, baru bisa dinikmati tahun ketiga setelah melewati masa tanam di tahun pertama,” katanya.

Bambang menjelaskan, Porang hanya perlu ditanam sekali, namun bisa berproduksi terus menerus sehingga tidak perlu ditanam lagi. “Untuk tahun pertama pembiayaannya cukup besar,” tambahnya. Pada tahap awal terkait penanaman tahun pertama, menurut dia, untuk menghasilkan sebanyak 11.792 ton Porang diperlukan biaya Rp 33 miliar.

Ekonomi-sosial

Ide untuk menanam porang tak lepas dari pertimbangan ekologis. Tumbuhan ini dinilai cocok untuk tumbuh kembang di bawah tanaman tegakan hutan. Di samping itu, porang juga memiliki nilai ekonomi dan sosial dalam rangka pengembangan dan pelestarian hutan.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Perum Perhutani KPH Saradan Ida Alfiyanti mengatakan umbi porang dinilai laku untuk dijual, saat ini harganya menembus Rp 2.500 per kg basah atau baru petik. Umbi porang kering atau chips porang dihargai lebih mahal lagi, Rp 20.000 per kg. Masih ada yang lebih mahal yakni tepung porang. Namun, kemampuan masyarakat belum sampai ke sana sehingga teknologi pembuatan tepung masih dikuasai pabrik besar.(Bari)

Neraca hal. 10 ::: Senin, 04 Februari 2013

]]>
Porang, Komoditi Andalan Perhutani Saradan https://stg.eppid.perhutani.id/porang-berkembang-di-saradan/ Thu, 31 Jan 2013 04:47:12 +0000 http://perhutani.co.id/?p=6383 SARADAN – Porang (Amorphopallus onchopillus) adalah komoditi andalan program Pemanfaatan Lahan dibawah Tegakan (PLDT) di wilayah KPH Saradan. Tanaman tersebut telah dikembangkan penduduk Desa Klangon yang sejak tahun 1986 dan dalam kurun waktu 30 tahun sampai sekarang berkembang pesat menjadi komoditi penting.

“Sekarang Perhutani mulai menjajaki Porang untuk bisa dikembangkan menjadi industri besar yang bisa diekspor, dan mewujudkan ketahanan pangan melalui tanaman asli wilayah”, demikian dikatakan Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto dalam kunjungannya di RPH Klangon BKPH Pajaran KPH Saradan 27 Januari 2013 lalu.  “Untuk itu kita harus mencermati pola perdagangan, distribusi dan kondisi sosial masyarakat yang telah ada sebelum melangkah lebih lanjut,” ujarnya.

Sejarah budidaya porang di Perhutani KPH Saradan dimulai di desa Klangon Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun. Masyarakat Desa Klangon mengenal Porang seperti tanaman iles-iles lainya (Suweg, Walur, dll) yang tumbuh liar di hutan, kebun dan pekarangan-pekarangan yang ternaungi pohon. Sekitar tahun 1975 Porang dikenalkan oleh pedagang dari Nganjuk sebagai umbi yang menguntungkan, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk mengeksploitasi Porang yang tumbuh liar di hutan. Karena persediaan umbi porang semakin lama semakin berkurang sedangkan kebutuhan pasar masih terbuka lebar, maka pada tahun 1984 masyarakat mencoba untuk membudidayakannya di lahan hutan Perum Perhutani KPH Saradan yaitu di bawah tegakan Sono dan Jati.

Pada tahun 1987, dilakukan kegiatan panen raya porang pertama dan memberikan keuntungan yang tinggi bagi masyarakat Klangon. Karena karakteristik tanaman Porang bisa bersimbiosis mutualisme dengan tanaman hutan, bernilai ekonomi dan sosial yang tinggi, maka pada tahun 1988 Perum Perhutani mengijinkan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Rino Kartiko yang beranggotakan 18 orang untuk membudidayakan Porang dalam skala besar khususnya di bawah tegakan Sono dan Jati berumur 40 tahun keatas.

Sejak tahun 2001, di Desa Klangon mulai dirintis untuk dilaksanakan program PHBM dan pada tahun 2005 telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerjasama PHBM antara Perhutani KPH Saradan dengan LMDH Pandan di hadapan Notaris.  Adapun objek kerjasamanya meliputi seluruh aspek kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan, mulai dari perencanaan, persemaian, tanaman, pemeliharaan, keamanan, produksi dan pemasaran hasil hutan serta kegiatan agribisnis antara lain : penanaman Porang, Jagung, empon-empon, dll.

Pada tahun 2011 dan tahun 2012 budidaya porang di wilayah telah menyebar di 3 wilayah BKPH yaitu BKPH Pajaran, BKPH Tulung dan BKPH Kedungbrubus dengan luas 1.015,5 Ha dan menghasilkan produksi 925.368,5 Kg dan menyerap tenaga kerja 2.365 orang.

Humas KPH SRD/Ida   
 

]]>
Perhutani Perlu Rp 33 Miliar Hasilkan 11.792 Ton Porang https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-perlu-rp-33-miliar-hasilkan-11-792-ton-porang/ Wed, 30 Jan 2013 01:15:29 +0000 http://perhutani.co.id/?p=6380 Perhutani menyiapkan penanaman Porang. Untuk penanaman, diperkirakan menghabiskan sekitar Rp 4 juta per hektar. Dana tersebut digunakan baru untuk penanaman tahun pertama. “Porang itu tahun pertama belum bisa dinikmati hasilnya, baru bisa dinikmati tahun ketiga setelah melewati maa tanam di tahun pertama,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto di Kementerian BUMN, kemarin.
Bambang menjelaskan, Porang hanya perlu ditanam sekali, namun bisa berproduksi terus menerus sehingga tidak perlu ditanam lagi. “Untuk tahun pertama pembiayaannya cukup besar,” tambahnya. Pada tahap awal terkait penanaman tahun pertama, menurut dia, untuk menghasilkan sebanyak 11.792 ton Porang diperlukan biaya Rp 33 miliar.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, Porang adalah jenis tanaman umbi-umbian yang akan dirancang dan dikelola di atas lahan milik Perhutani. “Selama ini tanaman sela, yaitu jahe, temulawak, kunir dan macam-macam. Sudah dibudidayakan di daerah Jawa untuk merancang tanaman Porang di lahan Perhutani,” kata Dahlan.Untuk diketahui, Perhutani berencana menanam tanaman Porang di sepuluh daerah dengan luas daerah 200 hektar. Namun, cakupan lahan penanaman Porang ini dianggap masih terlalu sedikit. Dahlan mengusulkan kepada Perhutani untuk mencari 1.200 hektar lahan di setiap daerah untuk pengembangan tanaman Porang.
Butuh 1 Juta Ha Lahan Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, Indonesia membutuhkan tambahan satu juta hektar (ha) lahan sayuran sebagai upaya mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. “Harus kita dukung upaya ke arah penambahan lahan sayuran satu juta hektar,” kata Herman di Jakarta, kemarin
Selain itu, dia mengaku akan terus memberikan dukungan kepada pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan untuk mendukung pengembangan produk hortikultura di sejumlah daerah. Menurutnya, produk sayuran seperti, bayam. caisim, bawang, tomat dan cabe serta untuk buah seperti mangga sudah dapat dipenuhi petani Indonesia sehingga tidak perlu impor.
Jika dibandingkan dengan negara lain, luas areal sayuran di Indonesia saat ini jauh tertinggal. Area tanam sayuran Indonesia hanya 40 meter persegi per kapita, jauh lebih kecil dibanding Cina yang mencapai 200 meter persegi per kapita dan Thailand 100 meter persegi per kapita.
Di sisi lain, meskipun Indonesia memiliki Undangundang No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, alih fungsi lahan pertanian tetap tidak bisa diatasi. Di Jawa Barat misalnya, tidak kurang dari 4.000 hektar lahan sawah setiap tahun beralih fungsi. Hal yang hampir sama terjadi di derah-daerah lainnya.

Rakyat Merdeka hal. 15 :::: 30 Januari 2013

]]>