sylvofishery – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id Perum Kehutanan Negara Wed, 09 Nov 2016 09:30:10 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.1 https://stg.eppid.perhutani.id/wp-content/uploads/2023/04/cropped-logo-pht-32x32.png sylvofishery – Perum Perhutani https://stg.eppid.perhutani.id 32 32 Optimalkan Mangrove Untuk Budidaya Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-budidaya-perikanan/ Wed, 09 Nov 2016 09:30:10 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42033 fisheri3-300x225HARIAN EKONOMI NERACA (8/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejarijaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Manna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gasem. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budidaya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan. “Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldy, disalin dari Antara.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat “Syrvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.” Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada altematif untuk wisata.” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan. Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 13 ton per hektar per tahun sedangkan hasiludangalam 05 kg per hektar per hari.
Secara terpisah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan penyusunan Peta Mangrove Nasional selesai pada tahun 2019 untuk dijadikan rujukan oleh semua kementerian dan lembaga. “Seluruh Indonesia akan diselesaikan pada tahun 2019 sesuai arahan Presiden Joko Widodo, mudah-mudahan didukung semua pihak,” kata Kepala Sub Direktorat Reboisasi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Joko Pramono, disalin dari laman yang sama.
Hal itu dikatakan pada penemuan integrasi data mangrove dalam rangka penyusunan saru peta mangrove Bali-Nusa Tenggara, yang dibuka Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Husnanidiaty Nurdin. Menurut dia, penyusunan Peta Mangrove Nasional diwacanakan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program tersebut kemudian dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo. Penyusunan peta tersebut tidak lepas dari berbagai konflik yang disebabkanoleh tidak adanya satu peta nasional yang menjadi rujukan dan disetujui semua kementerian dan lembaga.
“Pada masa lalu, banyak peta. walaupun objek yang sama tapi berbagai kementerian dan lembaga punya, sehinggamenimbulkan masalah ketika ada penggunaan lahan mangrove,” ujarnya.
Dasar penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 19 tahun 2013 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Informasi Geospasial. Selain itu, Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 54 tahun 2015 tentang Walidata Informasi Geospasial Tematik.
Dasar lainnya adalah Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.28/Menlhk/Set-jen/KUM. 1/2/2016 tentang Jaringan Informasi Geospasial Lingkup Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan, Joko mengatakan, penanggungjawab Kelompok Kerja Penyusunan Peta Mangrove Nasional adalah Kementerian LHK.
 
Sumber : Harian Ekonomi Neraca, hal. 11
Tanggal : 8 November 2016

]]>
Optimalkan Mangrove Untuk Budi Daya Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-budi-daya-perikanan-2/ Wed, 09 Nov 2016 08:00:58 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42031 fisheri3-300x225ANALISA (7/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldy.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat.
“Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy. Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
 
Sumber : Analisa, hal. 21
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Perhutani Kembangkan Budi Daya Mangrove-Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-kembangkan-budi-daya-mangrove-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:51:26 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42029 fisheri3-300x225INVESTOR DAILY INDONESIA (7/11/2016) | Perum Perhutani akan mengembangkan budi daya tanaman mangrove dengan ikan (wanamina atau silvofishery). Selain ingin mengoptimalkan pemanfaatan hutan mangrove, melalui silvofishery BUMN kehutanan tersebut berharap bisa membantu pemerintah dalam mendongkrak konsumsi ikan per kapita nasional, terutama di Pulau Jawa.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna mengatakan, pihaknya akan mengkombinasikan tanaman mangrove dengan budi daya ikan. Perhutani saat ini memiliki hutan mangrove di pinggir Pantai Utara dan Selatan Jawa yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani berkisas 43 ribu hektare (ha), sebagian di kesatuan pengelolaan hutan (KPH) seluas 15.897,21 ha. “Luasan yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery mencapai 11.317,17 ha yang berada di 20 desa di delapan kecamatan,” kata dia, akhir pekan lalu.
Hal itu disampaikan Denaldy saat melakukan kunjungan kerja ke hutan mangrove di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta, Jawa Barat, pada Jumat (4/11). Kunjungan kerja itu sekaligus untuk memetakan potensi yang dapat dikembangkan sekaligus bertemu dengan 11 kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) wilayah tersebut Ke-11 LMDH itu di antaranya Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Karya Wanabakti. Wana Pantura, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, dan Greenting.
Denaldy menuturkan, pemerintah saatini berupaya meningkatkan konsumsi ikan per kapita di Pulau Jawa yang masih di bawah konsumsi tingkat nasional. Sesuai Inpres No 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, peningkatan konsumsi itu bisa dicapai dengan peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. “Dalam hal ini. Perhutani berperan dengan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya pola silvofishery.” kata Denaldy dalam keterangan tertulisnya.
Terkait itu, kata dia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan darat. Silvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Usulan tersebut mendapat reaksi dari salah satu LMDH. Perwakilan LMDH Wana Sejati Sarjono mengharapkan, hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan melalui usaha silvofishery empang parit atau untuk wisata pantai. “Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk silvofishery hanya sebagian saja. Sedangkan bidang lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata dia.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani, serta rumput laut Produksi rata-rata bisa 2 ton per ha per tahun. “Apabila dikembangkan ikan mujair, produksinya bisa 1,5 ton per ha per tahun, sedangkan hasil udang alam 0,5 kilogram (kg) per ha per hari.” kata Sarjono.
 
Sumber : Investor Daily Indonesia, hal. 15
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Mangrove Untuk Budidaya Ikan https://stg.eppid.perhutani.id/mangrove-budidaya-ikan/ Wed, 09 Nov 2016 07:44:48 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42024 fisheri3-300x225KORAN JAKARTA (7/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove (bakau) di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola sylvofishery yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu (6/11), menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Perhutani telah memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Dirut Perhutani Denaldy M Mauna.
 
Sumber : Koran Jakarta, hal. 7
Tanggal : 7 November 2016

]]>
Hutan Bambu Munculkan Ekonomi Kreatif https://stg.eppid.perhutani.id/hutan-bambu-munculkan-ekonomi-kreatif/ Wed, 09 Nov 2016 07:40:09 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=42017 pkrnrkytPIKIRAN RAKYAT (7/11/2016) | Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Qurrota Ayun, Kecamatan Raja-mandala, Kabupaten Bandung Barat, berharap rencana pengembangan kawasan hutan produksi di Cipatat, melalui pengembangan populasi komoditas dan usaha kerajinan bambu dapat segera terwujud. Harapannya, masyarakat desa hutan setempat mampu lebih mendukung pemulihan kawasan hutan setempat, melalui pemberdayaan lingkungan dan ekonomi potensi bisnis komoditas bambu.
Sekretaris LMDH Qurrota Ayun, Yono Sutrisno, di Bandung, Minggu (6/11/2016) menyebutkan, pengembangan hutan bambu berikut usaha kecil kerajinan berbahan bambu, dinilai sangat potensial untuk optimalisasi kawasan hutan produksi di petak 77 yang lokasinya di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Rajamandala, Resor Cipatat, KPH Bandung Selatan Perum Perhutani.
Populasi hutan bambu mampu memulihkan sejumlah titik untuk fungsi hidrolo-gis dan penahan longsor, memunculkan iklim mikro lebih baik, serta bagi pemberdayaan masyarakat pun bermanfaat Paling tidak, mengubah orientasi usaha masyarakat desa hutan setempat menjadi usaha ekonomi kreatif berbasis pelestarian lingkungan hidup.
“Kami menyambut antusias rencana Perum Perhutani Divre Jawa Barat-Banten yang bekerja sama dengan mitra dari sebuah koperasi di lingkungan Institut Teknologi Bandung, untuk pengembangan hutan bambu di Hutan Cipatat. Memang untuk menikmati hasilnya dari komoditas bambu paling cepat empat tahun lagi, tetapi kami melihat komoditas bambu sangat berperan memulihkan lingkungan hutan sambil memberdayakan pemberdayaan masyarakat karena pasarnya potensial,” ujarnya.
Ia mencontohkan, jika pengembangan populasi hutan bambu sudah dilakukan, akan mampu mengurangi populasi tanaman pisang. Secara bisnis dan pendapatan pun dinilai lebih menjanjikan, karena penebangan bambu dilakukan selektif yang ditunjang usaha kerajinan bambu dapat mendatangkan penghasilan sebulan sekali, dibandingkan pisang yang rata-rata enam bulan sekali.
Pemanfaatan mangrove
Sementara itu, Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok LMDH sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa. Pola diterapkan yaitu sylvofishery yaitu kombinasi mangrove dengan pembudidayaan ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, dilansir Antara, Minggu (6/11/2016) menyebutkan, 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabak-ti. Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting. Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke RPH Ciasem, Bagian KPH Ciasem, KPH Purwakarta.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk pembudidayaan ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada. Tujuannya, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
 
Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 18
Tanggal : 7 November 2016

]]>
IKAN NASIONAL: Pola Pemeliharaan Sylvofishery Diyakini Dapat Dongkrak Produksi https://stg.eppid.perhutani.id/pola-pemeliharaan-sylvofishery-diyakini-dapat-dongkrak-produksi/ Tue, 08 Nov 2016 05:47:19 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41945 fisheri3-300x225INDUSTRI.BISNIS.COM (8/11/2016) | Integrasi hutan mangrove dan budidaya ikan atau sylvofishery diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan produksi ikan nasional. Pola pemeliharaan ini pun sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ingin meningkatkan konsumsi ikan per kapita.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy M Mauna saat melakukan kunjungan kerja ke sylvofishery Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Kehutanan (KPH), sekaligus pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) pad aakhir pekan lalu.
Denaldy mengatakan konsumsi ikan per kapita di pulau Jawa masih di bawah konsumsi nasional sehingga perlu ada upaya meningkatkan produksi ikan. Dia menyebut pemerintah berharap budidaya tambak rakyat bisa menjadi andalan peningkatan percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
“Perhutani berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya ikan pola sylvofishery seperti sekarang ini dan Kementerian KP bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan daratnnya,” ungkap Denaldy melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis.
Denaldy menjelaskan sesuai Inpres nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah yang diupayakan pemerintah meningkatkan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan.
Untuk itu, dia berkomitmen Perhutani akan optimalkan pengelolaan hutan mangrove mengingat sylvofishery sangat potensial dalam meningkatkan produksi ikan nasional.
Perwakilan LMDH Sarjono mengatakan, pengelolaan optimal hutan mangrove dan implementasi sylvofishery diharapkan dapat meningkatkan pendapatan mereka, misalnya dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata.
“Kawasan mangrove di wilayah tersebut berstatus hutan lindung, sehingga yang bisa diusahakan untuk sylvofishery hanya sebagian saja dan sebagian besar harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” ungkap Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani yaitu sekitar 43.000 hektare. Sebagian ada di KPH Purwakarta yaitu 15.897,21 ha, dengan pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Masyarakat LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dengan produksi rata-rata 2 ton/ha/tahun selain mendapat udang alam 0,5 kg/ha/hari.
 
Tanggal : 8 November 2016
Sumber : industri.bisnis.com

]]>
Perhutani Janjikan Peningkatan Produksi Ikan Nasional dengan Optimalisasi Mangrove https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-janjikan-peningkatan-produksi-ikan-nasional-optimalisasi-mangrove/ Mon, 07 Nov 2016 08:27:43 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41890 fisheri3-300x225NUSANTARANEWS.CO (7/11/2016) | Dirut Perhutani Denaldy M Mauna menyampaikan bahwa Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional.
Hal tersebut disampaikannya saat melakukan kunjungan ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat dengan tujuan mengembangkan pemanfaatan hutan mangrove.
“Kunjungan ini untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan,” terangnya dalam siaran persnya, Minggu (6/11)
Dalam hal ini Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat. “Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sementara itu, perwakilan LMDH Wana Sejati, Sarjono, berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
Adapun luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut.
“Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 1,5 ton per hektar per tahun sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per hektar per hari,” tambah Sarjono.
 
Tanggal : 7 November 2016
Sumber : nusantaranews.co

]]>
Inovasi Perhutani Melalui Pengembangan Sylvofishery https://stg.eppid.perhutani.id/inovasi-perhutani-melalui-pengembangan-sylvofishery/ Mon, 07 Nov 2016 03:14:07 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41841 fisheri3-300x225WARTAAGRO.COM (6/11/2016) | Perum Perhutani akan membuat inovasi baru demi meningkatkan kinerja bisnisnya. Salah satunya dengan mengembangkan sylvofishery. Hal ini disampaikan Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy M Mauna.
Pengembangan sylvofishery, dengan mengkombinasikan mangrove dengan budidaya ikan. Perhutani memiliki hutan mangrove dipinggir pantai utara dan selatan Jawa yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya.
Menurut dia, luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani berkisar 43.000 hektare (ha). Di mana, sebagian berada di KPH Purwakarta yang seluas 15.897,21 ha. Sementara itu, luasan yang bisa dimanfaatkan untul pengelolaan pola sylvofishery mencapai 11.317,17 ha, yang berada di 20 desa di delapan kecamatan.
Hal itu disampaikan saat melakukan kunjungan kerja ke hutan mangrove Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat, Jumat, 4 November 2016.
Kunjungan kerja tersebut, kata dia, juga sekaligus memetakan potensi yang dapat dikembangkan sekaligus bertemu dengan sebelas kelompok Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) wilayah tersebut.
Kesebelas LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan per kapita di Pulau Jawa, yang dinilai masih di bawah konsumsi tingkat nasional. Sesuai Inpres No 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional yakni, dengan peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan. Dalam hal ini, Perhutani berperan dengan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery,” kata Denaldy dalam keterangan tertulis di Jakarta, akhir pekan lalu.
Terkait itu, kata dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan daratnnya.
“Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Usulan tersebut mendapat reaksi dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang ditemui Denaldy.
“Kami berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai. Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja.
Sedangkan, bidang lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata perwakilan LMDH Wana Sejati Sarjono.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam wadah LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani, serta rumput laut.
“Produksi rata-rata bisa dua ton per hektare per tahun, kalau ditanam ikan mujair bisa 1,5 ton per hektare per tahun, sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per hektare per hari,” kata Sarjono.
 
Tanggal : 6 November 2016
Sumber : wartaagro.com

]]>
Optimalkan Mangrove Untuk Budi Daya Perikanan https://stg.eppid.perhutani.id/optimalkan-mangrove-budi-daya-perikanan/ Mon, 07 Nov 2016 02:10:23 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41854 fisheri3-300x225INDONESIAOVERSIGHT.COM (6/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery” yaitu kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Siaran pers Perhutani di Jakarta, Minggu menyebutkan 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Pengembangan pemanfaatan hutan mangrove tersebut ditandai dengan kunjungan kerja Dirut Perhutani Denaldy M Mauna ke Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Jawa Barat.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik, serta fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldi.
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat.
“Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja, lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu Ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta wait 15.897,21 Ha, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 Ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan. Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut. Produksi rata-rata bisa dua ton per hektar per tahun, kalau ikan mujair bisa 1,5 ton per hektar per tahun sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per hektar per hari.
 
Tanggal : 6 November 2016
Sumber : indonesiaoversight.com

]]>
Perhutani Optimalkan Mangrove Untuk Budidaya https://stg.eppid.perhutani.id/perhutani-optimalkan-mangrove-budidaya/ Mon, 07 Nov 2016 02:00:54 +0000 http://www.perhutani.co.id/?p=41818 fisheri3-300x225KONTAN.CO.ID (6/11/2016) | Perum Perhutani bekerja sama dengan 11 kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) sepakat mengembangkan hutan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa untuk dikelola dengan pola “sylvofishery”. Polal ini merupakan kombinasi mangrove dengan budi daya ikan atau lainnya.
Lewat siaran pers Perhutani, menyebutkan, 11 LMDH tersebut adalah Wana Sejati, Rimba Raharja, Ciptakarya Bakti, Mandiri, Karya Wanabakti, Wana Pantura, Kertaraharja, Windujaya, Winduasih, Wahanabakti, Wanabakti Lestari, Wana Lestari, Wana Sejati, Jaya Sakti, Greenting.
Kunjungan itu untuk memetakan potensi dan persoalan di hutan mangrove, termasuk budi daya ikan empang parit, sistem kelembagaan dan aturan yang ada, agar bisa dilakukan pengembangan sylvofishery dengan baik. Juga fungsi lindung hutan mangrove bisa lebih dioptimalkan.
“Pemerintah saat ini berupaya meningkatkan konsumsi ikan perkapita di pulau Jawa yang dinilai masih dibawah konsumsi tingkat nasional,” ujar Denaldi dalam siaran pers, Minggu (11/6).
Sesuai Inpres No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah adalah peningkatan produksi perikanan tangkap, budi daya dan pengolahan hasil perikanan.
Perhutani dapat berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budi daya pola sylvofishery dan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budi daya perikanan darat.
“Sylvofishery di hutan mangrove ini menjanjikan peningkatan produksi ikan nasional,” ujar Denaldy.
Sarjono, perwakilan LMDH Wana Sejati berharap hutan mangrove dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui usaha sylvofishery empang parit atau untuk wisata pantai.
“Kawasan mangrove di wilayah ini statusnya hutan lindung, sehingga yang bisa dimanfaatkan untuk sylvofishery hanya sebagian saja. Lainnya harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata,” kata Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perhutani sekitar 43 ribu ha. Sebagian ada di KPH Purwakarta 15.897,21 ha, pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 ha yang berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Menurut Sarjono, masyarakat yang bergabung dalam LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dan udang di hutan mangrove Perhutani serta rumput laut. Produksi rata-rata bisa dua ton per ha per tahun, kalau ikan mujair bisa 1,5 ton per ha per tahun sedangkan hasil udang alam 0,5 kg per ha per hari.
 
Tanggal : 6 November 2016
Sumber : kontan.co.id

]]>